Diri: Terjebak dalam Peperangan

 Betapa beratnya kondisi manusia....  Yang selalu terjebak dalam peperangan... Namun banyak orang yang tidak sadar akan hal ini... Diakibatkan tidak pernah bersinggungan dengan pengetahuan
Betapa ruginya kondisi manusia... Yang tidak mengetahui dan memahami  ini...  Kondisi yang dialami dan menjebak diri... dari lahir dan sampai masuk ke liang lahat
Mengapa ini terjadi?... Mengapa ini bisa tak terpikirkan... Bahkan sentuhan nasehat dan buku Panduan sudah sering diri dengar dan baca... Betapa rugi kehidupan kita ini
Ooii... Hai sang Pencipta apakah DiriMu memang mentakdirkan seperti ini... Ataukah DiriMu yang melupakan semuanya... ataukah ini karena kebodohan kami sebagai manusia
Tolonglah diri kami hai Baginda sang Maha Pemberi Petunjuk... Selamatkan diri kami... Bimbinglah diri kami... Dan menangkan diri kami dalam pertempuran sehingga dapat mencapai hakekat manusia yang sesungguhnya
KAS, "Ketidaktahuan", (21/2/2021)

Hingar bingar kehidupan dunia sekarang sudah menjadi sebuah panggung kehidupan manusia sehari-hari.  Banyak orang disibukkan dengan aktivitas yang monoton dan ritual yang hanya seperti itu sebagai ujud diri untuk mendapatkan citra.  Ketika citra yang diraih maka hanyalah sekedar untuk memenuhi ambisi dan popularitas diri. Malah diri lupa dengan hakekat untuk perjalanan sebagai manusia yang sesungguhnya.

Fenomena ini adalah merupakan hal yang umum dan wajar dilakukan oleh manusia.  Bahkan ketika ada beberapa manusia yang berbeda malah mungkin dikatakan sebagai orang yang tidak "waras" atau bahkan dikatakan sebagai sebuah aliran yang salah.  Namun memang dalam kenyataan banyak kelompok manusia yang ingin menegakkan hakekat manusia yang sesungguhnya namun kenyataannya mereka terperosok dalam kesesatan jalan karena godaan ambisi dan popularitas saja.  

Suatu misal ada orang yang ingin kembali ke fitrah manusia mereka melakukan dekonstruksi atas kehidupan sekarang namun realitas jalan yang diambil adalah dengan mengadakan revolusi dan memerangi orang-orang yang dianggap salah dengan cara yang keliru.  Jalan yang diambil ini sebetulnya memiliki niat untuk mengembalikan dan menyadarkan manusia kembali ke fitrahnya.  Namun kesalahan di dalam menafsirkan mengakibatkan dirinya dianggap salah oleh manusia lain.  

Mengapa kesalahan ini terjadi pada orang-orang itu? Kesalahan ini terjadi karena orang-orang tersebut berasumsi bahwa peperangan harus dilakukan dan mati dalam peperangan adalah sesuatu yang baik.  Mereka berperilaku demikian dikarenakan adanya niat yang tidak tulus dan kurang memiliki pemahaman tentang pemahaman atau pengetahuan  yang kurang komprehensip terhadap ilmu yang ada dalam buku Panduan.  Mungkin mereka sering membaca dan memaknai kata-kata "perang" dan "mati sahid"  namun karena pemahaman yang "keliru" inilah yang menyebabkan pemikiran dan langkah kaki mereka untuk mengembalikan manusia lain pada fitrah manusia yang sesungguhnya "melenceng" dari yang sebenarnya.

Ketika diri membaca fenomena tersebut mungkin sudah memiliki jawaban atas permasalahan-permasalahan tersebut.   Namun jawaban tersebut apakah sudah sesuai dengan buku Panduan atau hanya sekedar jawaban yang sama dan dianggap benar oleh manusia lain.  Ketika diri termasuk orang yang memiliki "keinginan" dan "kritis" yang selalu ingin memperbaiki diri maka akan mengakibatkan lebih terpacu untuk mempelajari hakekat dan pemahaman tentang hal tersebut. 

Ketika diri terpacu untuk mencari pemahaman lebih maka timbul dalam diri pertanyaan-pertanyaan tentang "Bagaimana seharusnya posisi dan langkah diri kita sebagai manusia? Apa yang dinamakan dengan peperangan? Dan mengapa manusia banyak yang tidak sadar bahwa dirinya sekarang ini mengalami peperangan? Serta bagaimana cara memenangkan peperangan tersebut?"  Untuk menjawab beberapa pertanyaan tersebut akan diuraikan dalam artikel ini.  Tulisan ini mengajak diri untuk kembali merenungkan posisi dan langkah diri sebagai manusia.  Dilanjutkan dengan posisi diri dalam peperangan. Dan diakhiri dengan Cara memenangkan peperangan.

Posisi dan Langkah diri sebagai Manusia

Dalam pemahaman umum diri kita sebagai manusia adalah makhluk yang paling sempurna.  Kesempurnaan ini adalah hakekat manusia yang sesungguhnya.  Namun realita dalam kehidupan ini banyak manusia yang tidak paham dengan hakekatnya.  Diri kita hidup hanya sekedar hidup seperti manusia umumnya dengan pemahaman dan pengetahuan yang sudah tergeneralisasi. 

Pengetahuan yang sudah tergeneralisasi ini dikarenakan asumsi atau pendapat yang menyatakan hal sama bahwa diri manusia adalah derajat tertinggi.  Disamping itu pemahaman umum tidak mengkaji lebih mendalam tentang hakekat manusia  padahal dalam buku Panduan banyak membahas tentang hal itu.  Dan pemahaman umum mengatakan manusia itu seperti diri kita sekarang ini yang merdeka dan bebas namun dalam koridor "aturan" yang ada.  "Aturan" yang ada ini memang aturan yang umum yang sekedar kulit dari hakekat aturan.

Banyak diri kita yang tidak sadar dengan penjara pengetahuan manusia sekarang ini dan mengakibatkan terperosok dalam langkah yang keliru dalam perjalanan kehidupan.  Maka kehidupan manusia sekarang ini hanyalah untuk mencari "hidup yang baik" bukan untuk mencari "berkehidupan yang baik".  Ketika hidup yang baik maka yang dicari adalah langkah langkah diri manusia untuk berkemajuan diri manusia dengan memaksimalisasi kemampuan untuk mendapatkan kesejahteraan dan kebahagian.  

Konsep hidup yang baik ini memang tidak salah namun kenyataan sejarah sudah membuktikan bahwa hal ini akan membawa manusia pada kehancuran diri sendiri baik melalui "campur tangan sang Pencipta" maupun dengan akibat arogansi manusia itu sendiri.  Konsep ini sebetulnya baik namun ketika diri manusia tidak bisa mencapai dan menemukan hakekat diri yang sesungguhnya (baca: hakekat manusia ) maka akan berakibat ego diri yang dicapai.  Dan ego diri yang menguasai manusia inilah yang menyebabkan kerusakan dan kemarahan sang Pencipta dikarenakan manusia menganggap dirinya sebagai Tuhan.

Ketika kesadaran diri muncul prinsip "hidup yang baik" ini keliru  dan menyebabkan banyak permasalahan dalam kehidupan manusia maka haruslah diri untuk kembali ke buku Panduan.  Karena di dalam buku Panduan ini mengajarkan kepada manusia untuk berproses dalam kehidupan dari manusia umum menjadi hakekat manusia yang sesungguhnya.   Dan ketika langkah ini diambil maka problematika manusia akan hilang.  Termasuk kasus yang hangat sekarang ini adanya virus corona.

Dalam berkehidupan yang baik ini orientasi hidup bukan eksternal oriented namun lebih ke internal oriented.  Internal oriented adalah fokus kehidupan dalam diri manusia. Hal ini berarti ketika manusia sudah memperbaiki diri dengan baik maka hasil output pun juga akan berimbas kepada manusia lain dan alam semesta.   Dan inilah yang diajarkan dalam buku Panduan.  Dalam hubungannya dengan posisi untuk mencapai diri yang baik inilah yang dinamakan sebagai peperangan.

Diri dalam Peperangan

Berbicara mengenai perang maka orientasi diri kita adalah perang antara manusia satu dengan manusia lain di medan pertempuran.  Memang pemahaman manusia umum jika berbicara perang pasti akan muncul dibenak diri kita adalah medan pertempuran.  Hal ini juga terjadi ketika seorang sahabat bertanya tentang sebuah pertempuran perang yang terbesar yang terjadi selama kehidupan di dunia ini ada.  Jawaban dari Muhammad SAW adalah perang dalam dirinya yang memerangi dirinya sendiri.  Perang ini dikatakan perang terbesar karena perang ini adalah perang yang tersulit dan jika diri menang maka akan mengakibatkan menemukan diri sebagai hakekat manusia yang sesungguhnya.

Perang dalam diri adalah menundukkan nafsu yang selama ini menjadi penjara diri manusia.  Nafsu menjadi penjara mengakibatkan dalam kehidupan sehari-hari diri hanya mementingkan ego akibat indra manusia tidak bekerja dengan baik.  Sehingga nafsu manusia di dominasi oleh indra yang berkuasa (Kepala/perasaan/perut) dan mengakibatkan segala aktivitas tindakan kehidupan diri hanya untuk memenuhi kepentingan/tujuan indra yang berkuasa itu.  Dan ketika ini terjadi maka diri kita sebagai manusia bertindak bukan sebagai hakekat manusia melainkan hanya sebatas seperti hewan atau makhluk lain di dunia ini.

Dan kondisi diri manusia yang seperti itu maka akan mengakibatkan diri hanya mementingkan diri sendiri dan mencapai titik yang tertinggi yaitu menemukan "akal".  Namun pemahaman "akal" disini adalah pemahaman akal yang keliru dan selalu menjadi rujukan setiap pengetahuan yang sekarang berkembang.  Pemahaman akal ini diungkapkan oleh seorang ahli filsafat barat Nietzche yang mengatakan akal adalah idiologi atau id atau ego.  Hal ini berarti peperangan yang terjadi adalah kemenangan atas ego baik internal maupun eksternal dan kemenangan ini bukan merupakan jalan kehidupan yang baik untuk manusia melainkan malah semakin menjauhkan diri dari jalan kehidupan yang sesungguhnya di jalani oleh setiap manusia di dunia ini.

Cara Memenangkan Peperangan

Orang yang terlibat peperangan selalu menginginkan kemenangan.  Tidak ada orang yang ingin kekalahan akan tetapi jika orang tidak mampu melawan peperangan maka menginginkan jalan damai.  Hal ini berarti bahwa ada tiga tipe manusia dalam menghadapi peperangan yaitu orang yang menang/orang yang kalah dan mati/ orang yang menyerah atau menghindar.

Diri yang kalah perang adalah diri yang tidak berhasil di dalam pertempuran dengan nafsu.  Kekalahan ini diakibatkan kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai diri manusia yang sesungguhnya. Kurangnya pemahaman ini diakibatkan sentuhan ilmu yang berasal dari buku panduan yang kurang atau karena pengetahuan yang selama ini dimiliki salah kiblat.  Kekurangan inilah yang menyebabkan diri tidak bisa menguasai nafsu.  

Ketika diri tidak dapat menguasai nafsu diakibatkan karena indra tidak dapat berfungsi dengan baik.  Ketidakfungsian ini mengakibatkan langkah yang salah dalam setiap pengambilan keputusan untuk tindakan dalam kehidupan. Keputusan yang seharusnya diambil adalah keputusan diri manusia yang mencerminkan tugas diri sebagai wakil dan hamba dari sang Pencipta berubah menjadi keputusan yang hanya untuk mementingkan kepentingan dari dominasi indra yang berkuasa.  Dan hal ini banyak terjadi pada diri manusia yang sekarang ini.  Diri manusia yang sekarang ini hidup bagaikan hanya untuk memenuhi kepentingan ego diri untuk mengejar ambisi dan popularitas hidup.  Ketika ini terjadi maka berdampak pada ketidakseimbangan kehidupan.

Diri yang menyerah dalam peperangan diri adalah diri yang tidak memiliki prinsip dalam kehidupan.  Manusia  yang seperti ini adalah diri yang lemah dalam keteguhan pengetahuan.  Ibarat hati mereka sudah tertutup oleh angan.  Ketika angan berkuasa dan menguasai diri maka segala cara dia lakukan untuk mencapai angan tersebut.  Dan angan itulah akan memotivasi  manusia dalam menjalankan perjalanan kehidupan.

Angan tidaklah sama dengan cita. Angan adalah sesuatu yang ada di dalam indra manusia yang bukan merupakan tujuan untuk dicapai dalam kehidupan.  Sehingga angan merupakan tujuan yang salah yang tertanam dalam diri manusia.  Dan angan ini muncul karena faktor eksternal yang kuat dan mempengaruhi indra manusia yang tidak berfungsi secara maksimal.  Diri yang seperti ini adalah diri yang hanya bertujuan agar kehidupannya aman dan lebih baik dibandingkan dengan kehidupan manusia lain.

Golongan yang ketiga adalah diri yang memenangkan pertempuran.  Diri yang seperti ini adalah diri yang menemukan jalan kebenaran.  Jalan kebenaran adalah bagaimana diri kita bisa memaksimalkan indra yang dimiliki dalam bekerja dengan poros hati sebagai motor penggerak untuk menemukan konektivitas diri dengan sang Pencipta.  Konektivitas inilah yang mampu mendobrak dan menjebol penjara nafsu dan berakibat diri manusia mampu menguasai medan peperangan dalam diri.

Jalan yang dapat digunakan agar diri mampu memenangkan pertempuran adalah dengan dua cara yaitu: pertama, disebut dengan cara Pertapa dan kedua adalah cara Pekerja.  Kedua cara ini bukanlah sekedar karangan dari penulis namun terdapat dalam buku Panduan.  Keterangan dari dua cara tersebut adalah dengan metode perenungan dan yang kedua adalah dengan metode menjalani apa yang ada dalam kehidupan.

Model pertapa adalah model dimana diri kita melakukan perlawanan dengan diawali dengan menyendiri, menjauh dari keramaian dan pergi ke tempat tempat yang sepi, menghindari lawan jenis, serta meninggalkan kehidupan dunia. Metode ini adalah metode yang digunakan oleh para rohaniawan di dalam mencari konektivitas dengan Sang Pencipta dan membunuh nafsu karena meninggalkan kehidupan di dunia.  Langkah ini mengakibatkan diri manusia terbebas dari penyakit hati dan mengakibatkan terbukanya cita diri akibat selimut hati yang hilang dengan menjalani proses tersebut.

Namun dalam model pertama ini godaan yang terberat adalah ketika diri menemukan petunjuk apakah petunjuk itu merupakan hadiah dari sang pencipta atau merupakan angan yang diberikan oleh musuh besar manusia yang berupa setan.  Ketika pemahaman atau pengetahuan untuk membedakan antara hadiah atau angan itu tidak dimiliki maka akan mengakibatkan diri manusia tersesat.  Bukan kemenangan yang dia dapat malah kekalahan/menyerah dalam peperangan.  Karena sebelum hadiah itu datang pasti akan di goda dengan angan yang kelihatan seperti hadiah dari sang Pencipta.  Karena dalam kenyataan banyak diri manusia yang tidak lulus dari godaan ini dan yang mereka dapat hanyalah angan saja.  Sehingga ke"pulang"nya ke kehidupan bukan membawa maslahat malah membawa bencana bagi manusia lain dalam kedok kebaikan.

Model Pekerja adalah  model dimana diri kita menjalani kehidupan ini dengan melaksanakan apapun yang ada di depan kita.  Karena manusia dalam kehidupannya siang dan malam adalah sebuah peperangan.  Dengan peperangan ini akan menuju pada perbaikan diri dan menyucikan apa yang menjadi niat dalam menjalani kehidupan.  Hal ini mengakibatkan adanya sesuatu yang ada dalam diri bahwa apa yang diri kerjakan adalah hanya sebatas melakukan atau perantara dari Pencipta kepada manusia atau alam.

Model pekerja ini akan memberikan pelajaran tentang ketidak adilan, memikul rasa sakit, menyingkirkan kecemburuan, mendengarkan segala yang tidak pernah terjadi, merasakan segala fitnahan serta menjalani kerasnya kehidupan karena kekeringan.  Model ini membawa diri belajar untuk selalu legowo dan ikhlas dalam melakukan apapun aktivitas yang kehidupannya.  Dengan memikul ketidakadilan itu sama halnya dengan menghapus ketidaksucian yang ada pada diri kita.  Karena tidak adil adalah bagaikan najis yang harus dibersihkan sebelum diri menuju titik keseimbangan yaitu ibadah.  

Keseimbangan inilah yang dinamakan sebagai sebuah kesabaran diri yang akan membawa diri pada keikhlasan.  Dan keikhlasan inilah sebagai kunci dalam melepas tabir hati untuk menuju pada konektivitas diri dengan Sang Pencipta.  Dengan konektivitas inilah akan memperbaik perilaku/aklhak diri dari sifat ego dan agresifitas diri manusia.

Demikian tulisan tentang diri kita yang terjebak dalam peperangan.  Semoga tulisan ini bisa membawa diri selalu dalam kemenangan di dalam pertempuran.

Ambillah sesisir roti tawar... lalu kempitlah diketiakmu... jangan kau bilang ke orang lain dan buanglah roti itu.. Dan anjingpun pasti tidak akan menyentuh.
Ambillah sesisir roti tawar... lalu kempitlah di ketiakmu... dan buanglah roti itu...bilanglah ke orang untuk tidak mengambil roti itu... 
Kebanyakan diri akan penasaran dengan larangan... ketika larangan itu diberikan bukan  menjauhkan diri darinya... malah bikin diri penasaran... dan orang yang kalah perang adalah orang yang mengambil roti itu...
KAS, Sesisir Roti, 21.2.2021

 RMagelang, 21/2/2021


Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah