Diri: Sudahkah Mengenal Tuhan?

Hatiku telah kutemukan... Bersiap untuk terbang menjemput bayangan...Namun diriku terjatuh dalam kondisi kehidupan... Yang membawaku berenang di telaga kehidupan

Air telaga bukan menjadikan obat atas kondisi kehidupan... Tapi membuat bibit yang ada mulai bertunas.... Tumbuh berkembang menjadi sahabat... Agar diri mampu menemukan hakekat sebagai manusia.

Musuh-musuhku tahu bahwa diri sudah memiliki sahabat... Menjadikan manusia tangguh dan sabar dalam kondisi kehidupan...Ia mulai panik dan kebingungan... Digigit kuku jarinya karena iri dan tipu dayanya tak berguna.

Hatiku telah kutemukan... Melawan dan melepaskan diri dari penjara tipuan nasib kehidupan... Dan mengenalkan jalan untuk kembali pada Sang Pencipta... Agar esensi diri menemukan eksistensi realitas NYA pada diri setiap manusia.

(KAS, 30/9/23, Eksistensi Realitas Diri)


Bukan mengajak diri berandai-andai dan juga bukan mengajak berpikir secara berat ketika membahas "apakah diri ini sudah mengenal Tuhan?".  Namun diri ini hanya berusaha untuk mengajak agar selalu melakukan perbaikan agar kualitas kehidupan sebagai manusia dari hari ke hari dapat meningkat.  Usaha ini dimaksudkan agar mampu mengenal Tuhan secara "sempurna" tidak hanya mengenal Dia seperti angan-angan atau bayangan yang selalu terbenam dalam benak kita.

Kata "tak kenal maka tak sayang" itulah sebuah peribahasa yang pas tidak hanya berlaku dalam hubungan horizontal diri di kehidupan di dunia ini.  Namun hubungan tegak lurus harus seimbang ketika lurus berarti kita mengenal apa yang "dilakukan dan disediakan" Tuhan kepada diri kita dan tegak berarti kita melakukan "perkenalan" dengan Sang Pencipta.  Mungkin hubungan tegak lurus diri dengan Tuhan ibarat seperti ada "pembatas" yang menyebabkan seperti sebuah tabir yang tabu untuk dilalui sehingga manakala diri berusaha untuk mengenalNYA sudah dipagari oleh kondisi pemahaman yang merupakan pagar dan mungkin tidak akan tertembus bila diri tak menyadari pentingnya mengenal Sang Pencipta.

Membuka tabir angan atau pikir  yang selama ini menjadi pembatas pengetahuan kita memang bukanlah hal yang mudah untuk dilalui.  Dan ini merupakan fenomena umum tentang mengenal Tuhan dianggap sesuatu hal yang tabu bahkan berlebihan dalam kehidupan diri agar diri mampu berkenalan dan "intim" denganNYA.  Sehingga hal ini mengakibatkan diri ibarat seperti asing denganNYA bahkan mungkin hanya Tuhan bagaikan "bayangan semu" yang menakutkan.  Karena ibarat seperti bayangan maka perilaku diri kita sebagai manusia akan takut atau tunduk pada perintahnya manakala bayangan itu nampak namun manakala diri dalam "kegelapan" dan tak muncul bayangan menjadi tabiat diri buas seperti tak memilki kontrol dalam perilakunya.

Fenomena ini muncul manakala pengetahuan tentang DiriNYA tidak seperti yang sesungguhnnya akibat ke"sakral"an tentang ilmu mengenal Tuhan.  Sebuah kerugian manakala diri dalam kehidupan ini selalu mengikuti logika pemahaman seperti ini dan mengakibatkan diri tidak akan pernah menemukan jati diri sebagai manusia yang sempurna.  Padahal Tuhan sudah memberikan kiat-kiat khusus agar diri mampu mengenalnya dengan susuatu yang mudah dan aktivitas yang sederhana yaitu dengan perintah "baca".

Perintah "baca" merupakan tugas pertama diri sebagai manusia dan hal ini sejalan dengan wahyu pertama Nabi.  Maka posisi diri sekarang pun sama seperti beliau Muhammad SAW yaitu "apa yang saya baca" dan diri adalah buta dalam masalah ini.  Walaupun diri pintar dalam membaca tulisan apapun namun manakala dihadapkan untuk mengenal Tuhan akan mengalami kebingungan bahkan mungkin dianggap angin lalu karena merasa sudah mengenal tuhan.  Bukankah perilaku diri seperti ini seperti umat terdahulu pada jaman Nabi manakala lebih menyukai dan percaya dengan pemahaman yang dimilikinya.  

Kesadaran lah yang dibutuhkan agar diri dapat mau belajar pengetahuan tentang mengenal Tuhan.  Membangun kesadaran tentang hal ini bukan sebuah proses yang mudah karena merupakan sesuatu yang "asing" bahkan mungkin diri di kategorikan orang yang aneh ataupun gila.


Cara Mengenal Tuhan

Sebuah nasehat Nabi mengatakan "Siapa yang mengenali dirinya, maka akan mengenal Tuhan". Sabda tersebut merupakan sebuah konsep sederhana yang dikembangkan oleh Nabi dalam mengenal Tuhan.  Konsep ini sering dipakai oleh para sufi atau kekasih Tuhan yang dinamakan sebagai "wahdah al wujud". Konsep ini menjelaskan bagaimana antara Sang Pencipta dan yang diciptakan memiliki sebuah hubungan dalam satu wujud atau realitas. 

Konsep ini adalah sebuah teori realitas tentang manunggalnya antara kehidupan dan pengetahuan.  Realitas kehidupan ada karena Tuhan Maha Mengetahui dan karena mengetahui akibat diriNYA Maha Hidup.  Maka realitas kehidupan adalah tunggal sebagaimana sebaliknya realitas pengetahuan adalah tunggal karena adanya hubungan masing-masing antara yang hidup dan yang mengetahui atau antara Sang Pencipta dan yang diciptakan.

Bukan bahasa yang berat ketika diri berbicara seperti ini ibarat diri manusia adalah sebuah kehidupan maka diri seharus mengetahui tentang ilmu kehidupan.  Demikian juga manakala diri dikatakan sebagai manusia yang hidup seharusnya mengetahui tentang cara-cara kehidupan yang baik menurut pemahaman dan prosedur kehidupan yang benar.  Dan diri dikatakan bagian dari konsep ini manakala diri berpegang pada "baca" (apa yang dibaca/ ilmu apa yang digunakan).

Ketika kehidupan terjadi maka pengetahuan akan membawa diri kita untuk menemukan "eksistensi".  eksistensi ini bukan sebuah keberadaan diri sebagai pribadi melainkan sebuah "nilai yang ada" dan yang menyebabkan diri hidup.  Nilai-nilai yang ada inilah hakekat dari nama-nama Tuhan yang harus menjadi pegangan dalam berkehidupan agar diri mampu memegang amanah dari Sang Pencipta.  

Namun realitanya dalam kehidupan sekarang ini diri tidak memperjuangkan hakekat eksistensiNYA melainkan sebuah nilai diri sebagai manusia.  Sehingga mengakibatkan diri salah jalan akibat ketidaktahuan makna dari eksistensi yang dicarinya.  Maka hal ini dapat dilihat bagaimana diri memperjuangkan "eksistensi palsu" agar diri dapat hidup.  Semua ini terjadi karena diri tidak pernah memahami apa yang dibaca dan tidak heran salah pemahaman atau pengetahuan menjadi dominasi dalam kehidupan di dunia ini.

Kekeliruan diri dalam menemukan eksistensi realitas sebagai manusia disebabkan oleh dua hal: pertama karena sifat diri sebagai manusia yang bersifat tergesa-gesa dan kedua karena tergerak oleh desakan kasadaran diri.    Dua sifat ini merupakan sifat alami dan dasar yang dimiliki karena merupakan bawaan dasar yang dibawa sejak diri diciptakan atau dilahirkan.

Pertama, sifat tergesa-gesa.  Sifat tergesa gesa ini merupakan  sifat alami yang dimiliki bahkan dapat menjadi penjara dalam kehidupan.  Sifat tergesa-gesa ini memunculkan dua penyakit bawaan yaitu rasa kuatir dan was-was sehingga menjadikan diri selalu ingin segera menemukan jawaban atas segala pertanyaan yang muncul termasuk mengenai hubungannya dengan mengenal Tuhan. Kondisi ini diri namakan dengan kecenderungan alami.

Kecenderungan alami ini bagaikan jalan pintas diri dalam segala aspek kehidupan manusia di dunia ini.  Kecenderungan alami ini bukan di dasarkan oleh hal-hal yang bersifat esensi murni (abadi) yang dimiliki melainkan karena dorongan yang muncul dari diri manusia akibat desakan kondisi dan tidak kerjanya indra manusia secara sempurna.  Hati atau qolbu tidak pernah muncul dalam kerja tiga indra sehingga mengakibatkan konektivitas diri dengan Tuhan tidak pernah tercapai. Hal ini mengakibatkan diri memiliki kecenderungan yang instan agar segala kondisi dapat segera diselesaikan.

Kecenderungan diri untuk segera menyelesaikan segala kondisi yang dihadapi kadang melupakan "tugas pokok" sebagai manusia.  Maka tidak heran tindakan yang dilakukan bukan sebagai "respon kondisi" yang seharusnya dijalani.  Mungkin yang dilakukan adalah sesuatu yang terlihat baik namun melupakan keseimbangan sehingga tindakan yang dilakukan lepas dari nilai-nilai atau asma-asma Illahi.

Ketika diri dalam kondisi kecenderungan ini maka menemukan tuhan bukanlah Tuhan Sang Pencipta  melainkan tuhan bayangan yang sesuai dengan imajinasinya (bayangannya). Sehingga tuhan yang dianggapnya akan mengalami evolusi sesuai dengan realitas kebutuhan.  Hal ini diakibatkan diri tidak pernah menemukan obat dari sifat tergesa-gesa sehingga hanya menemukan kesementaraan tuhan dalam wujud bayangan atau imajinasinya.  Bahkan mungkin manusia yang setera dengan diri kita bisa dianggap tuhan karena dianggap mampu memberikan segala bagi kehidupannya.

Kecenderungan alami ini menjadikan diri tersesat pada realitas material yang melihat segala aspek hanya didasarkan pada logika jasadiyah yang memenuhi segala keinginannya.  Maka kecenderungan alami ini di ibaratkan diri tidak menghormati Tuhan dengan penghormatan yang semestinya.  

Kedua, desakan dari kesadaran diri. Desakan kesadaran diri merupakan bibit abadi yang ditanamkan dalam setiap diri manusia. Sebagai sebuah bibit atau benih yang abadi seharusnya selalu tumbuh bersama dengan besarnya jasad manusia.  Namun realitanya pertumbuhan benih ini tak pernah sejalan dengan apa yang diharapkan bahkan mungkin sampai diri kita meninggal bibit itu tak pernah tumbuh.

Bagi diri manusia yang masih hidup dan walaupun bibit tersebut tidak pernah tumbuh akan tetapi suatu saat akan memunculkan kecenderungan yang membangun kesadaran untuk kembali pada hakekat diri sebagai manusia sejati.  Maka desakan kesadaran diri ini dinamakan sebagai kecenderungan abadi.

Kecenderungan abadi ini akan memunculkan kesadaran dalam mencari Tuhan bukan karena dorongan ego atau kebutuhan alamiah dan bukan pula akibat dari bertambahnya pengetahuan yang bersifat kemungkinan. Akan tetapi kecenderungan abadi ini muncul karena kesadaran yang secara sederhana menyeruak di batin manusia agar diri menemukan hakekat kehidupan yang sesuai dengan kehendak Tuhan.  Diri yang bertindak mengikuti kecenderungan ini  menemukan jalan lurus.  Dengan menemukan jalan lurus ini merupakan jalan yang fana karena tidak ada bekas kepentingan diri dan perhatian dalam kehidupan sejalan dengan perintah NYA.

Kecenderungan abadi ini akan membawa diri menemukan eksistensi  Illahi yang terdapat pada diri karena bibit yang ditanamkan dari diri manusia tumbuh.  Pertumbuhannya akan sejalan dengan kapasitas pemahaman pengetahuan yang langsung diterima dari Tuhan melalui proses "baca" yang dilakukan secara kontinyu.  Betapa besarnya pengaruh "tugas baca" bagi setiap diri manusia jika betul-betul dijalankan dengan baik namun bukan hal yang mudah karena banyaknya tembok dan halangan yang dihadapi dalam perjalanannya.


Diri Mengenal Tuhan

Kepemilikan pengetahuan tentang dirinya sendiri sebagai manusia secara benar akan  membawa pada perkenalannya dengan Tuhan.  Mungkin sebuah kalimat yang berat di maknai manakala diri masih terbawa pada pemahaman realitas materialitas.  Namun manakala diri memiliki pemahaman yang melampauinya akan menemukan bahwa sebuah obyek pengetahuan adalah sama karena pengetahuan tentang makhluk berarti menemukan Sang Khalik.  

Diri yang mengenal dirinya sendiri akan membawa pada pengenalannya pada Tuhan adalah esensi dari pemahaman realitas eksistensi yang hakiki.   Pengenalan ini akan membawa diri pada hubungan tegak lurus diri sebagai makhluk dan khalik dalam setiap aktivitas kehidupannya.  Diri yang demikian akibat diri menemukan "kerja" yang sempurna sebagai manusia dan dalam keseimbangan antara fisik dan non fisik (lahir dan batin).   

Namun ada juga manakala diri tidak mampu mengenal Tuhan akibat "proses baca" yang dilakukan secara terus menerus maka hakekatnya adalah mengenal.  Hal ini akibat dari munculnya diri tidak mampu menyadari bahwa Tuhan sudah hadir dari bibit yang sudah tumbuh menjadi besar.  Karena ketidaktahuan adalah bagian dari pemahaman atas pengetahuan tentang  Tuhan itu sendiri.  

Dua tipe diri yang mengenal Tuhan itu adalah seperti diri yang menggunakan sebuah cermin.  Di satu sisi diri mampu mengenali bahwa hadirnya bayangan yang nampak di belakang cermin dimana bayangan itu merupakan eksistensi dari esensi keberadaan diri.  Namun disisi lain ketidak tahuan diri akan hadirnya Tuhan akibat diri haus akan pengetahuan yang ingin di milikinya agar selamat dalam kehidupan ini.

Terima kasih,

Magelang, 30/9/2023
Pakde Amin
KAS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah