Diri Sendiri Menuju Manusia Sejati
Diri Sendiri Menuju Manusia Sejati
Oleh : Mas Amin
Pendahuluan
Manusia hidup laksana seorang pengembara yang melakukan perjalanan
jauh. Orang yang melakukan perjalanan
jauh sering dikenal sebagai seorang musafir.
Dalam filasafat jawapun dikatakan bahwa “manungso iku urip mung mampir
ngombe” artinya bahwa manusia itu hidup di dunia seperti seseorang yang berhenti sejenak untuk minum dan akan
dilanjutkan untuk meneruskan perjalanannya.
Dalam “mampir ngombe” atau menjalani kehidupan di dunia ini, banyak
manusia lupa pada tujuannya. Manusia
tertipu oleh kehidupan dunia yang serba cepat dengan mencari bekal yang
berwujud materi. Padahal perjalan yang
panjang itu manusia tidak membutuhkan materi sebagai bekalnya. Hal ini disebabkan sandiwara kehidupan dunia
yang serba menipu dan melalaikan hakekat jati diri manusia.
Keasyikan berperan dalam sandiwara kehidupan dunia ini sudah
diingatkan oleh Allah SWT dalam banyak ayat Al-Quran,
فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
“Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdaya kamu.” (QS.
Luqman [31]: 33)
Dalam ayat ini, Allah melarang manusia terperdaya dan tertipu dengan
kehidupan dunia yang mengakibatkan banyak kesibukan hanya untuk memenuhi
kebutuhannya, maka sia-sialah waktunya, terluput dari berbagai amal shalih,
karena dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Dia habiskan dunia ini,
siang dan malam, hanya untuk mengumpulkan harta saja atau hanya untuk
berlomba-lomba dalam teknologi. Hal ini sebagaimana kondisi orang-orang kafir
saat ini. Mereka habiskan dunia ini untuk sesuatu yang tidak abadi. Bukan berarti manusia tidak boleh
memanfaatkan dunia ini dan kemajuan teknologi di dalamnya. Akan tetapi,
hendaknya dia manfaatkan ini semua untuk membantu ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Artikel ini membahas bagaimana agar manusia tidak lupa akan hekakat
kehidupannya dunia maka akan membahas kunci sukses menjadi manusia sejati. Artikel ini dibahas mulai dari seputar diri
sendiri, proses mencari hakekat diri sendiri, dan menuju manusia sejati.
Hakekat Diri sendiri
Manusia juga dapat disebut makhluk kontrovesial, karena ketika
manusia menggunakan akalnya dan dapat mengendalikan nafsunya serta beriman
kepada Allah, maka manusia merupakan makhluk yang paling tinggi kedudukannya
diantara makhluk lain. Ketika manusia tidak mempergunakan akalnya dan
diperbudak oleh hawa nafsu, maka akan menjadi makhluk yang paling hina dan
rendah. Hal ini akan terjadi apabila manusia melakukan kerusakan dan kejahatan
di muka bumi, maka dampak kerusakan yang timbul akan amat dahsyat, karena tidak
ada makhluk lain yang dapat melakukan kerusakan yang sedahsyat manusia.
Kedahasyatan tingkah polah manusia ini dipengaruhi oleh self
control yang ada pada dirinya. Self control
inilah yang berperan dalam kehidupan setiap manusia, jika self control dirinya
baik maka akan berperilaku baik namun
sebaliknya jika self control tidak baik maka pasti akan membuat kerusakan. Self control manusia di pengaruhi oleh
idiologi (aqidah) yang dimilikinya. Idiologi atau aqidah inilah sebagai fondasi
dalam manusia berperilaku dan menemukan jati diri dirinya sendiri.
Dalam bahasa lain mengenal diri sendiri manusia adalah sebagai
obyek (benda) yang sama. Sebagai obyek (benda) yang sama maka semua manusia memiliki
“bahan baku” yang sama dalam berproses berkehidupan di masyarakat. sehingga jika manusia memiliki hal tersebut
dan memiliki prosedur (idiologi) yang baik diimbangi dengan self control yang
baik akan menjadi manusia yang diharapkan oleh Allah SWT.
Manusia dikatakan sebagai Obyek atau benda yang sama, karena
manusia merupakan ujud material (fisik) dari ciptaan Allah sebagai mahkluk yang
terbaik apabila dibandingkan dengan mahkluk lain. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam QS Attien ayat 4:
لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ
تَقْوِيمٍ
Arti: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.
Hal ini dikarenakan Manusia memiliki akal dan hati, diharapkan dengan kepemilikan tersebut dapat digunakan untuk berpikir dan memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa Al-Qur'an menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya dan bersosial hal ini sesuai dengan kodrat manusia harus melakukan muamalah kepada manusia lain. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya. Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah tetap hidup dengan ajaran Allah. Karena dapat berpikir maka manusia memiliki pengetahuan yang menjadi kelebihan dan perbedaan dengan makhluk lainnya, dan Allah menciptakan manusia untuk berkhidmat kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat (51) : 56.
Hal ini dikarenakan Manusia memiliki akal dan hati, diharapkan dengan kepemilikan tersebut dapat digunakan untuk berpikir dan memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa Al-Qur'an menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya dan bersosial hal ini sesuai dengan kodrat manusia harus melakukan muamalah kepada manusia lain. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya. Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah tetap hidup dengan ajaran Allah. Karena dapat berpikir maka manusia memiliki pengetahuan yang menjadi kelebihan dan perbedaan dengan makhluk lainnya, dan Allah menciptakan manusia untuk berkhidmat kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat (51) : 56.
Baik atau buruknya manusia tergantung pada perilakunya. Perilaku manusia sebagian besar dipengaruhi
oleh idiologi (aqidah) yang dimiliki dan dibentuk sejak manusia lahir sampai
meninggal dunia. Aqidah atau idiologi
yang ada tersebut dalam bahasa lain bisa
dikatakan sebagai prosedur yang mempengaruhi manusia dalam bertindak dan
berkehidupan di dunia ini.
Proses Menuju Diri Sendiri
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, dimintai pertanggung
jawabannya terhadap amanah yang telah diberikan Allah s.w.t. kepadanya untuk
mengelola alam semesta bagi kesejahteraan semua makhluk. Hal ini sesuai
dengan surat al-Ahzab ayat 72 berikut : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk
memikul amnat itu dan mereka khawati akan mengkhianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.
Dalam surat tersebut sudah jelas disebutkan bahwa ketika mahkluk
lain selain manusia diminta oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah dimuka bumi,
mereka menolak. Namun, manusia dengan
semangatnya menerima amanah tersebut. Dan dalam ayat tersebut jelas disebutkan
bahwa manusia sudah divonis oleh Allah sebagai mahkluk yang zalim dan amat
bodoh.
Karena sudah diopinikan sebagai mahkluk yang paling jelek tersebut,
Allah sebagai pencipta memberikan resep kepada manusia untuk tidak masuk dalam
kategori tersebut. Hal ini dikarenakan
sifat Rahman dan Rahimm Allah SWT. Akan tetapi
tidak semua manusia menyadari hal tersebut. Dan hal ini terbukti dan bisa
dirasakan seberapa banyak manusia yang mau berproses untuk berubah menjadi yang
terbaik.
Banyak manusia sekarang ini yang hanya berpenampilan agamis, malah
dengan kedok agama yang dia anut membuat kerusakan dimuka bumi. Perilaku yang
begitu bobrok ini dipengaruhi oleh idiologi/aqidah yang dia miliki.
Aqidah atau idiologi yang dimiliki manusi dibangun atau mulai
berproses sejak dia lahir sampai dia mati.
Mereka menyimpan pelajaran dan belajar dari alam dunia seisinya, namun
apakah ini cukup? Karena pada kenyataannya jika hanya belajar pada alam dan
dunia pada umumnya idiologi yang dianut adalah idiologi Materialisme. Idiologi ini membangun manusia menjadi
manusia yang memiliki self interest yang tinggi. Karena semua perilaku kehidupannya
sehari-hari hanya dilakukan dengan moral hazard untuk kepentingan pemuasan
nafsu pribadi. Masa bodoh dengan manusia lain
mereka tertindas atau susah bukan menjadi urusan dia, yang penting
mereka bahagia dan nafsu mereka terpenuhi. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam AL Qur’an Surat Yusuf ayat 52
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ
لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
Jiwa atau Nafs Ammarah Bissu' membentuk Idiologi atau Aqidah yang
ada padi diri manusi dan akan mendorong (memprovokasi) seseorang agar
melakukan suatu kejahatan. Karakter/watak seperti yang terdapat pada diri setiap manusia tak memandang dia
seorang beriman maupun orang tak beriman (kafir).
Bagaimana manusia bisa berbuat demikian, hidup sekedar memuaskan
nafsunya? Ada empat faktor yang
mempengaruhi manusia bisa berbuat seperti ini : pertama, KEBODOHAN. Kebodohan
adalah kubangan yang busuk baunya, mengikat setiap yang mempunyai hawa nafsu
dengan kebusukannya sehingga iapun tenggelam dan menyelam dalam lumpurnya yang
berbau busuk. Kebodohan merupakan faktor
terbesar yang merintangi perjalanan seseorang kepada Allah Azza Wa Jalla.
Merintangi kaki dari belenggu yang mengikatnya. Merintangi ruh yang akan
melepaskan diri dari belenggunya (QS. Al An-aam : 111).
Kedua, KETAKUTAN. Ketakutan adalah
Yaitu takut secara naluri manusia seperti takut kepada musuh yang kuat, takut
kehilangan teman atau jabatan, takut hewan buas dan takut dengan api yang tidak
terkendali. Ketakutan ini diakibatkan oleh lemahnya aqidah yang dimiliki (QS.
Al-Imran: 175).
Ketiga, LALAI. Lalai adalah Sifat lalai menyebabkan orang
terjerumus ke dalam neraka (QS. Yunus : 7-8).
Lalai menyebabkan seseorang berpaling, menyebabkan seseorang menyikapi
peringatan ayat-ayat Allah dengan senda gurau.
Kehidupan dunia telah menyibukan dirinya untuk selalu mengumpulkan uang
dan menghitung-hitungnya. Sibuk dengan berbagai macam buah-buahan yang hendak
dimakannya dan berbagai macam jenis minuman yang hendak ditenggaknya.
Kehidupannya hanya berisi senda gurau dan main-main belaka. Kehidupan dunia
telah menipunya. Dia tidak punya waktu sedikitpun untuk mendengar perkataan
yang bermanfaat bagi kehidupannya di dunia dan di akhirat.
Keempat, KESOMBONGAN, Kesombongan adalah rasa percaya diri yang
berlebihan yang menghalangi orang untuk menerima kebenaran (QS. Ghafir: 60).
Setelah mengetahui bagaimana manusia lemah dalam idiologi atau
aqidah yang dimiliki oleh manusia, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana
bisa membentuk proses manusia untuk menuju manusia sejati? Proses pembentukan aqidah yang baik adalah
dimulai dari manusia lahir dengan dikenalkan pada prosedur atau aturan-aturan
yang termaktub dalam al qur’an. Karena al
qur’an adalah pegangan manusia ketika mereka melakukan perjalanan kehidupan di
dunia.
Al Qur’an diturunkan sebagai kompas hidup manusia, karena di
dalamnya mengandung unsur: pertama fungsinya sebagai petunjuk. Al-Quran menjadi
petunjuk bagi manusia secara umum, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, dan
petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Kedua, Fungsi Al-Quran sebagai pemisah
adalah Al-Quran dapat memisahkan antara yang hak dan yang batil, atau antara
yang benar dan yang salah. Di dalam Al-Quran dijelaskan beberapa hal mengenai
yang boleh dilakukan atau yang baik, dan yang tidak boleh dilakukan atau yang
buruk. Ketiga, Fungsi Al-Quran bisa
menjadi obat penyakit mental di mana membaca Al-Quran dan mengamalkannya daoat
terhindar dari berbagai hati atau mental. Meskipun Al-Quran hanya sebatas
tulisan saja, namun membacanya dapat memberikan pencerahan bagi stiap orang
yang beriman. Keempat, Fungsi Al-Quran sebagai
bentuk pengajaran, nasihat-nasihat,
peringatan tentang kehidupan bagi orang-orang yang bertakwa, yang berjalan di
jalan Allah. Nasihat yang terdapat di dalam Al-Quran biasanya berkaitan dengan
sebuah peristiwa atau kejadian, yang bisa dijadikan pelajaran bagi orang-orang
di masa sekarang atau masa setelahnya.
Oleh karena itu mengenali diri sendiri menuju manusia sejati
dimulai dari kita berpegang pada Al Qur’an dalam kehidupan sehari hari. Hal ini sejalan dengan firman Allah yang
menyatakan bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk dan pedoman bagi ummat
sekarang, bahkan Rasulullah SAW bersabda dalam khutbah beliau di haji wada’
bahwa barang siapa yang berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam
kehidupannya, maka pasti kehidupannya akan selamat, baik di dunia maupun di
akhirat kelak.
Menuju Manusia Sejati
Dalam kesadaran kita jika kita belajar dalam filsafat islam/jawa
khususnya, bahwa manusia akan mendapatkan pengetahuan jika kita bisa membuka
dan menyatukan apa yang ada di diri kita.
Self yang ada dalam diri kita terdiri dari tiga bagian yaitu: panca
indra, rasa hati dan pengertian (pemahaman).
Panca indera adalah lima bagian yang dapat kita lihat, rasa, raba,
dengar dan cium. Sedangkan rasa hati
adalah tentang bagaimana kesadaran diri
yang memahami tentang keberadaan akau dimana aku dapat merasakan senang,
susah, bahagia dan lain sebagainya. Diri
kita yang ketiga adalah pengertian (pemahaman), diri ketiga kita inilah yang
sebetulnya merupakan decision maker dalam kehidupan kita sehari-hari. Kegunaan pengertian (pemahaman) adalah dapat memberikan, menentukan dan
memberikan keputusan mengenai hal-hal yang berasal dari panca indera dan rasa
dihati. Maka inilah yang disebut dengan pemahaman atau pengertian.
Manusia sejati adalah manusia yang mampu mengelola kedua hal
tersebut menjadi satu kesatuan. Kita
sadar bahwa kita bagian dari Tuhan (atau ada yang lebih frontal mengatakan diri
kita adalah Tuhan), kita punya rasa hati yang bisa mempertimbangkan apa yang
menjadi keinginan dari panca indra.
Inilah yang disebut dengan mindset manusia sejati. Mindset manusia sejati dalam berpikir yang
ada dalam diri akademisi atau mahasiswa adalah mind set yang tidak hanya
bersifat obyektif namun juga harus bersifat subyektif. Namun memandang bahwa
obyektifitas dan subyektifitas itu ada sebagai satu kesatuan yang harus
dipahami dan dijalankan secara besama-sama.
Mindset manusia yang dikembangkan selama ini berdasarkan hal tersebut perlu adanya pendekatan
tambahan yang sifatnya spirualitas dan religuitas.
Mindset manusia sejati akan terjadi jika kita berpegang pada Al qur’an
sebagai pedoman kehidupan kita sehari-hari.
Belajar dari kalam Illahi merupakan suatu keharusan untuk mendekatkan
diri manusia kepada sang Pencipta. Dengan
Belajar berarti kita umat yang terpilih dan dipilih oleh Allah untuk menjadi
abdi dan wakil dari san pencipta.
Amiin ya rabb.
Komentar
Posting Komentar