Diri Mengenal Beban Kehidupan (2)

 Layaknya seperti hewan ternak yang harus dikorbankan untuk tujuan tertentu... Mencari dan mencapai ambisi dan popularitas ... Yang menjadikan  jauh dari nilai-nilai diajarkan... Karena kebodohan akibat diri kurang dalam memahami...
Layaknya seperti hewan buas yang selalu siap menerkam mangsa.... Mencari dan mengintai korban yang akan dijadikan pemuasan .... Agar diri selalu dianggap mampu dan kuat... Akibat diri kurang kesadaran dan pemahaman...
Oooiii... Sebuah jeritan hati diri ketika diri merasakan semuanya... Diri yang pernah menjadi hewan ternak dan hewan buas... Dan melepaskan semua kesempurnaan yang diberikan oleh Sang Pencipta... Karena diri ingin dipuja... disanjung.. dan ingin mendapatkan sebuah nama
Hilang sudah semua keseimbangan yang ada... Keseimbangan manusia sebagai makhluk yang sempurna... Dan jatuh melebihi hewan ternak dan melampaui buasnya hewan pemangsa... Karena diri terpenjara pada ambisi untuk hasrat dan kuasa untuk berkuasa
Hasrat dan kuasa untuk berkuasa adalah sebuah beban diri... Yang selama ini menjadi kerangkeng kehidupan... Menjadikan diri buta dan tuli bahkan sampai diri bisu untuk mengatakan sebuah kebenaran... Karena diri sibuk dengan menghias topeng wajah diri...
Kacamata beban sudah menyatu dalam diri... Namun ketidaksadaran mengakibatkan tidak merasa bahwa kehidupan telah menipu... Dan menjadikan orientasi peta hidup sudah melenceng... Akibat diri terpacu pada kehidupan jasmani yang tiada makna..
Hai sang Pencipta mengapa Engkau biarkan ini semua hingga diri menyadari setelah terlambat... Mengapa banyak yang tergoda dengan kehidupan dunia ini... Mengapa lupa dengan tugas hidup dan keseimbangan kehidupan agar hidup ini bisa menemukan jalan.... Yaitu jalan lurus dan yang Engkau ridhai...
Betapa picik dan bodohnya diri ini... Yang sudah banyak melupakan tugas dan amanat dari MU... Sampai melupakan  tujuan  hakiki.... Untuk  mencari bekal bukan mencari beban untuk menuju RumahMU...
KAS, 18/3/2021, Salah Arti


Kehidupan manusia ibarat melakukan sebuah perjalanan yang panjang.  Proses perjalanan ini akan terasa mudah jika diri mengenal tingkatan ilmu dalam perjalanan.  Tingkatan ilmu ini ibarat sekolah dalam pemahaman umum.  Namun banyak diri kita yang drop out di tingkat tertentu karena sudah merasa cukup bekal ilmu tersebut untuk kehidupan di dunia.  Akan tetapi ini akan menjadikan diri salah arah dalam meneruskan perjalanan hidup di dunia ini.

Seperti sebuah ilustrasi ada seorang anak kampung yang sudah merasa hebat walaupun dirinya hanya seorang tamatan TK.  Dirinya sudah merasa bahwa diri sudah bisa mengenal huruf dan angka serta sudah hafal dengan do'a serta surat surat yang ada dalam Buku Panduan.  Ketika dihadapkan dengan seorang yang lulusan yang lebih tinggi sekolahnya kemungkinan akan merasa bahwa ilmu yang dimilikinya masih jauh dibawah orang tersebut.  Tetapi jika diri anak itu tidak memiliki kesadaran tentang tingkat pemahaman yang dimilikinya dibawah temannya maka ketika anak itu unjuk kebolehan di depan temannya maka akan ditertawakannya.

Itulah pentingnya pemahaman yang utuh dalam setiap diri manusia dalam kehidupan.   Semakin tinggi tingkat pemahaman orang itu maka akan semakin diri semakin kecil dan terdiam melihat sebuah fenomena yang ada di hadapannya.  Dengan pemahaman yang cukup (kaffah) itulah yang diharapkan oleh Sang Pencipta atas setiap diri manusia.  Maka hal ini menjadi kewajiban diri manusia agar selalu belajar sampai mencapai titik tingkat yang diharapkan oleh Sang Pencipta. Dan diharapkan bahwa ketika diri manusia sampai titik itu maka tugas dan amanat sebagai "wakilNYA" dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Realitanya sekarang ini banyak diri yang merasa sudah "cukup" memiliki pemahaman tentang kehidupan padahal level pengetahuan belum sepenuhnya mencapai titik yang tertinggi.  Namun karena sudah "merasa" tertinggi maka berani membuat hukum-hukum yang hanya sekedar penafsiran atau logika manusia yang digunakan.  Hal ini berakibat banyak salah kaprah aturan yang terjadi  padahal banyak diri manusia yang hidup dalam posisi hidup yang berdasarkan pemahaman rujukan.  Sehingga akibat rujukan yang salah menjadi banyak diri menjalani kehidupan dengan kehidupan yang salah juga.

Kehidupan yang didasarkan atas pemahaman dari rujukan inilah yang menyebabkan hidup yang seharusnya mencari bekal untuk perjalanan berubah hidup adalah sebagai beban untuk melakukan perjalanan.  Beban kehidupan terjadi karena orientasi yang "keliru" dari pemahaman bekal untuk bertamu dirumah Sang Pencipta.  Dan karena kekeliruan inilah menjadikan orientasi diri dalam hidup berubah makna bekal berubah menjadi orientasi diri untuk mencukupi beban selama dalam perjalanan hidup di dunia ini sehingga yang nampak adalah wujudul fisik dan material yang tidak ada hubungan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan wujudul ruhani dan "materi".

Beban Kehidupan

Seperti diuraikan di atas bahwa pemahaman beban akan muncul ketika diri salah dalam memahami sesuatu yang terjadi dalam kehidupan ini.  Kesalahan di dalam memahami ini muncul karena diri tidak pernah mau menyelesaikan "membaca" Buku Panduan.  Dan ini berakibat diri memahami hal yang seharusnya tidak menjadi "beban" karena semua sudah diatur oleh Sang Pencipta malah mendominasi kehidupan diri selama hidup di dunia ini.  Akibatnya diri akan selalu berorientasi memikirkan beban hidupnya bukan berpikir untuk melaksanakan tugas dan amanat yang diberikan oleh Sang Pencipta.

Orientasi pikir diri kita yang selalu hanya kepada beban menjadikan stagnasi perjalanan untuk menuju rumah Sang Pencipta.  Akibatnya begitu mudahnya godaan dari pihak ketiga untuk membelokkan arah perjalanan diri menuju hal-hal yang tidak diharapkan oleh sang Pencipta.  Sehingga muncullah pernyataan bahwa diri manusia dalam kehidupan dalam kondisi yang selalu merugi dalam kehidupan ini. 

Beban akan muncul dan menjadi prioritas yang mendominsasi pikir manusia sehingga menjadi penjara kehidupan.  Karena mendominasi ini kemudian beban di letakkan ditempak yang salah bagi diri kita dan bukan dikembalikan atau dipasrahkan pada Sang Pencipta.  Ketika beban menjadi dominasi pikir diri maka untuk memahami beban kehidupan ini maka diri mendudukkan beban menjadi tiga hal yaitu:

1. Beban kehidupan sebagai barang yang berat yang harus di bawa dalam perjalanan

Pemahaman dari arti beban sebagai barang berat yang harus dibawa ini diibaratkan seperti membawa beban dalam hidup ini sehingga seperti diri kekurangan udara dan air.  Diri yang demikian dalam kehidupan akan selalu disertai dengan rasa malas dan ragu terhadap apapun yang dihadapi.   Kemalasan dan keraguan ini akibat diri tidak memiliki arah kemana tujuan hidup. 

Beban yang demikian akan membawa  kita kepada kondisi diri yang selalu berkeluh kesah baik kepada orang lain maupun kepada Sang Pencipta.  Rasa syukur atas kenikmatan yang diberikan oleh sang Pencipta di balasnya dengan pengkhianatan bahkan diri dapat melampaui batas nilai kemanusiaan agar dapat "menghilangkan" beban hidup ini.  

Banyak isyarat isyarat yang seharusnya menjadi pelajaran diri dalam kehidupan ini ketika diri melihat fenomena yang ada di luar.  Ketika diri melihat fenomena-fenomena tersebut akan memunculkan sebuah pemahaman bagaimana kondisi manusia yang salah dalam memaknai bekal sebagai beban kehidupan. Dan ketika ini terjadi maka banyak diri kita ketika menghadapi maut pun laksana membawa beban yang berat yang tercermin dari kondisi menjelang ajal.  Kondisi manusia yang seperti ini akibat diri mengartikan beban sebagai sesuatu yang berat dibawa maka akan terlihat dari diri yang sakit yang berhubungan dengan air dan udara.

2. Beban Kehidupan sebagai sesuatu yang berat yang harus dijalani

Pemahaman beban sebagai suatu yang berat ibaratnya seperti melawan arus air dan angin yang kencang.  Diri kita tidak akan dapat melawan arus ketika kondisi arus semakin kecang.  Akibatnya diri yang seperti ini hidupnya laksana orang yang tidak memiliki ilmu karena tidak mengetahui apa yang dilakukan merupakan hal yang sia sia.  Diri yang demikian tercermin pada kondisi manusia yang tidak mau berubah dan dalam kondisi status quo karena merasa nyaman padahal sebetulnya diri tidak memiliki ilmu untuk lebih baik dari kondisi yang dialaminya sekarang ini.  

Kemalasan untuk belajar dan kebodohan merupakan ciri utama dalam diri serta berakibat pada hal yang praktis yaitu diri ingin merasakan enak dalam hidup (walaupun sebetulnya merasakan beban berat yang harus dijalani).  Hidup diri hanya berdasarkan rujukan pendapat umum yang dianggap benar walaupun kebenaran ini hanyalah kebenaran yang semu.  Ritualitas diri sebagai manusia ibarat hanya sekedar ritual jasmani yang tidak memiliki ruh sehingga orientasi mendapatkan "materi" adalah hal yang utama.  Sepak terjang hidupnya seperti strategi hidup benalu yang hanya ingin diri selalu hidup dengan menumpang ketenaran manusia lain.  Jadi perjalanan hidupnya tidak didasari oleh perjuangan prinsip hidup namun didasari agar dirinya tetap hidup.

Banyak isyarat dalam kehidupan sekarang ini yang bisa kita ambil pelajaran dari pemahaman beban sebagai sebuah hal yang berat untuk dijalani.  Fenomena yang terjadi adalah sebagai pelajaran diri adalah bagaimana banyaknya diri manusia yang mengalami ujian sakit yang tidak bisa menggerakkan tubuh atau pikirannya seperti dirinya melawan arus air atau udara.  Diri yang demikian ini menunjukkan selama hidupnya orientasi  hidup hanya untuk mencari jalan keluar dari beban kehidupan yang dijalani.  Kekeliruan inilah yang mengakibatkan diri selalu diingatkan sampai maut akan menjemputnya.

3. Beban Kehidupan sebagai sebuah biaya yang harus di bayarkan

Pemahaman bekal adalah biaya yang harus dikeluarkan agar diri bisa hidup.  Pemahaman ini adalah pemahaman logika materi diri karena semua kehidupan pasti bisa di selesaikan jika memiliki materi.  Maka apabila diri kekurangan materi ibarat diri kekurangan ongkos dalam hidup dan sebaliknya jika diri kita berlebih dalam memiliki materi bukan beban berkurang namun malam akan memunculkan beban-beban baru yang harus diraih dan dicapai agar diri mampu hidup lebih dibandingkan dengan yang lain.

Pemahaman ini bisa muncul jika diri salah buku dalam mempelajari peta kehidupan yang harus ditempuh.  Fenomena diri yang salah buku dan malah bisa menjadikan buku Panduan dimaknai dengan hal hal yang berhubungan dengan segala sesuatu untuk mendapatkan materi ini banyak terjadi di diri kita sekarang. Dominasi ilmu yang banyak berorientasi pada dunia materi menjadi penjara diri dan Sang Pencipta akan dihadirkan ketika diri dalam kondisi susah dan kekurangan.  Jika ini terjadi apakah diri tidak termasuk orang yang "lupa" dan "dholim" pada diri sendiri.

Fenomena tersebut jika kita tarik dan kita maknai maka dapat diambil sebuah makna seberapa banyak uang yang kita cari baik dengan cara yang baik atau dengan cara yang keliru akan selalu diri merasa kekurangan.  Hal ini bisa terjadi karena diri ibarat membelanjakan materi ke arus air atau arus angin yang tidak akan nampak hasilnya karena akan hanyut dan berterbangan.  Sebuah kerugian dan kegiatan yang sia-sia yang kita lakukan.  Ketika diri mengalami hal yang seperti ini maka Sang Pencipta memberikan gambaran bahwa diri ketika akan mendekati maut akan mengalami sebuah kebingungan dan sakit kepala yang sangat karena pikir hanya berorientasi pada hal ini.

Pemahaman beban ini diri harapkan sebagai instropeksi atas kehidupan yang sudah kita alami.  Mari kita kembali pada buku Panduan yang memberi ajaran yang baik untuk kehidupan di dunia dalam mencari bekal untuk bertamu di Rumah Sang Pencipta. Belajar dan baca Buku Panduan adalah tugas kita karena itu adalah bekal dan peta perjalanan diri kita.

Sang Pencipta sudah mencukupi semuanya untukmu... Mengapa dirimu tidak percaya dan malah percaya pada yang lain... Jika memang saat ini belum bisa terpenuhi memang harus menjalani perjalanan yang panjang... Karena ini berarti dirimu mendapatkan hal yang lain dari tidak terpenuhinya beban hidupmu  (KAS, 18/3/2001)

Komentar

  1. Casino City in Eastside, Illinois - Mapyro
    Address: 15 W Front St. Ste 15 Ave, Eastside, IL 안성 출장샵 61374 경상남도 출장마사지 - Directions. Map of 충청남도 출장샵 Casino City 울산광역 출장안마 in 속초 출장샵 Eastside, IL.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah