Kepedihan dan Jalan Cinta

Tak akan dikatakan cinta jika masij merasa sedih... Kehinaan dan kesusahan  hanya sebagai kondisi... Yang harus dijalani dengan penuh arti... Karena itu jalan untuk mencari cinta sejati
Cinta adalah sebuah perantara....  Bukan perasaan yang di damba... Namun bertemunya hati diri dengan Sang Pencipta... Dan Kepedihan adalah bentuk perjuangan semata
Tak akan dikatakan cinta jika masih merasa merana... Kesendirian dan kehampaan hanyalah sesaat... Karena DiriNYA akan datang... Membawa kabar gembira dan jalan kehidupan 
Cinta adalah sebuah perantara...  Bukan karena kasihan dan kehendak diri yang dipuja... Namun keinginan DiriNYA menaruh kasih dan datang membawa membawa perlindungan... Agar perjalanan di kehidupan dapat selamat sampai di rumahNYA
Adakah diri memiliki cinta ini?.... Yang mampu membuat hidup diluar batas dan kendali... Membuat cinta menumbuhkan pribadi manusia sejati.... Bergerak dan sibuk karena menjalani tugas yang suci
Bersyukur lah jika Tuhan memberikan cinta ini... Menjalankan hidup dengan kemurahan dan perlindungan Illahi... Terhadap kepedihan dan kekurangan hanyalah sebatas ilusi logika pikir diri... Karena cinta mencukupkan hingga tak mengenal kepedihan ini.
Berhentilah membaca ini... Jangan diri bacakan pada manusia lain.... Dan biarkanlah cinta yang memberikan tafsir sendiri...
(KAS, 13/10/2023, Kepedihan Dalam Cinta)

Ketahuilah bahwa diri kita ini sebagai manusia diciptakan untuk menjadi makhluk yang sempurna.  Diberikannya diri kesempurnaan karena diharapkan untuk bisa menyenangkan DiriNYA.  Usaha dan harapan yang diberikan kepada diri kita agar dapat menyenangkan dengan dibekali sebuah panduan hidup yang berupa Buku Panduan agar dapat dipelajari dan berisikan pedoman kehidupan di dunia ini. Apabila diri sebagai manusia mampu dan mau "baca" maka hakekat sebagai makhluk yang cintaiNYA.

Namun apakah diri sekarang ini mencintaiNYA?  Maka ketika diri tidak bisa dan tidak memiliki rasa cinta kepadaNYA mana mungkin Tuhan mua menjalin hubungan yang mutualis antara makhluk dan Khaliq.  Hal ini dikarenakan diri jauh dari Buku akibat diri selalu terjerat dalam kondisi rasa khawatir dan was-was akibat tidak memiliki pengetahuan tentang hidup yang benar.

Fenomena jauhnya diri kita dari "cinta" ini bukanlah hal yang aneh karena memang sudah "jalan" skenario kehidupan yang dibuatNYA.  Jalan atau takdir merupakan sebuah hal yang sudah lebih dulu ditulis dalam skenario kehidupan sebelum diri kita diciptakan.  Namun ketahuilah sebetulnya setiap diri manusia digariskan dalam berlimpah kebaikan dari NYA dan kesempurnaan bila dibandingkan dengan makhluk lain.  Akibat dari adanya godaan kondisi kehidupan dan hasutan dari pihak lain (internal maupuan eksternal diri) menjadikan diri sebagai manusia yang lalai atau lupa dengan hakekatnya.

JIka fenomena ini terjadi pada diri kita sekarang mungkin posisi kehidupan yang dijalani sudah sangat jauh tersesat karena lalai dengan cinta.  Menumbuhkan cinta yang ada pada diri bukanlah pekerjaan instan yang serba cepat namun dibutuhkan keuletan dan perjuangan melalui lembah penderitaan dan kepedihan.  Memang lembah tersebut sangatlah mematikan dan menggoda sehingga banyak diri kita yang terjebak disana sampai waktu perjalanan habis di sana.  Akan tetapi tidak semua terjebak disana karena pertolongan dari NYA akibat diri memiliki setetes kesadaran untuk kembali menemukan rute perjalanan pulang ke rumah.

Janganlah diri masih memiliki rasa khawatir tidak mampu untuk kembali menemukan jalan pulang.  Karena Sang Pencipta sudah menjanjikan bahwa manakala diri sadar untuk mendekat maka Diri Nya akan selalu memberikan perhatian.  Kepedihan akan dirubah dengan kebahagiaan dan kesengsaraan akan diubah dengan kepuasan hidup yang tersisa.  Jalan pulang akan terbentang manakala diri selalu "baca" akan segala ayat-ayat Tuhan yang diberikan di depan diri kita sebagai "petunjuk perjalan" agar selamat dalam perjalanan pulang.


Jalan Cinta

Ketahuilah bahwa dalam mengenal jalan cinta akan diberi perbedaan menurut tingkat pengetahuan yang dimiliki.  Karena dalam menemukan jalan cinta ini bagaikan sebuah jalan yang universal namun memiliki arah dan tujuan yang sama.  Banyak perbedaan penafsiran ataupun persepsi yang terjadi disebabkan oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki setiap diri manusia namun jangan saling menyalahkan (bahkan sampai mengkafirkan) karena itu adalah sebuah karunia dari Sang Pencipta.

Kesadaran yang hakiki harus dibangun agar diri dapat menerima perbedaan jalan cinta itu sebagai sebuah karunia NYA.  Hal ini perlu dipahami karena DIA adalah pencipta segala skenario kehidupan dan memahami apa yang dilakukan oleh setiap diri manusia baik yang di lakukan maupun yang ada dalam hati.  Mungkin sering melihat banyak orang lain melakukan perbuatan yang "salah" menurut persepsi diri kita, namun sebetulnya di dalam "kesalahan" yang diperbuat diri orang tersebut telah menemukan jalan cinta.  

Bagaimana mungkin kondisi yang "salah" tersebut adalah jalan cinta yang benar?  Untuk menjawab ini maka langkah diri harus meletakkan  (off) dari pengetahuan yang dimiliki agar diri mampu mampu menangkap atau memahami "apa yang dilakukan" baru dapat menilainya.  Off nya diri ini bukan berarti meletakkan pemahaman yang dimiliki namun sekedar melihat kembali pengetahuan yang ada dalam Buku untuk mencari yang "salah" tersebut. Hal ini dikarenakan diri sudah terbiasa dalam penjara "kebanggaan dengan kepemilikan" pengetahuan yang ada namun sebetulnya hanya sebatas nilai-nilai yang bukan berasal dari Sang Pencipta dan lebih mengutamakan pengetahuan yang berasal dari nenek moyang.

Padahal mungkin ajaran nenek moyang yang diri anggap sebagai sebuah kebenaran yang mutlak ternyata sebuah "hal yang keliru" karena juga sebuah persepsi dari kejadian di masa lampau dan bukan atas dasar yang tertulis dalam Buku.  Maka tugas diri yang memiliki akal seharusnya senantiasa untuk selalu belajar agar diri tidak terseret pada arus "menyalahkan orang lain" padahal orang lain tersebut adalah mengajak diri untuk menemukan jalan cinta.  Bukankah ini sebuah "kekeliruan" yang mungkin tidak disadari dan sering diri lakukan.  Maka "baca dan jaga lisan" dan memaksimalkan penglihatan dan pendengaran adalah tugas utama diri di dalam berkehidupan di dunia ini.

Menemukan jalan cinta bukanlah sesuatu yang mudah untuk ditemukan dalam hidup di dunia ini akibat dari "penjara ilmu" yang sudah ada dalam diri kita.  Namun janganlah diri kuatir manakala diri masih gemar untuk belajar  karena di dalam Buku sudah tersirat bagaimana diri seharusnya menemukan jalan cinta.  Diri kita akan tergerak untuk mencari jalan cinta biasa terjerat pada kondisi kehidupan yang menyebabkan kepedihan hati.  Kepedihan ini diakibatkan diri tidak siap secara internal karena indra (perasaan-pikiran-keingingan) yang diberikan tidak bekerja sesuai dengan tugasnya.

Maka menemukan jalan cinta adalah sebagai berikut: Pertama, Kenalilah diri sendiri. Mengenali diri sendiri artinya diri menemukan identitas sebagai manusia yang sesuai dengan kodratnya baik itu sebagai manusia individu adalah sebagai pribadi manusia.  Dengan mengenali hakekat diri ini otomatis diri akan memahami tugas yang seharusnya diembannya selama hidup di dunia ini.

Mengenali diri secara individu artinya diri harus memahami unsur yang ada sebagai "alat hidup" dalam menjalani kehidupan di dunia ini.  Unsur yang ada dalam diri manusia ini (kosmik) yang merupakan CPU (central processing unit/indra-hati dan akal) yang mampu menghidupkan agar dapat berjalan di muka bumi ini dan memiliki konektivitas dengan Sang Pencipta.  Karena unsur inilah yang seharusnya menjadi kepemilikan diri secara sesungguhnya untuk meraih pengetahuan tentang kehidupan.

Mengenali dan memiliki serta diri mampu mengoperasionalkan tubuh (ruhani dan jasmani) secara optimal ini yang disebut sebagai manusia sempurna.  Pemahaman manusia yang sempurna inilah sebetulnya diri adalah kosmik Sang Pencipta yang akan menjalankan tugas untuk diri dan kosmos (alam semesta).  Dan dengan bekal Buku Panduanlah diri mampu menjalankan dan mengoptimalkan kosmik secara optimal karena menjadi diri yang berkepribadian manusia.

Kedua, Jadilah orang yang menyenangkan. Syarat agar diri menjadi "menyenangkan" adalah harus menjadi atau menempatkan diri sesuai dengan tugasnya dengan menjadi manusia yang mengenal dirinya sendiri dan memiliki kepribadian yang manusiawi.  Maka pribadi yang menyenangkan manakala terjadi jika diri dalam beraktivitas menjadi sesuatu yang enak di pandang dan memiliki aktivitas yang selalu berkebaikan.

Menjadi diri dan pribadi yang menyenangkan ini menjadikan diri dalam beraktivitas tidak pernah memiliki motif lain selain hanya untuk menjalankan tugas yang tanpa pamrih karena dilakukan di jalan cinta.  Hal ini mengakibatkan diri kehilangan penyakit "kekhawtiran" dalam hidup karena apa yang dijalankan pasti akan selalu dicukupkan. Bahkan sifat tergesa-gesa diganti dengan sifat tenang karena berjalan dan berkativitas selalu dalam bimbingan cinta diri kepada NYA.  

Maka muncullah sifat "keintiman" diri dengan Sang Pencipt yang mungkin ini tidak dimiliki oleh para malaikat dan para setan atau jin.  Menjadi pribadi yang menyenangkan dalam keintiman ini ibarat diri dicintai oleh  semua yang mencintai juga dicintai.  Ketahuilah sungguh menyenangkan manakala diri dalam kondisi pribadi yang menyenangkan ini karena merupakan esensi wujud yang sempurna karena diri tidak bertindak secara individual akibat dari adanya cinta Tuhan dalam diri manusia.  Hal ini berarti bahwa pribadi yang menyenangkan akan melakukan tindakan-tindakan yang menyenangkan karena si pelaku dan pembuat tindakan merasa senang dengan apa yang ia buat dan memberikan kerja yang selalu berkebaikan. 

Ketiga, Tentukanlah Jalan Sendiri.  Karena diri mampu menjadi  pemilik atas pengetahuan yang benar karena sesuai dengan Buku maka implementasi dari setiap aktivitas diri harus sesuai dengan pemahaman yang dimilikinya. Mungkin aktivitas yang diri lakukan berbeda dengan aktivitas manusia lain karena memiliki akar pemahaman yang berbeda.  Janganlah berkecil hati manakala pilihan jalan yang diri pilih bukan hal yang umum dimata orang lain karena mereka tidak memahami pilihan jalan yang kita pilih.

Ketahuilah bahwa Tuhan telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya kemudian memberinya petunjuk jalannya.  Maka rasa was-was akibat dari perjalanan yang ditempuh akan digantikan dengan kepemilikan keyakinan yang benar karena sesuai dengan petunjukNYA.  Dan hilangnya rasa takut terhadap manusia atau makhluk lain digantikan dengan rasa takut apabila dirinya tidak lagi dicintai oleh Tuhan.

Perjalanan yang dipandang orang sebagai sebuah kepedihan akibat dipandang "keliru" oleh orang lain tidak lah dirasakan sebagai sebuah cobaan ataupun penderitaan.  Melainkan sebuah pengorbanan dan peringanan beban kondisi agar diri menjadi bersih motiviasi hidupnya karena hidup hanya untuk mengejar cintaNYA.  Kerena DiriNYA serba mengetahui apa yang sedang diri alami sehingga serasa menjadi teman dalam perjalanannya.

Terima kasih,
Magelang, 15/10/2023
Salam 
KAS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah