Igauan Perindu (Mimpi atau Imaginasi)

Panggilan sembahyang telah tiba... Bersiap dan berangkat untuk menunaikannya... Bukan bekal pemahaman untuk menghadap yang disiapkan... Namun sekoper masalah beban kehidupan yang dibawa
Panggilan sembahyang telah tiba... Saat yang tepat untuk menghadapNYA... Masa yang tepat untuk mengisi kembali daya hidup untuk kehidupan... Agar sang pungguk mampu mencapai bulan
Ooiii apa yang terjadi di sana... Bagaikan kebingungan diri mencari siapa... Karena tak memahami kepada siapa diri menghadap... Hanya ketemukan ilusi dan mimpi saja
Dimana Tuhan berada?...  Padahal diri datang dengan membawa pesan dan permintaan... Besar harapan agar terkabulkan segala permintaan.. Tetapi diri tak menemukan jawaban atas semuanya.
Karena tak tahu dan bingung maka ikuti saja arus para manusia... Ritual gerakan dan bacaan dilakukan... Sekedar  latah kehidupan persembahyangan.
Tak mengena di hati dengan aktivitas yang ada... Tak lepas dari beban kehidupan yang dirasa... Tak kutemukan daya kehidupan yang baru... Persembahyangan sekedar latah dan tradisi kehidupan
Apakah diri tidak berpikir... Apakah kesadaran tak muncul... Apakah selamanya akan seperti ini... Bagaikan diri tidur dalam persembahyangan
(KAS, 20/10/2023, Igauan Sang Perindu)


Seringkali diri kita mengatakan merindukan Sang Pencipta walaupun tidak tahu apakah ini bagian dari mimpi atau imajinasi yang ada dalam diri.  Bahkan mungkin hanya perasaan rindu ini sekedar hiasan mulut yang terucap melalui kata-kata manakala diri berkumpul dengan para sahabat dan kerabatnya.  Hal ini dikarenakan agar diri tidak dicap sebagai orang yang tidak memikirkan keberadaan Sang Pencipta dalam kehidupan sehari-hari.

Fenomena diri kita sebagai manusia yang mengaku merasa rindu tapi tidak memahami hakekat rindu sehingga kerinduan hanya sebagai sebuah mimpi atau imajinasi.  Manakala hal ini terjadi akan menjadikan semakin jauh dari menemukan rasa cinta yang sesungguhnya.  Bagaimana mungkin diri merasa kerinduan yang dalam manakala mengenal esensinya saja tidak pernah dan hanya sekedar tahu dari cerita turun temurun yang di dengarkan dari majelis ataupun dari tradisi keluarga dan masyarakat.  

Maka ketika hal ini terjadi seperti sebuah igauan yang sering diucapkan namun diri tidak pernah memahami apa yang diucapkan.  Bahkan mungkin diri sering menyebutNYA baik dalam ritual zikir ataupun perkataan yang keluar dari mulut manakala dalam beraktivitas hanya seperti diri manusia yang terkena penyakit "latah".  Sebuah aktivitas yang merugi mungkin istilah yang tepat jika ini terjadi pada diri kita atau sebuah sandiwara kehidupan untuk menutupi tingkah laku sehari-hari agar diri dikenal sebagai orang tekun yang beragama.

"Apakah diri tidak pernah bepikir"  adalah sebuah peringatan yang sering ditemui dalam Buku untuk mengingatkan tentang aktivitas hidup yang di jalani.  Teguran yang keras dari Sang Pencipta tersebut  untuk diri kita sebagai manusia agar ingat tentang posisi sebagai makhluk yang sempurna.  Bahwa kesempurnaan bila dibandingkan dengan yang lain yang dibekali  kepemilikan akal bisa digunakan secara maksimal untuk berpikir tidak hanya mengandalkan logika intelektual tentang hidup yang dijalani agar diri mampu menemukan jalan kehidupan yang baik dan benar.


Mimpi dan Imaginasi

Banyak kondisi diri kita dalam aktivitas kehidupan ini dikatakan sebagai tertidur.  Walaupun sebetulnya tidak dalam posisi tidur dengan mata terpejam namun sebuah perumpamaan yang merupakan aktivitas diri dalam kehidupan yang tidak didasari dengan sebuah kesadaran dan pemahaman atas tindakan yang dilakukan.  Maka hasil yang didapat adalah sebuah mimpi yang tidak akan membekas di kemudian hari.

 Diri kita yang tidak memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang aktivitas yang dijalani di ibaratkan seperti posisi tertidur.  Karena dalam mimpi tersebut indra diri tidak bekerja dengan maksimal baik dalam kondisi tidur maupun tidak.  Jadi manakala diri masih belum mampu untuk meng"kerja"kan  indra yang diberikan oleh Sang Pencipta dan hanya hidup seperti hidup saja maka ibarat diri menjalani kehidupan dalam mimpi.  Maka ada istilah mimpi di siang bolong karena diri dalam kondisi sadar namun tidak mampu memiliki kesadaran sebagai manusia yang sempurna.

Maka kesadaran akan muncul dari mimpi manakala diri menemukan fungsi dan tugas indra yang diberikan secara sempurna serta bekerja secara maksimal..  Sedang mimpi dan kemudian diri menemukan indra yang ada namun tidak mampu menghadirkan hati sebagai poros dalam kehidupan maka diri akan tersesat karena diri hanya membangun imajinasi yang salah.  Karena akal akan ditemukan manakala hati mampu bekerja pada tempatnya yaitu sebagai poros kerja dari pikir- perasaan-keinginan.  

Ketahuilah bahwa manakala diri hidup dengan tidak sadar maka dampak dalam kehidupan diri hanya sekedar mengikuti arus yang kuat.  Dampaknya diri tidak pernah menemukan identitas atau nilai diri yang seharusnya dibangun.  Kesadaran bahwa diri yang tidak memiliki bangunan (identitas atau nilai) inilah baru akan sadar manakala sakaratul maut menjemputnya.  Inilah yang sering disebut dengan diri termasuk golongan manusia yang merugi dalam perniagaan kehidupan di dunia ini.

Namun manakala diri mendapatkan hidayah berupa kesadaran dan dilanjutkan dengan aktivitas gemar "baca" agar memiliki dan menemukan pemahaman tentang kehidupan maka hidup sudah pada rel perjalanan sebagai seorang musafir yang mampu menjalankan tugas dari Sang Pencipta.  Datangnya sebuah kesadaran merupakan peta awal agar diri menemukan jalan yang benar (tarekat).  Namun dengan ditemukannya jalan itu pun masih banyak godaan yang mengganggu di perjalanan sehingga diri mudah tergelincir dalam ketidaksadaran dalam menjalani hidup di dunia ini. 

Keyakinan diri diperlukan untuk mempertahankan eksistensi dalam menjalani perjalanan di kehidupan di dunia ini.  Keyakinan muncul dari kepemilikan identitas atau nilai diri yang selama ini dibangun setelah  menemukan jalan kehidupan yang benar.  Maka diri yang selalu yakin dengan jalan hidup dan istiqomah dalam perjalanannya akan menemukan pribadi yang memiliki image dan bukan imajinasi.

Perbedaan image dan imajinasi dibedakan akibat dari diri yang menemukan akal atau gagal dalam menemukannya.  Diri yang gagal menemukan akal diakibatkan hati masih belum bisa bekerja sebagai poros dari tiga indra manusia.  Maka diri ibarat hidup dalam posisi tertidur dan perjuangan hidup adalah hanya memperjuangkan mimpi untuk mendapatkan imajinasi.  Dan hasil  memperjuangkan imajinasi tersebut akan memunculkan ego diri yang berdampak pada aktivitas yang bernilai tambah negatif.

Sedangkan diri yang berhasil menemukan akal adalah pribadi yang dimulai dari mimpi dan dilanjutkan dengan dapat menemukan hati sebagai poros kerja dari indra yang dimiliki.  Keberhasilan ini akan mampu menempatkan akal dalam kehidupan sehingga diri mampu memilih tarekat untuk kehidupannya.  Perjalanan dalam kehidupan melalui tarekat ini dapat berjalan dengan baik maka diri akan mampu membangun image sebagai manusia yang dicintai oleh Sang Pencipta.

Konsistensi dan keyakinan diri dalam perjalanan kehidupan dengan benar melalui tarekat (kerja akal dan konektivitas dengan Sang Pencipta) yang baik akan membangun image diri sebagai manusia yang sempurna.  Maka bukan hal yang aneh manakala diri menemukan realitas kehidupan yang membawa kepada Sang Realitas. 

Sebuah proses yang panjang dan berliku dalam memahami igauan sang perindu.  Karena  ternyata sebuah igauan itu menjadi pelajaran tentang perjalanan kehidupan yang seharusnya dijalani oleh diri sebagai manusia apabila ingin selamat.  

Berhentilah membaca dan renungkanlah semua tulisan diatas sebagai bahan pengetahuan yang perlu dipahami untuk bertemu dengan Sang Pencipta.


Terima kasih.
Magelang, 21/10/2023
Salam KAS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah