DIRI : BERLAKU APA ADANYA

Hati adalah sebuah anugerah penting dari Sang Pencipta... Sebagai sentral dalam kehidupan diri... Yang bisa menyeimbangkan kepentingan jasmani dan ruhani... Dan kelak akan dimintai pertanggungjawabannnya...
Namun hatiku sekarang  tak punya berfungsi... Hanya bagaikan batu yang lunak yang menjadi beban diri... Karena tak terlatih dan tak memiliki bahan bakar untuk digunakan... Terbuai oleh bisikan dan bujukan sang pengganggu...
Mengapa ini bisa terjadi... Padahal diri selalu beribadat, belajar dan bersyukur... Padahal hati selalu diri gunakan untuk pertimbangan dalam kehidupan... Namun kenapa masih jauh dari harapan sebagai penyeimbang 
KAS, 20/5/2021

Berkaca dari banyak cerita yang mungkin hanya sebuah cerita ringan yang sering kita dengar namun jarang menjadi pelajaran dalam kehidupan kita. Dikisahkan ada sebuah raja yang memiliki beberapa pelayan yang selalu melayani dalam kehidupan sehari hari.  Diantara beberapa pelayan tersebut terdapat satu pelayan yang sangat dicintai oleh sang raja.  Pada suatu saat ketika ada tamu kerajaan yang hadir dari negara sahabat maka sang raja menyuruh setiap pelayannya untuk membawa gelas cantik yang berlapis emas.  

Tibalah saat yang dinantikan saat tamu kerajaan datang.  Para pelayan berdandan cantik dan berjejer sambil membawa gelas tersebut.  Ketika tamu datang maka dipersilahkan masuk oleh para pejabat kerajaan dan langsung dipanggilkan sang Raja.  Untuk menghormati tamu tersebut sang raja berdandan elok dengan pakaian kebesaran dan mahkota yang sangat indah.  Melihat sang raja sangat tampan dan rupawan tersebut membuat pelayan yang dicintai raja terkejut sampai jatuh gelas yang dibawanya karena sangat kaget dengan kondisi yang biasa dia lihat.  Melihat pelayan yang dicintai raja menjatuhkan gelasnya maka pelayan yang lain ikut-ikutan menjatuhkan gelas yang dipegangnya karena mereka itu adalah perintah sang raja yang lupa disampaikan ke mereka.  Maka terjadilah sesuatu yang bukan diharapkan oleh  sang raja malah raja seperti tertampar karena merasa dirinya tidak menghormati tamu dengan menjatuhkan gelas didepan jamuan kerajaan.

Cerita ini yang kita bahas adalah perilaku diri para pelayan kerajaan tersebut.  Mereka menjatuhkan gelas itu karena ikut-ikutan dan karena tidak memiliki pengetahuan atau mereka hanya ingin supaya dirinya tidak kalah dengan yang lain sampai mereka melakukan perbuatan yang bodoh agar dirinya tidak kalah dengan yang lain. Kejadian ini sebetulnya juga banyak terjadi pada diri kita sekarang ini.  Jika diri hanya sekedar mengikuti pola hidup orang lain tanpa memiliki ilmu berarti diri hanya sekedar hidup dan hidup karena ikut-ikutan dan tanpa dasar.  Ibaratnya diri hanya butuh kenyamanan walaupun berbuat salah yang penting dirinya ikut arus dari lingkungan yang ada.

Perilaku yang demikian ini sebetulnya bukan merupakan perilaku manusia yang sesungguhnya. Karena diri yang berperilaku seperti ini ibaratnya memiliki mata tidak digunakan untuk melihat atau memiliki telinga tidak digunakan untuk mendengar bahkan dapat dikatakan memiliki indra yang sempurna namun malah tidak dimanfaatkan.  Apakah ini sebuah bentuk syukur akan nikmat dari Sang Pencipta?

Realita diri tidak bersyukur ini dapat dilihat bagaimana akhir perjuangan kehidupan diri kita di dunia ini.  Banyak diri yang tergoda oleh kehidupan dunia karena merasa bahwa kehidupan ini hanya ada di dunia ini.  Malah banyak dari diri kita yang lupa pada kehidupan di akherat atau ingat jika diri dalam kondisi susah atau sedih.  Namun ketika diri dalam kondisi "basah" maka lupa akan semuanya bahkan malah kadang kala "melupakan/membuang" teman yang mengingatkan bahwa kondisi basah akan menyebabkan diri sakit.

Ketidakbisaan diri dalam bersyukur ini adalah merupakan akibat dari ketidak pahaman terhadap posisi dan kondisi diri.  Hal ini bisa terjadi karena diri bukan tidak mau membaca atau tidak memiliki ilmu namun karena kebiasaan diri yang hanya mengikuti pola "ikut-ikutan" dalam hidup di kehidupan ini.  Jika diri sadar dan mau menyadari kehidupan kita selama ini hanya sekedar mengikuti arus saja baik itu arus yang berasal dari keluarga, arus dari pekerjaan, atau arus dari lingkungan.  Diri kita tidak pernah mengikuti hakekat arus yang sesungguhnya yang harus dijalani oleh setiap manusia ketika dirinya diciptakan.  

Padahal arus-arus kehidupan ini adalah arus yang menyesatkan dan menjadikan diri terpenjara dari kondisi yang semakin menyesatkan serta menjauhkan dari hakekat diri. Apakah diri layak dan benar hidup dalam karangkeng budaya yang selama ini memenjara kita? Itulah makna dari agama nenek moyang yang selalu diingatkan oleh para utusan Sang Pencipta ketika mereka diiingatkan untuk kembali ke kebenaran namun para manusia selalu menjawab dengan alasan agama nenek moyang tidak bisa mereka tinggalkan.  Maka akibatnya dampak buruk akan kita terima jika kita masih berlaku seperti ini.

Maka dibutuhkan kesadaran diri yang harus dibangun agar diri dapat berlaku apa adanya  bukan diri yang selama ini selalu sembunyi dengan "topeng dan baju kebesaran". Memang hal ini bukanlah hal yang mudah dilakukan ibarat membalikkan kedua telapak tangan melainkan melalui proses belajar yang panjang.  Seperti kita ketahui bahwa proses belajar inipun juga terdapat batasan diri tentang umur manusia karena tidak disegala umur diri bisa mencapai hakekat ilmu yang sesungguhnya.  

Memang sang Pencipta mengatakan sadarlah ketika masih ada nafas dikerongkonganmu namun apakah diri menunggu sampai titik itu.  Ketika kondisi nafas masih dalam kerongkongan baru dalam alam kesadaran maka bukanlah sebuah kebahagian yang kita capai namun sebuah penyesalan yang panjang karena diri hanya akan mendapat sedikit kebahagian di akherat besuk.

Cara untuk mencapai diri berlaku apa adanya adalah : Pertama, mengenali pemberian Sang Pencipta kepada diri.   Langkah awal ini adalah dengan mengenal indra pemberianNYA yang sangat lengkap dan akan bermakna jika kenal dan digunakan secara maksimal.  Padahal indra yang lengkap ini adalah sebuah "kerja" dari manusia secara fisik dan non fisik.  Namun banyak diri yang tidak memahami indra yang sesungguhnya (baca:mengenal Indra) dan  ketika diri berperilaku demikian tepatlah kalau sang Pencipta mengatakan banyak manusia akan mengalami kerugian.  Peringatan yang jelas dan termaktub dalam buku Panduan inipun tidak menjadi pelajaran diri dalam kehidupan kita sehari-hari.  Dan diri manusia malah memilih hidup dalam kerugian.

Kedua, mencari konektivitas dengan Sang Pencipta.  Untuk mencapai titik ini diri harus banyak memfungsikan indra yang dimiliki agar meraih akal yang merupakan pembeda manusia dengan mahkluk lain. ketika diri meraih akal maka hakekat kemanusian kita sebagai mahkluk yang sederajat dengan hewan lenyap dan layak diri kita sederajat dengan para malaikat yang hidup dengan menipiskan nafsu-nafsu yang dimiliki karena hidup dengan sandaran pada Sang Pencipta.  Ketika hal ini terjadi maka tugas utama diri sebagai manusia akan terpenuhi dan tidak ada rasa takut lagi selain kepada diriNYA.  Karena kehidupan kita sudah dijamin dan menjadi hidup yang apa adanya.

Kedua cara tersebut dapat dicapai jika diri selalu belajar pada Buku Panduan yang diberikan oleh Sang Pencipta.  Belajar Buku Panduan adalah mempelajari dan membaca sungguh sungguh tanpa harus diri memahami karena Sang Pencipta memberikan pemahaman tersendiri jika kita rajin untuk membacanya.  Namun jika diri rajin membaca namun selalu mencari makna dengan membaca literatur-literatur karya orang lain maka diri tidak akan pernah menemukan hakekat ilmu yang sesungguhnya.  Kerena ilmu Sang Pencipta akan diberikan secara langsung olehNYA kepada mereka yang istiqomah mempelajarinya.

Ingatlah sebuah nasehat bahwa diri berasal dilahirkan ibarat menjadi air jernih.  Kemudian kita  langsung berkumpul dengan air jernih atau air kotor.  Namun kebanyakan diri kita sekarang langsung bercampur dengan air kotor.  Ketika diri kita bercampur dengan air kotor maka otomatis diri kita akan menjadi kotor dan selamanya akan kotor karena air kotor tidak akan pernah mengalir sampai ke laut.  Ketika diri memiliki kesadaran untuk menjadi ke fitrahnya maka harus memiliki usaha yang keras agar bisa menjadi hakekat air yang sesungguhnya.  Karena hakekat air yang sesungguhnya adalah air yang bermanfaat untuk kehidupan yang tidak memiliki rasa pahit dan tidak bau serta tidak berwarna.  Jadilah manusia yang seperti air bersih itu. Amin...

Magelang 20/5/2021 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah