DIRI DALAM AMBISI DAN POPULARITAS

PELARI SEJATI 
Hai kalian yang berlari mengejar ambisi... Tak akan puas dirimu berlari... Kecapaian yang akan kamu terima dan bukan popularitas yang kamu temukan... Dirimu tidak akan pernah bahagia karena dirimu sudah memenjara hati dengan selimut yang tebal
Hai kalian yang berlari mengejar ambisi... Larimu hanya karena bisikan serigala yang buas dan selalu siap menerkammu...  Dan menerkam semua yang ada disampingmu termasuk teman-saudara-bahkan sahabat, dan larimu bukan karena kesadaran dirimu... Yang telah tertutup oleh popularitas dan materi 
Hai kalian yang berlari mengejar ambisi... Pelankan langkahmu, tengok dirimu dan jalanmu... Bajumu lusuh dan Jiwamu sudah menjadi kotor, Dan apakah itu yang kamu cari selama ini.. Karena ambisi tak akan bakal kamu raih...
Hai kalian yang berlari mengejar ambisi...  Bukan itu yang dimaui Sang Pencipta atas dirimu... Kamu diminta berlari dan menemukan jalan pulang, agar kamu tidak tersesat... Berlarilah dengan buku Panduan karena di dalamnya terdapat peta yang benar dan membuatmu menjadi pelari sejati
Pelari sejati adalah orang orang yang belari dengan kebenaran... Berlari karena dikejar waktu untuk mencari bekal... Sebagai tiket untuk pulang ke rumah... Rumah sang Pencipta yang begitu megah dan populer
(Ki Ageng Sumingkir 27/11/2020)

Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu dikaitkan dengan time schedule, entah itu longgar atau mepet.  Terlebih ketika kita dihadapkan dengan pekerjaan yang dituntut dengan target maka laksana diri kita seperti seorang atlit pelari yang dikejar untuk menyelesaikan finish.  Memang ini tidak salah jika kita melihat tanggung jawab kehidupan dalam pekerjaan, namun ketika kita dikejar target yang sesungguhnya yang diemban oleh setiap manusia tidak pernah dihiraukan rute "pelarian kita.  Dan malah mungkin pelarian kita yang sesungguhnya dikorbankan/dikalahkan dengan pelarian kita yang berhubungan dengan pekerjaan.  Semua itu jika kita sadari hanyalah sebuah perlombaan lari yang hanya untuk tujuan ambisi dan popularitas diri.

Mungkin banyak dari kita yang tidak setuju dengan paragraf diatas bahkan mungkin memiliki kemarahan dengan penulis atas ketidakcocokan pendapatnya.  Disini penulis hanya menulis tulisan untuk intropeksi diri dan rekan-rekan yang mau menerima nasehat,  karena sadar dan menyadari bahwa sebagai manusia yang mungkin tidak kompenten dan diandalkan untuk menjadi pelari yang hebat seperti teman-teman sekarang yang sukses dalam pekerjaan dan kehidupannya.

Kesadaran diri yang muncul atas perasaan "kekalahan" dalam bersaing akan memunculkan intropeksi diri atas kondisi yang selama ini lupa untuk direnungkan tentang keberadaan diri kita di dunia ini.  Ketika diri kita dikatakan tidak memiliki kompetensi dan tidak dapat diandalkan untuk mengikuti irama perlombaan mereka yang berakibat diri kita  diasingkan dan dibuang dari "culture"  bukanlah menjadi pelemah semangat hidup kita, malah harus menjadi sebuah cambuk agar diri kita bisa melesat bagaikan anak panah yang terbang untuk mencapai garis finish lebih awal. Memang terasa sakit jika kita diasingkan dan dibuang seperti sampah karena kekalahan dalam bersaing, namun ketika kita sadar bahwa itu awal dari kemenangan kita karena kita terbebas dari culture ambisi dan popularitas manusia yang selama ini mereka perjuangkan.  

Kebebasan dari culture tersebut membuat diri kita bisa mundur selangkah untuk mengingat pelajaran dan pengetahuan yang didasarkan atas buku Panduan, karena dengan buku tersebut akan menunjukkan hakekat manusia yang sesungguhnya untuk bisa menjadi pelari yang baik tampak memiliki keinginan untuk memperjuangkan ambisi dan popularitas diri. Kebebasan dari culture akan membawa diri kita pada kemenangan namun tidak ada keinginan untuk dikatakan sebagai pemenang dalam perlombaan, karena bukan ambisi dan popularitas yang menyebabkan diri kita bisa melesat seperti anak panah karena berlari kita dengan menggunakan jurus hakekat diri kita yang sesungguhnya.

Diri manusia yang sudah terbelenggu oleh pengetahuan dan pemahaman ilmu yang keliru karena beda pemahaman dari buku panduan menyebabkan salah persepsi di dalam menafsirkan sebuah "pelarian/perjalanan" dalam kehidupan manusia.  Hal ini menyebabkan sebagian besar dari diri kita dalam berkehidupan selalu bermuara pada keinginan untuk dipuji dan dikomentari dengan komentar yang menyenangkan.  Teori ini merupakan pengetahuan yang selama ini berkembang bahwa kita berperan karena reward and punishment.  

Teori ini bertentangan dengan ilmu yang ada dalam buku panduan, karena dalam buku panduan mengatakan hal ini merupakan sebuah prinsip/aqidah ketika seseorang berbuat adalah didasarkan atas kebenaran dan kemudian bertekad bulat untuk menjalankannya.  Ketika diri kita melakukan kebenaran padahal hal itu bukan hal yang populer adalah sesuatu yang berat, namun karena tekat bahwa kehidupannya bukan untuk memuaskan ambisi dan populer maka diri kita akan tetap menjalankan kehidupan ini dengan resiko yang dihadapinya.  Dan kebanyakan diri kita tidak memiliki keberanian untuk menghadapi resiko karena diri kita tidak memiliki pengetahuan dan prinsip dalam kehidupan.

Cara Mengekang Ambisi dan popularitas

Menjadi orang yang dikenal, selalu dipuji, dan selalu mendapat penghormatan dimanapun adalah sebuah ambisi yang keliru. Memang hal itu hal yang wajar dan lumrah bagi setiap manusia yang masih menghirup nafas segar, tapi apakah tidak ada hal yang lebih penting dari sekedar dikenal, dipuji dan dihormati.  Jawabnya Pasti ada,  yang terpenting dalam hidup ini adalah menjadi orang baik yang selalu menabur kebaikan dalam kondisi apapun.  Memang berat untuk mewujudkan itu, tapi banyak contoh manusia yang bisa menjadi semangat dalam hidup kita agar kita mampu menjadi seperti mereka.

Melakukan perkara yang benar jika didasarkan pada filosofi yang benar akan menjadikan perbuatan kita ini baik untuk diri kita dan orang lain, namun jika didasarkan pada filosofi yang salah akan mengakibatkan diri kita seperti orang "narsis" karena kebaikan yang ada karena imbalan sesuatu yang diharapkan.  Kebenaran seperti itu sangat jauh dari kebenaran Hakiki, Sang Pencipta berbuat baik kepada kita tidak pernah Dia meminta kebaikan dari kita, maka kebaikan orang yang "narsis"  akan mengakibatkan diri kita jauh dari pertolongan sang Pencipta dan lebih parah lagi musibah akan datang silih berganti.  Semoga kita dijauhkan dari sifat "narsis" ini.

Pengekangan ambisi dan popularitas yang selama ini menguasai sebagian besar dari kita dilakukan dengan cara kembali pada buku Panduan yang telah diberikan oleh sang Pencipta.  Kembalinya diri kita "baca" dan mempelajari secara sungguh-sungguh akan memunculkan diri kita pemahaman pengetahuan baru yang akan meruntuhkan pemahaman yang selama ini memenjara diri kita.

Pemahaman ini dapat dikatakan sebagai filsafat dalam melihat sebuah pengetahuan.  Pengetahuan atau ilmu yang kita pelajari selama ini (secara sadar jika kita merenung) pasti bertentangan dengan kodrat manusia sebagai hakekat makhluk ciptaanNYA.  Filsafat ini yang kita pelajari atau malah belum pernah kita pelajari mengarah pada pemahaman manusia secara fisik/materialisme sehingga dapat dikatakan pemahaman kita dalam berkehidupan terpenjara dalam fisik/materi dalam bertindak atau mengambil keputusan.

Akibatnya dalam kehidupan sehari-hari materi sebagai ukuran dalam segala aspek kehidupan.  Mungkin banyak yang tidak setuju dengan asumsi ini, namun kenyataannya memang demikian.  Aspek jasmani/fisik/materi menjadi penentu utama bagi setiap gerak kita dalam kehidupan, mengakibatkan diri kita keluar dari rel kehidupan diri menjadi diri manusia yang sesungguhnya. Hal ini termasuk dalam dalam belajar ini "agama" semuanya masih mengarah pada pemahaman secara materi yang bisa diterima dengan otak/kepala, dada/rasa, dan perut. (baca: indra manusia)

Pemahaman diri kita yang salah ini mengakibatkan filsafat  yang membawa pada pemahaman ilmu yang kita pelajari ini akan menuju diri kita pada hasrat dan kuasa untuk berkuasa (Baca: Amin, M., Filsafat ilmu Akuntansi yang Baik, 2020).  Maka tak salah lagi jika dalam kehidupan kita pun dalam bekerja atau apapun termasuk berpikir hanya mementingkan materi terutama adalah untuk memenuhi ambisi diri sebagai manusia materialisme dan popularitas untuk mewujudkan ego pada diri manusia. 

Hati kami telah pergi, terlepas dari jasad yang selama ini menguasai
Kemana aku harus mencari, Jika aku masih seperti ini...
Ambil Kapak tebaslah rantai dan penjara,  Lari dan menepi dari kehidupan ini
Bukan kamu kalah, bukan kamu melarikan diri, dan bukan pula kamu jadi pengecut
Namun dirimu Lari mencari jalan yang Lurus, yang tujuhbelas kali kamu baca dalam sehari..
Bukan jalan kesesatan yang selama ini melalaikan dirimu, dari hakekat diri manusia sejati
(KI Ageng Sumingkir, 30/11/2020)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah