DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

 

PUISI DIRI DAN PAKAIAN 

Banyak wanita yang berpakaian minim...  mereka  tidak telanjang... dan mereka tidak keliru dan tidak "berdosa"... karena mereka tahu dan mengerti makna pakaian yang dipakai...
Namun banyak wanita yang berpakaian berlebih... mereka seperti telanjang... dan mereka  keliru atau "berdosa"... Kerena mereka tidak tahu dan tidak mengerti makna pakaian yang dipakai....
Tetapi banyak wanita yang memakai gamis.... dari bahan sutera yang dibordir indah... dan mereka tidak untuk mempercantik diri.... melainkan untuk menjaga kecantikan mereka.... dari mata dan mulut yang penuh gairah....
Pakaian bukanlah kain yang dipakai... Gamis bukanlah panjang atau motifnya pakaian...
hijab bukanlah menutup "aurat" yang ada... melainkan pakaian hati yang selama ini lalai kita pikirkan
Pakaian adalah menjaga kebersihan hati yang kita miliki... pakaian hati adalah keimanan yang kita miliki... hati adalah "aurat" kita... maka menutup "aurat" adalah menghindari kotoran yang merusak  hati manusia....
Hati yang bersih adalah bekal manusia di perjalanan... bukan materi yang mendominasi bekal perjalanan... karena dengan hati yang bersih akan menemukan akal... dan dengan akal akan memudahkan konektivitas diri kita dengan sang Pencipta.. 
.Ki ageng Sumingkir, 22/11/2020   


 Fenomena sekarang ini diri kita sering terjebak pada hal-hal yang bersifat materi dan fisik,  yang berarti semua diukur dengan panca indra (Mata, mulut, hidung, tangan/kulit, dan telinga).  Pemahaman materi dan fisik ini sudah menjajah pemikiran kita, mungkin dikarenakan pengetahuan yang selama ini kita pelajari selalu di doktrin dengan pemahaman-pemahaman seperti itu. Dan ketika doktrin-doktrin itu ada yang menyentuh dengan mengingatkan kebenaran, maka diri kita akan marah.  Kemarahan diri kita karena berhubungan dengan ego dan atmosfir yang selama ini menguasainya.

Sebagai ilustrasi untuk pemahaman tentang fenomena tersebut untuk diri kita, adalah contoh sebagai berikut: Diri kita adalah manusia yang merupakan makhluk sosia yang suka untuk berkumpul,  ketika diri kita berkumpul pasti akan selalu berkomunikasi.  Ketika diri kita berkumpul dan berkomunikasi dengan sesama orang akan lancar-enak jika memiliki tujuan yang sama.   Berkumpulnya diri kita dengan banyak orang akan menjadi magnet tersendiri bagi "pengganggu" untuk membicarakan orang (baik itu pembicaraan yang baik atau membicarakan kejelekan orang).   

Sadar atau tidak bahwa berkumpulnya diri kita dengan orang lain akan menciptakan "magnet yang membentuk atmosfir" dan "culture". Jika bertemunya dan berkumpulnya diri kita itu menjadi sebuah rutinitas dan kebiasaan maka magnet/ atmosfir pun akan menjadi kuat dan menyebabkan orang-orang yang lemah tapi mau untuk mengikutinya akan masuk kedalamnya.  Namun ketika ada benda asing yang masuk ke magnet/atmosfir/culture kita yang "menyampaikan" sebuah kebenaran maka benda itu akan ditolaknya.  Jikapun benda asing itu bisa masuk maka benda itu akan terbakar dan menjadi lemah.  Lemah dan terbakarnya benda asing itu bukan berarti  kalah, tetapi mereka berada dalam kondisi yang salah tempat.   

Betapa hebatnya kekuatan magnet atau culture yang dibentuk oleh diri kita yang sering berkumpul dengan orang banyak. Kekuatan ini disadari atau tidak pasti akan mempengaruhi diri kita.  Lebih-lebih jika diri kita lemah prinsip maka otomatis kita tersedot (mengikuti arus dominan) dengan pemikiran yang keliru terhadap sesuatu hal. Dan jika diri kita memiliki prinsip yang kuat maka akan terpental atau terbakar.  Tidak ada benda asing yang kuat masuk ke atmosfir/culture itu jika kita hanya manusia lemah.  Karena disitu api sudah menyala dan dirikita bagaikan kayu bakar yang bisa membuat api menjadi besar  sehingga mampu membakar nafsu untuk memanjakan nafsu orang-orang yang di dalam culture tersebut.  Akibatnya orang yang berbeda pemikiran atau berbeda pendapat dengan orang yang ada disitu bagaikan sifat magnet/atmosfir maka akan dipentalkan dengan daya magnet atau dibakar bagaikan yang diciptakan oleh "culture" tersebut.

Alangkah bodohnya diri kita jika kita selama ini dan selalu berpijak/ tidak menyadari hal itu,  banyak peringatan dari sang Pencipta agar kita memilih teman teman yang sepemahaman agar langkah perjalanan kita tidak keliru.  Peringatan sang Pencipta ini merupakan sebuah indikasi yang harusnya dimaknai secara lebih mendalam, karena DIA tahu kuatnya magnet/atmosfir yang diciptakan oleh orang yang berkumpul. Namun kebodohan diri kita tidak akan mampu memahami makna dan peringatan itu, lebih-lebih jika kita  hanya mengandalkan ilmu yang rendah dan prinsip hidup yang merasa "kuat". 

Contoh ilustrasi diatas menunjukkan bagaimana diri manusia yang lemah harusnya mampu untuk melakukan perjalanan di kehidupun dunia ini. Namun karena manusia terselimuti hati dengan berbagai pakaian yang ada menjadikan diri tuli dan buta untuk melihat fenomena tersebut. Namun banyak juga yang tahu akan hal tersebut tetapi masih saja mereka lakukan karena mereka lemah dalam prinsip hidupnya dan terkekang dalam batas pemahaman "kecukupan materi",  karena selama ini kita selalu diajari dengan paham materialisme yang mempelajari pemahaman tentang "kecukupan materi" saja.

Pemahaman ilmu yang kurang benar dan ketakutan diri kita akan kondisi di dalam perjalanan kehidupan kita ini diakibatkan oleh "pakaian" yang ada dalam hati.  Ketika pakaian hati kita semakin tebal maka akan mengakibatkan penyakit hati yang banyak, sebaliknya semakin tipis pakaian hati kita akan menyebabkan naluri dan nurani kita berontak terhadap kondisi yang menyebabkan arah yang salah dalam berkehidupan di dunia ini.

Pemahaman akan alat (pakaian) akan tepat jika orang memiliki maksud dan tujuan digunakan alat (pakaian) yang dipakai.  Namun sebaliknya jika seseorang memiliki alat (pakaian) tapi tidak mengerti makna dan kegunaannya maka seperti seorang pedagang sayur yang memakai stetoskop (alat dokter) untuk berjualan.  Fenomena alat (pakaian) yang tidak berdasarkan makna hanya sekedar perhiasan agar dirinya di kira seorang dokter namun digunakan untuk jualan sayur adalah hal yang biasa terjadi di dunia ini.

Dengan pemahaman ilmu yang benar dan kesadaran diri untuk selalu belajar pada buku Panduan adalah merupakan langkah untuk manusia dalam menempuh perjalanan di kehidupan di dunia ini.  Langkah ini dimulai dengan membuka selimut hati yang selama ini menyelimuti diri kita yang selama ini selalu dihiasi dengan topeng topeng kehidupan.  Ketika selimut terbuka maka diri manusia akan dapat melakukan lelaku untuk menemukan jati diri yang sesungguhnya.  Dengan jadi diri inilah diri kita mampu melawan gravitasi magnet dan atmosfir (culture) untuk mencapai batas yang tidak terbatas yaitu kehampaan diri untuk menuju diri sang Pencipta.  Bentuk kehampaan diri adalah sebuah kepasrahan diri kepada sang khalik atas lelaku diri di kehidupan di dunia.

Ketika jati diri manusia sudah ketemu dan menemukan ruang kehampaan maka bagaikan astrolab yang dapat digunakan untuk menemukan hakekat manusia.  Astrolab adalah wujud benda yang bisa menemukan hakekat mana benda tersebut, karena bisa mewakili apa yang dilihat dan dipelajari untuk kehidupan manusia. Karena sang Pencipta sudah menjajikan/menjadikan diri kita sebagai astrolab ketika kita diciptakan dan dilahirkan dimuka bumi ini. 

Maka dalam tulisan ini akan membuka wacana tentang diri kita sebagai manusia sebagai astrolab sang Pencipta. tulisan ini  akan akan mendiskusikan tentang astrolab, dan astrolob sang Pencipta.

Astrolab 

Astrolab adalah merupakan alat perbintangan kuno yang dibuat dari tembaga yang digunakan oleh para astronom untuk menghitung naik turunnya bintang-bintang/planet yang ada diluar bumi.  Alat ini hanya bisa dipakai oleh astronom, namun setiap diri kita yang mau mempelajari ilmu astronomi pasti diberi pemahaman tentang ilmu perbintangan sehingga mampu untuk membaca perbintangan dengan alat itu.  Dan astrolab ini juga diciptakan oleh seorang muslim yang belajar dari buku Panduan yang diberikan oleh sang Pencipta untuk kehidupan manusia.

Sementara ini diri kita dengan keterbatasan ilmu masih mengakui bahwa ilmu tertinggi dalam kehidupan manusia adalah ilmu perbintangan.  Dengan ilmu perbintangan yang ada menyebabkan manusia bisa membaca atau meramalkan sesuatu dimasa yang akan datang yang berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dengan astrolab itu. Dan banyak yang menyamakan bahwa dengan menguasai ilmu perbintangan maka sama halnya seperti menguasai ilmu nujum, karena bisa melihat dan memprediksi sesuatu yang terjadi di masa yang akan datang.

Karena hal tersebut astrolab merupakan media untuk pedoman dalam melihat tingkah laku, lintasan dan pintasan, perputaran, tanda tanda dan pengaruhnya  tata surya terhadap kehidupan manusia di bumi.  Dengan demikian astrolab sebetulnya merupakan cerminan bintang-bintang di langit, dan adalah wujud dari diri kita,  karena sang Pencipta memberikan dan memuliakan manusia seperti halnya astrolab untuk bisa hakekatnya.  Pemahaman ini diartikan bahwa manusia ini adalah merupakan cerminan alam raya maka pada hakekatnya manusia berfungsi seperti astrolab yang mampu untuk melihat pintasan, lintasan dan hal-hal yang berhubungan dengan perjalanan sebagai musafir untuk menjalankan perintah sang Pencipta.

Manusia astrolab sang Pencipta

Dalam membahas manusia astrolab sang Pencipta, teringat sebuah  pepatah yang mengatakan bahwa "barang siapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya".  Hal ini seperti astrolab adalah merupakan cerminan tata surya yang ada di alam raya ini.  Demikian juga dengan manusia yang merupakan astrolab sang Pencipta.

Sebagai astrolab sang Pencipta maka diri kita seharusnya mengenalNYA,  ketika diri kita diciptakan oleh sang Pencipta maka sudah dibekali sebuah buku Panduan untuk mengenal dan mengetahuiNYA.  Maka ketika diri kita mampu membaca astrolab maka seharusnya diri kita melebur dengan diri sang Pencipta dengan segala bentuk ilmu dan keindahan.  

Itu seharusnya dilakukan oleh setiap manusia di dalam mencari dan memahami ilmu untuk kehidupan dan bekal diperjalanan.  Dan Sang Pencipta menjanjikan diri kita adalah astrolab seperti cermin yang ditutupi dengan keindahan, serta ditutup diri kita dengan hikmah-makrifah-karomah.  Dengan kelebihan yang diberikan itu akan menjadikan diri kita memiliki motivasi hidup yang kuat dalam meneruskan lelaku perjalanan seorang musafir di dunia ini. 

Batasan-batasan dan atmosfir yang selama menjaga kuat diri kita bukanlah batasan yang menjadikan diri kita lemah dan putus asa, namun merupakan batasan yang bisa kita lampaui dengan melompat atau menerjang seperti astrolab tersebut.  Ketidak mungkinan atau angan-angan yang setinggi langit yang selama ini hanya sekedar harapan bukanlah hal yang mustahil kita capai.  Karena diri kita sudah menjadi kekasih dan melebur menjadi satu dengan sang Pencipta.

Pemahaman ini bukanlah sekedar pemahaman tanpa arti, namun pemahaman ini adalah bentuk belajar dari sesuatu yang sudah terjadi dan sudah dijelaskan dalam buku Panduan.  Namun banyak dari kita menolak akan pemahaman ini dikarenakan "culture" yang sudah membentuk dan membatasi manusia untuk berpikir.  

Culture yang selama ini berkembang di lingkungan kita adalah culture yang hanya berpikir masalah ilmu di dunia (materi), maka ketika disentuh dengan ilmu langitan diri kita akan menolak.  Resistensi dari pemahaman ilmu langitan ini diakibatkan karena kesalahan buku pedoman hidup kita. Anehnya ketika diri kita disalahkan karena salah dalam buku pedoman yang selama ini menjadi acuan kehidupan, kita menolak karena yakin bahwa buku pedoman yang dipelajari benar.  Namun ketika dikatakan bahwa ilmu langitan itu ada dalam buku Panduan kita tidak percaya dan tidak sadar bahwa memang buku pedoman kita salah.

Ngototnya ketika kita mempertahankan bahwa buku pedoman hidup kita adalah buku Panduan yang diberikan oleh sang Pencipta disebabkan diri kita tidak pernah mau belajar lebih, belajar kita hanya sebatas mendengar dan membaca tanpa disertai dengan perenungan yang lebih.  Namun penyebab kesalahan yang utama adalah filosofi dasar kita di dalam mengenal diri kita sebagai manusia sesungguhnya.

Filosofi diri ( Nikmat indra dan akal ) yang selama ini terjadi kekeliruan di dalam memaknai hakekat diri manusia yang sesungguhnya.  Kekeliruan ini mengakibatkan manusia terbelenggu pada paham materialisme yang berdampak pada hilangnya diri kita yang sesungguhnya.  Pencarian banyak manusia akan diri yang sesungguhnya menjadi berbelok ke arah popularitas dan materialitas, hal ini sangat jauh jaraknya dengan diri yang sesungguhnya.

Kekeliruan diri kita atas pemahaman yang salah akan diri ini mengakibatkan diri kita kehilangan keseimbangan dalam kehidupan (baca : hilangnya nurani dan naluri ) .  Ketika ketidak seimbangan terjadi maka pemahaman akan pengetahuan atau ilmu yang ada pada buku Panduan yang diberikan oleh sang Pencipta jauh dari makna dan hekekat yang sesungguhnya.  Alangkah disayangkan ketika diri kita semakin menjauh dari makna dan hakekat dari belajar buku Panduan tersebut.

Kondisi yang demikian ini menyebabkan diri kita tidak akan menjadi astrolah sang Pencipta. Padahal setiap manusia yang lahir adalah astrolah sang Pencipta.  Namun Sang Pencipta se.ndiri menyadari bahwa setiap manusia tidak akan menjadi astrolah dan banyak nantinya akan menjadi "kayu bakar" untuk menjadi bahan bakar di hari kemudian.  Alangkah ruginya jika hidup kita besuk di hari kemudian hanya menjadi kayu bakar untuk bahan bakar pembakaran tersebut 

Cara diri kita menjadi astrolah sang Pencipta adalah: 

Pertama, membersihkan diri kita.  Membersihkan diri kita adalah dimulai dengan membuka selimut yang ada pada diri kita.  Pembukuan selimut ini bukanlah hal yang sepele dilakukan karena selimut tebal yang terjadi diri kita seperti sebuah atmosfir yang kuat menyelibungi diri kita.  Namun pembukaan selimut ini bukan lah hal yang tidak mungkin dilakukan, diri kita bisa melakukan jika kita memiliki keyakinan dan mulai untuk merenung tentang hakekat dan belajar dengan buku Panduan yang sesungguhnya.

Kedua, Berteman dengan para musafir, Hal ini menunjukkan pentingnya kita memilih teman dalam perjalanan dikehidupan di dunia.  Jika kita salah dalam memilih teman maka kita akan terjebak pada magnet atau atmosfir kehidupan yang salah, mengakibatkan akan semakin tersesat kehidupan kita.  teman yang baik adalah teman yang seperjuangan dalam perjalanan kehidupan.   Teman yang baik adalah teman yang paham akan keseimbangan kehidupan antara jasmani dan ruhani.  Memang bukan hal yang mudah menemukan teman yang seperti itu dikehidupan sekarang ini, karena banyak musang yang berbulu domba hidup disekitar kita.

Ketiga, Hidup semuanya karena Sang Pencipta. "meyatakan cinta adalah hal yang mudah, namun melakukan pengbadian cinta adalah sesuatu yang sulit, cinta butuh pengorbanan dan ujian, cinta itu pernyataan yang diikuti oleh bukti dan fakta".   Kehidupan di dunia ini adalah berat.  Ketika manusia lahir adalah manusia yang memiliki rasa optimis mampu melakukan perjalanan kehidupan sebagai seorang musafir yang berbekal pada buku Panduan untuk lelaku kehidupan di dunia ini.  Namun kenyataannya godaan di dunia ini banyak menggoda para musafir, godaan ini mengakibatkan rasa cinta diri kita kepada sang Pencipta goyah yang mengakibatkan hidupnya bukan lagi untuk bekal bertamu kepada Sang Pencipta.

Ya sang Pencipta, Tunjukkanlah segala sesuatu apa adanya, 
Jangan Engkau goda kepadaku sesuatu yang sangat indah, padahal itu sebuah buruk
Jangan Engkau tunjukkan aku dengan keburukan yang sangat buruk, padahal itu sebuah kebaikan 
Oleh karena itu tunjukkanlah kepadaku apa adanya
Agar aku tidak terjatuh ke jurang,
Agaru aku tidak tersesat dalam perjalanan
Amiin.

Magelang,22/11/20


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah