Menemukan Jalan Cinta

 Lihatlah roda pedati di kala berjalan .. Di atas atau dibawah tak pernah bersuka ria atapun berkeluh kesah... Bukan karena hanya benda mati... Tapi karena kerja dirinya yang ingin sampai di tujuan.
Hakekat hidupnya bukan menanggung beban... Tapi sampai tujuan adalah yang ingin dicapainya...  Rasa sombong ataupun bergaya tak pernah ada... Bahkan rasa malu dan berkecil hati  karena terjebak kondisi kehidupan tidak pernah terlintas karena semua dianggap hal yang biasa.
Ooiii ketahuilah diri kita pun laksana roda... Karena hidup ini hanyalah sebatas perjalanan... Tak mungkin berhenti di suatu keadaan... Jalan dan melaju terus dilakukan untuk mencapai tujuan kehidupan.
Jangan lah sombong manakala diberikan kenikmatan... Jangan putus asa manakala terjebak lumpur kondisi kehidupan... Jangan khawatir tentang masa depan... Karena hidup sudah diatur dan dicukupkan.
Bekal sudah menggantung di sisi manusia... Usaha adalah jalannya... Baca adalah lampu penerangnya... Karena semua sudah disediakan untuk kehidupan diri manusia.
Diri adalah roda pedati... Bukan dilihat dari kondisi dan penampilannya...  Namun bentuk dan kekuatannya yang di persiapkan... Karena hidup untuk menempuh medan yang berat penuh dengan jeratan dan tipu daya.
Diri adalah roda pedati... Yang tak dapat bergerak apabila tak ada yang menggerakkan... Karena roda hanyalah bagian dari kendaraan... Awaklah yang menggerakkan.
(KAS, 25/10/2023, Roda Pedati)


 Kehidupan diri kita sering kali digambarkan dalam kiasan sebagai roda pedati.  Terlebih manakala diri mengalami kesedihan dan kepedihan dalam kehidupan yang dijalani.  Maka secara otomatis diri akan memiliki asumsi bahwa kehidupan itu adalah seperti roda pedati yang kadang di atas dan kadang dibawah.   Namun mengasumsikan diri seperti roda pedati bukanlah hal yang salah dan seratus persen bukanlah hal yang benar.  Karena pengasumsian ini hanya dilihat dari hal yang bersifat fisik atau material manakala diri terjepit kondisi kehidupan agar semangat hidup tetap dimiliki.   

Fenomena seperti ini mungkin hal biasa dan sering diri kita dengar dalam keseharian.  Namun dibalik asumsi sebagai roda pedati sebetulnya merupakan tergantung pelajaran yang dalam tentang bagaimana diri menjalani kehidupan.  Pelajaran tentang kehidupan tidak hanya seputar hal yang berhubungan dengan kondisi fisik atau material saja melainkan ada unsur-unsur non fisik atau non material yang ada dalam pembelajaran diri sebagai roda pedati ini.

Ketahuilah tidaklah mungkin peristiwa hanya sebuah gambaran hanya sebatas yang nampak dari luar (jasad/fisik) saja pasti ada hal yang tersembunyi dan memiliki makna yang dalam sebagai pembelajaran untuk kehidupan manusia.  Karena Sang Pencipta telah mengingatkan bahwa dalam kehidupan ini selalu diciptakan dalam keadaan berpasangan.  Maka dalam hubungannya dengan roda pedati ini tidak hanya unsur kegembiraan dan kesedihan yang diri kita alami melainkan juga unsur lain (yang tidak hanya berhubungan materi) yang terkandung di dalamnya.

Gambaran roda pedati sebagai bentuk diri kita sebagai manusia sebagai pemahaman sederhana untuk meyakinkan diri bahwa hidup ini adalah perjalanan mencari cinta.  Cinta dari Sang Pencipta dibutuhkan sebuah perjuangan yang berat dan penuh resiko.  Karena diri hanya berbekal pada Buku Panduan hidup manusia yang menjadi peta untuk perjalanan.  Maka tugas diri bukan mengkultuskan Buku tersebut tetapi mempelajari agar jalan cinta terbentang dengan sinaran pemahaman yang muncul sebagai bekal kehidupan.


Jalan Cinta

Secara sederhana dalam mencari jalan cinta ini dengan gambaran roda pedati seperti pemahaman yang sering diri dengar di khalayak umum.  Maka untuk menemukannya dengan mencari makna yang terselubung di dalamnya.  Karena biasanya diri tak pernah mampu menangkap isyarat  sebagai pemahaman yang ada dan baru memiliki kesadaran manakala diri sudah terjebak dalam kondisi kehidupan.

Sebuah kerugian yang besar manakala diri sering berperilaku seperti ini  (melihat sesuatu dari jasadiyah atau sesuatu yang nampak saja) dan mungkin menjadi pemahaman atau kebiasaan umum.  Padahal  Tuhan sudah mengingatkan diri kita sebagai manusia agar diri menggunakan akal untuk menemukan sebuah pemahaman.  "Apakah diri tidak berpikir atau apakah diri tidak mengetahui" adalah sebuah permyataan yang tegas kepada manusia untuk selalu mengedapankan pikir bukan perasaan ataupun kebiasaan.

Roda pedati sebagai pelajaran diri kita sebagai manusia untuk menemukan jalan cinta adalah dengan cara memahami hakekat dan fungsi roda tersebut.  Roda adalah benda mati yang akan bekerja manakala dirinya mampu memiliki as roda dan penggerak atau yang menggerakkan.  Manakala dua hal tersebut tidak ditemukannya maka fungsi roda tidak akan lengkap dan hanya sebagai sebuah benda mati saja yang menunggu rapuhnya saja.

Demikian juga diri kita yang sama seperti hakekat roda pedati ini.  Manakala diri tidak menemukan as (ruh) yang ditiupkan oleh Sang Pencipta dan menemukan penggeraknya maka bukanlah diri kita hanya seperti benda mati (hidup yang sekedar hidup) yang menunggu kematiannya saja.  Bahkan mungkin diri kita hidup ini seperti bukan berperilaku manusia sejati akibat tidak memahami as dan yang menggerakkan hidup diri kita dalam kehidupan sekarang ini sehingga kerusakan dan pertumpahan darah adalah muara dari segala aktivitas kehidupan.

Pertama, Memahami as roda pedati.  Perumpamaan roda pedati seperti kondisi diri kita sebagai manusia agar mampu "kerja" sebagai hakekat manusia sesungguhnya yang mampu menjalankan tugas sebagai kekasih dari Sang Tercinta adalah dengan menemukan "as" kehidupan.  Karena tanpa "as kehidupan" ini diri bukanlah hidup dalam kondisi yang ideal.

Memahami as kehidupan sama halnya dengan mengenal indra diri manusia. Elemen yang dikaruniakan kepada diri manusia hakekatnya sama dengan makhluk lain yang diciptkanNYA.  Elemen tersebut adalah tiga hal yang terdiri dari pikir-perasaan dan keinginan serta satu hal yang merupakan alat untuk mencapai pembeda yaitu hati atau qolbu. 

Sebetulnya kepemilikan hati atau qolbu ini sudah diberikan kepada seluruh diri kita sebagai manusia.  Namun karena kondisi kehidupan yang dijalani menjadikan terselimuti dengan sebuah standar kehidupan yang keliru.  Sehingga menjadikan hidup bagaikan benda mati yang hanya menginginkan kepentingan atau kebahagiaan dirinya sendiri serta melupakan kepentingan diri orang lain.  Egolah puncak dari perjuangan diri manakala diri tidak mampu membuka  selimut hati tersebut.

indra manusia

Hati atau qolbu manusia yang mampu dibuka selimutnya itulah hakekat as kehidupan diri sebagai makhluk yang sempurna. Manakala hati sudah bekerja maka indra manusia akan bekerja seperti roda pedati yang berputar sehingga mampu berjalan dan mengambil keputusan yang tepat seuati dengan fitrah dan kehendak Sang Pencipta. Hal inilah yang diharapkan oleh Sang Pencipta atas diciptakan diri sebagai manusia.

As kehidupan yang ketemu tersebut maka akan membawa diri (ke arah kanan dari gambar tersebut) untuk menemukan hakekat akal sebagai konektivitas diri dengan AKU. Sebuah kesempurnaan yang ada dalam diri manusia yang diberikan kepada semuanya.  Namun tidak semua diri kita mampu memahami hakekat ini akibat dari penjara pemahaman yang dimiliki.  

Kedua, Menemukan awak sejati.  Sebuah roda pedati akan bekerja manakala sudah memiliki as dan menemukan pengemudi yang memiliki kemampuan mengendalikan pedati agar dapat jalan dengan baik.  Pengemudi atau kusir inilah sebetulnya sang awak yang mengarahkan dan mengelola laju perjalanan pedati sampai pada tujuan yang dikehendaki.

Demikian juga diri kita sebagai manusia butuh "pengemudi" yang tepat untuk mampu menempuh jalan cinta.  Ketika diri tidak mampu menemukan "pengemudi" yang tepat maka diri akan selalu hidup dalam keluh kesah dan kekhawatiran serta dalam keputusasaan dalam perjalanan.  Akibatnya diri tidak pernah merasa nyaman dalam menyusuri jalan cinta bahkan menemukannya tidak akan berhasil.

Bagaimana diri mampu menemukan pengemudi yang handal sebagai kusir fisik kita ini?  Ingatlah ada pengemudi palsu yang selalu siap dan menggoda serta meyakinkah diri kita bahwa dirinya adalah awak yang tepat.  Jika ini tidak disadari dan diri tidak pernah belajar pada pemahaman yang benar maka pasti akan memilih pengemudi yang palsu ini karena dirinya memiliki strategi yang hebat untuk itu.

Dengan selalu "baca" akan memberikan gambaran yang tepat dalam memilih pengemudi yang benar untuk membawa diri kita menyusuri jalan cinta.  Bukan hal yang sulit dilakukan untuk menemukannya cukup dengan rutin "baca" dengan cara baca yang benar.  Karena itu merupakan jalan Sang Pencipta yang diberikan kepada kita sebagai bentuk sayangNYA kepada umat manusia.  Kesadaran perlunya baca pemahaman yang benar perlu dibangun dan jadikan ini sebagai obat kerinduan kepada Sang Kekasih.

Terima ksih
Magelang, 26/10/23
Salam
KAS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah