Diri Mengenal Produk Kesadaran

 Kesadaran adalah awal dan akhir sebuah perjalanan...  Dikatakan awal karena diri mengenal kembali hakekat hidup sebagai manusia... Dikatakan akhir karena diri masuk dalam akhir kondisi manusia yang sesungguhnya... Dan dua hal ini dipisahkan oleh citra yang tipis..
Hidup kita layak sebagai seorang musafir... yang tidak butuh bekal materi yang berlebih... Hanya bekal ilmu yang dicari... Untuk menemukan kesadaran diri dalam berkehidupan..
Bekal ilmu bukanlah hal yang mudah dicari... Karena setan pun juga punya ilmu dan memiliki strategi yang tidak pernah kalah.. Maka jadilah diri manusia yang mengenal hakekat ilmu... karena diri bukan hamba para setan
Bekal ilmu bukanlah hal yang mudah di dapat... Karena jalan terjal dan panas menjadikan diri penuh dengan kekeringan... diri yang kuat adalah  mampu di perjalanan kehidupan... sebab diri yang berhenti bermusafir akan membuat rapuh sang Jiwa manusia.
Hakekat diri akan tercapai jika kesadaran ditemukan dalam perjalanan.... Menjadikan manusia yang sehat karena selalu melangkah mencari ilmu... Sebab manusia yang melakukan pencarian akan selalu menemukan sesuatu yang baru...Semangat dan melangkahlah diri agar diri dapat menembus batas dan menemukan batas yang tiada terbatas...
KAS, 30/5/2021

Sebuah kisah yang banyak disinggung di buku Panduan dan mungkin itu terjadi pada kondisi diri kita sekarang ini.  Kisah yang menyebutkan sebuah masyarakat yang sampai di utus tiga belas nabi untuk melakukan syiar dan peringatan kepada mereka namun tidak menunjukkan hasil.  Mereka bersikeras dengan pendapat mereka tentang kehidupan yang dijalani.  Ketika diri mereka diingatkan dan diperingatkan untuk kembali ke "ajaran" yang benar selalu memiliki alasan bahwa kehidupan mereka sudah merasa nyaman dan nikmat serta menikmati "kebahagian" atau "kesejahteraan".  Dirinya malah menganggap kehadiran para nabi sebagai utusan Sang Pencipta malah memberikan kesedihan dan ketakutan tentang kehidupannya.

Keyakinan dan nilai nilai yang membentuk prinsip hidup mereka karena kebiasaan atau ajaran yang sudah turun temurun.  Sehingga ajaran hidup mereka hanya di dasarkan atas nilai-nilai leluhur yang diturunkan dari para orang tua.  Ajaran atau  kepercayaan yang berasal dari leluhur ini biasanya hanya berisi nilai nilai hidup agar kehidupan dapat nyaman dan "kebahagian".  Ajaran yang seperti ini biasanya berbeda dengan ajaran yang dibawa para nabi karena ajaran leluhur hanya berisi tentang bagaimana diri bisa menciptakan kehidupan yang sejahtera dan mencapai tujuan kenyamanan dan kesenangan pribadi.  Hal ini berdampak pada tatanan kehidupan manusia yang mengesampingkan nilai nilai hakekat diri sebagai manusia sempurna yang memiliki akal.  

Ketika ajaran yang dibawa oleh para nabi yang membawa nilai nilai Ketuhanan dan bertujuan mengembalikan fitrah manusia sebagai mahkluk yang paling sempurna akan dianggap sebagai bentuk pemahaman yang menolak nilai-nilai leluhur yang berkembang.  Hal ini berdampak nilai-nilai ajaran itu menolak ajaran dari para leluhur yang selama ini mereka anut dan menjadikan dirinya merasa nyaman dan "bahagia".  Penolakan ini bukan karena dirinya tidak memiliki kesadaran namun karena kesadaran yang mereka miliki sudah terpenjara dengan kondisi yang selama ini berkembang di masyarakat.

Kesadaran yang terpenjara inilah yang menyebabkan "kesadaran diri" kita selama ini adalah kesadaran semu.  Kesadaran semu adalah sebuah kesadaran yang kita miliki namun tidak didasarkan atas hakekat ilmu kesadaran yang sesuai dengan buku Panduan.  Dan kesadaran semu ini mengakibatkan diri terbuai dengan kebahagian yang palsu bahkan tidak akan pernah diri mencapai titik kebahagian karena penjara nafsu mengikat diri.  Ketika sebuah kesadaran tanpa di dasarkan oleh ilmu yang ada dalam buku panduan maka menyebabkan derajat diri sebagai manusia tidak naik malah menjadikan derajat yang paling rendah dibandingkan dengan makhluk lain di dunia ini.

Kesadaran yang semu tadi akan berdampak pada salah jalan diri manusia yang menyebabkan empat hal yang selama ini kita kenal (syndrome california).  Hal ini terjadi karena penjara diri yang disebabkan oleh ilmu yang tidak memiliki keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan kebutuhan ruhani.  Sadar atau tidak ilmu yang kita miliki sekarang cenderung bagaimana diri bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan bahkan mematerialkan kebutuhan ruhani sebagai bentuk keputusasaan diri dalam mencari hakekat kesadaran sebagai manusia.  Keputusasaan ini terjadi ketika diri tidak pernah mau mengkaji ilmu ilmu yang ada dalam buku Panduan hidup manusia malah lebih suka mencari ilmu kehidupan yang di dasarkan pada kiblat yang berbeda. Empat hal yang terjadi ketika diri tidak mengenal ilmu kesadaran ini: sebagai pecandu kesenangan, muncul sifat ego dan ke"aku"an, selalu mementingkan diri sendiri dalam tindakan, dan muncul sifat depresif atau tidak bahagia

Diri Pecandu kesenangan

Diri yang berpenyakit seperti ini memiliki filosofi hidup bahwa "kesenangan akan membuatku bahagia dan ketidaksenangan akan membuat hidupku menderita".  Diri yang seperti ini tujuan hidupnya adalah mengejar kesenangan.  Kesenangan bisa diperoleh apapun baik yang benar maupun salah dengan jalan yang baik ataupun dengan jalan keliru.  Ketika diri seperti ini ibarat diri sudah terhipnotis dengan kehidupan yang dipenuhi oleh jerat-jerat nafsu.  Maka apapun yang dilakukan baik hal yang baik maupun hal yang buruk adalah memiliki nilai yang tidak baik.

Banyak kejadian di era sekarang ini orang hanya hidup agar dirinya mampu mencapai tujuan kesenangan hidupnya maka apapun akan dilakukan.  Kecanduan kehidupan yang seperti ini mengakibatkan diri bagaikan minum air laut di tengah lautan yang luas dan diri tidak pernah merasakan kepuasan atas air yang diminum.  Maka dampaknya orang ini akan mati ditengah lamunan mencari kesenangan diri.

Ego dan ke"aku"an

Hal yang sama terjadi ketika diri terkurung dalam "kesadaran" semu yaitu muncul sifat egoisme dan ke"aku'an.  Sifat ini menjadikan diri menyamai sifat ketuhanan yang dimiliki oleh Sang Pencipta.  Sebuah hal yang sangat fatal ketika diri memiliki sifat seperti ini karena diri seolah berlaku seperti tuhan bagi semua.  Maka ketika diri memiliki sifat seperti ini apapun yang dikatakan-diperbuat adalah sebuah kebenaran dan tidak ada yang mampu untuk mengingatkannya karena yang tidak sependapat atau mengganggu dirinya akan di singkirkan bahkan akan di bunuhnya.

Sifat ego dan ke"aku'an ini sekarang ini sudah banyak kita jumpai dan terlebih di era teknologi informasi yang semakin canggih ini.  Layaknya diri sebagai penguasa alam karena apapun dapat dilakukan tanpa harus dirinya bisa menghargai manusia atau makhluk lain yang ada disekitarnya. Muara dari sifat ini adalah kesenangan dan kepuasan pribadi karena semua yang dilakukan karena ke"aku"annya.  

Dan akibat dari diri yang memiliki ego yang tinggi akan berdampak pada pribadi diri yang menutup diri dari peringatan untuk menuju ke kesadaran diri.  Ajakan untuk kembali mengenali diri dianggap sebagai sebuah penyiksaan diri dan keluar dari status nyaman.  Karena pemahaman dirinya bahwa kondisi sekarang ini adalah kondisi yang memang sesuai dengan ajaran para leluhur sehingga ketika ada ajakan untuk kembali ke fitrah manusia dianggap sebagai sebuah ajakan untuk menyiksa dirinya.  

Hal yang mudah dari sejarah yang bisa dijadikan sebagai bahan pemahaman adalah kisah Fir'aun.  Bagaimana dirinya sudah menganggap dirinya sebagai tuhan bagi kaumnya. Maka apapun akan dilakukan ketika dirinya merasa terancam nilai dirinya jatuh termasuk dirinya memerintahkan membunuh seluruh bayi laki-laki yang ada di daerah kekuasaannya.  Maka dikisahkan dirinya pun mati ditengah lautan karena tujuan hidupnya adalah untuk mencapai kesenangan dirinya sendiri.

Menutup diri

Sifat ini muncul ketika dua level diatas sudah menjadi tujuan hidupnya.  Ketika diri sudah memiliki ego dan sifat ke"aku"an yang tinggi maka akan berdampak diri akan menyendiri karena orang-orang akan menyingkir dari dirinya.  Menyingkirnya orang-orang ini karena takut mereka akan di perbudak oleh diri yang sudah dikuasai oleh nafsu.

Sifat menutup diri ini muncul dikarenakan diri menutup nasehat orang untuk mengingatkan dirinya sebagai manusia yang sesungguhnya.  Karena jika dirinya menuruti nasehat orang untuk berbuat kebajikan maka diri tidak akan bisa memuasakan dirinya sendiri.  Pemahaman ini dikarenakan dirinya adalah sutradara dari kehidupan bukan malah menjadi pemain dalam kehidupan.  

Hal yang mudah kita ambil pelajaran adalah diri kita sekarang ini.  Adanya wabah corana ini mengakibatkan diri menutup diri dari layaknya manusia dalam kehidupan di dunia.  Wabah corona ini terjadi akibat dari orang yang mengejar kesenangan dalam berekperimen terhadap penyakit untuk dijadikan pemuas ego orang yang ingin berkuasa di kehidupan dunia sekarang ini.  Sang Pencipta mengingatkan bahwa manusia bukanlah penguasa atau tuhan sehingga sebelum virus ini bisa dijadikan alat untuk berkuasa agar manusia lain bisa menjadi budaknya.  Namun wabah ini juga sebagai peringatan diri kita yang tidak ikut dalam percobaan itu karena mungkin diri kita sudah seperti penduduk negeri Saba yang terkenal dengan keegoan dan sudah merasa tidak butuh Sang Pencipta dalam kehidupan ini.

Sifat Depresif

Sifat ini akan muncul jika hidup diri kita sudah menyandarkan kehidupan pada kebutuhan akan kebahagian yang berlebih.  Ketika segala kebutuhan yang berlebih ini maka yang dominan bermain adalah nafsu diri.  Sifat depresif ini akan mengiringi diri kita jika kita tidak memiliki rasa puas atau bahagia atas segala sesuatu yang dapat dicapai atau diperoleh. Karena sebuah kesenangan jika berubah menjadi candu bukan akan menuju kepada kepuasan atau kebahagian melainkan akan menuju sifat yang serakah.  Jika keserakahan ini muncul dan tidak terpenuhi maka akan berdampak pada hidup yang tidak bahagia.

Kehidupan tidak akan bahagia jika diri tidak memiliki kesadaran hidup yang didasarkan atas ilmu yang ada dalam buku Panduan.  Dan ketika ilmu yang digunakan sebagai dasar kehidupan adalah ilmu yang berbeda kiblat maka ibarat diri minum air laut yang tidak akan pernah merasa kecukupan atau kepuasan.  Rasa inilah yang menyebabkan diri mudah terjangkit penyakit depresif.

Kondisi sekarang diri memiliki materi yang lebih bahkan untuk mencukupi kebutuhan jasmani saja mungkin lebih dari cukup.  Namun kebahagian tidak pernah terpenuhi karena diri tidak memiliki kesadaran akan hakekat diri.  Ibarat diri dijajah olah nafsu yang mengakibatkan diri jatuh ke lembah kesengsaraan dan kebingungan.

Maka perlu sekiranya diri perlu membaca Buku Panduan agar terjadi keseimbangan ilmu dalam menjalani kehidupan di dunia ini.  Ketika diri mau membaca dan memahami ilmu yang ada ini maka hidup diri kita akan dalam kondisi keseimbangan.  Kondisi keseimbangan merupakan sebuah kondisi dimana diri kita terjaga keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan ruhani.  Kebutuhan jasmani dan ruhani tercukupi bukan karena banyaknya asupan yang masuk melainkan dari "kecukupan" akan kebutuhan agar terjadi kesimbangan keduanya.  

Produk kesadaran yang akan keluar dan bisa dimanifestasikan dalam kehidupan diri kita jika berdasarkan buku Panduan adalah dua hal yaitu sabar dan syukur.  Dua kata tersebut memang hal yang sering kita dengar dalam kehidupan kita sehari-hari namun jarang sekali diri kita mampu memaknai makna yang terkandung di dalamnya.  

Pembahasan tentang makna dari sabar dan syukur insyaallah akan kami bahas dalam artikel selanjutnya.  terima kasih.

Magelang, 30/5/2021



Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah