Rahasia Tangga Langit

Diri lihat banyak manusia... Berseri dan bersemangat berjalan menuju Sang Tercinta... Dengan memakai jubah kebesaran... Ingin lepas menuju langit seperti para utusan.

Karena perilaku manusia... Matahari dan bulan menjadi tertawa.... Mana mungkin dapat naik ke atas... Manakala diri masih berselimut dengan beban kehidupan.

Memang tangga langit sudah disiapkan.... Namun hanya untuk mereka yang mampu menemukan... Jalan terjal naik yang butuh pengorbanan... Karena kepala adalah awal dari pondasi menuju tangga.

Lepaskan penjara yang ada di kepala... Keyakinan akan muncul dengan sejalan...Beban kehidupan akan lenyap karena kedatanganNYA... Dan lumpur tanah liat akan berubah menjadi cahaya.

Tundukkan kepala dibawah kaki manusia.. Terhina dan nista dalam pandangan mata.. Namun jalan itulah awal dari lepas dari penjara... Menuju tangga untuk  menyibak angkasa.

Berbagai jalan terhampar di angkasa...  Diciptakan dan disediakan untuk jalan umat manusia.. Melepas jubah kebesaran yang ada berganti dengan kain ihrom yang sederhana... Melepas beban kehidupan sebagai jalan untuk mencari ridha NYA

Tangga langit semakin nampak... Dan ditampakkan kepada diri manusia yang mampu dan siap untuk menuju kesana... Membubung tinggi sampai tak terlihat oleh  mata... Ke langit raya untuk bertemu dan berpulang ke rumah Sang Tercinta.

(KAS, 23/11/23, Tangga langit)

Sebuah perkembangan yang sekarang menjadi fenomena umum dengan banyaknya diri manusia yang berusaha untuk menjadi seorang yang "kelihatan" baik.  Hal ini dapat dilihat dengan banyak dan ramainya tempat-tempat pengkajian ajaran.   Bahkan secara sehari-hari diri kita menyesuaikan pakaiannya agar dipandang sebagai manusia yang agamis dengan memakai "jubah kebesaran".  Namun ternyata perubahan pakaian dan rutinitas diri tersebut tidak mengubah perilaku diri yang sudah menjadi kebiasaan lama.

Apakah ini dikatakan sebagai sebuah perubahan secara hakiki manakala diri sering mengkaji "keilmuan" namun perilaku masih banyak menyimpang dan merugikan diri sendiri?  Tidak ada maksud untuk menertawakan  atau menyalahkan kondisi luar namun hanya sekedar menarik fenomena tersebut sebagai bahan untuk perbaikan diri.  Padahal secara umum pemahaman mengatakan manakala diri berkumpul dengan orang-orang baik dan mengkaji hal-hal yang baik maka diri akan menjadi pribadi yang berkepribadian baik pula.

Rumitnya skenario atau panggung drama kehidupan yang sekarang diri jalani seperti fenomena tersebut jika tidak muncul kesadaran maka akan melihat hal tersebut sebagai hal yang biasa dan tidak ada yang salah. Karena yang dilakukannya mungkin bukan untuk mencari kesadaran akan tetapi hanya sekedar tren kehidupan saja.  Manakala diri kita bertindak seperti ini maka jelas sebagai kaum yang terseret arus kehidupan yang keliru karena hidup hanya untuk tren kehidupan agar mampu mempertahankan hidup di dunia ini.

Namun manakala kesadaran dapat muncul maka akan timbul pertanyaan "apa yang salah dengan kondisi seperti ini?". Diri butuh "baca" kembali atas pemahaman yang diri kita miliki agar menemukan jawaban dan menemukan jawaban.  Tugas "baca" tidak hanya sekedar melihat kemudian dijadikan pengetahuan melainkan sampai menemukan titik dudukan  makna untuk kepemilikan pemahaman yang benar.   Bukanlah hal yang berat manakala diri memiliki kemauan karena setiap diri manusia sudah diberikan kemampuan untuk baca tersebut.

Ketahuilah bahwa hidup yang sekedar mengikuti tren atau arus ini ibarat diri hanya sekedar menemukan kenyamanan dan kesenangan hidup di dunia ini. Termasuk berkumpul dan mengikuti pola hidup orang lain adalah bagian diri menemukan kenyamanan karena merasa sama dengan para teman berkumpulnya.  Jika ini terjadi pada diri kita maka tidak mungkin akan menemukan kebahagian dalam kehidupan yang dijalani di dunia ini.  Maka agar diri dapat menemukan kebahagiaan perlu menumbuhkan kesadaran baca agar mampu menemukan pondasi atau rahasia dimana tangga langit berada.


Tangga Langit

Tangga langit adalah sebuah perumpamaan sebagai jalan diri untuk menemukan atau menemui Sang Pencipta.  Maka dibutuhkan sebuah perjuangan yang berat agar diri dapat mendapatinya.  Karena setiap diri manusia memang pada akhirnya akan menemuinya dan tergantung nantinya diri akan ketemu sebagai seorang kekasih atau sebagai seorang yang dibencinya akibat perilaku ingkar.  Diri yang mendapati tangga langit sebelum ajal menjemput akan selalu merasakan kebahagian kehidupan baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Memahami tangga langit haruslah melepas pemahaman seperti tangga yang memiliki pijakan yang naik melainkan dalam bentuk "non fisik" yang berupa sesuatu yang berhubungan dengan derajat diri di mata Sang Pencipta.  Diri kita akan dikatakan naik derajat apabila memiliki pemahaman ilmu yang benar dan bersumber pada Ayat-ayat Tuhan.  Pemahaman ini bukan seperti kondisi yang sekarang berkembang melainkan sebuah keseimbangan antara fisik dan non fisik sehingga membawa diri pada pemaknaan hakekat yang harus dijalani di kehidupan ini.  

Fenomena yang ada sekarang seperti yang diri sebutkan diatas bahwa banyaknya "orang yang berilmu" namun tidak memperbaiki tatanan kehidupan (malah mungkin sebaliknya).  Hal ini dapat dikatakan sebagai bukti ilmu yang dimiliki tidak memiliki keseimbangan yang digunakan untuk rahmat alam semesta bukan untuk diri pribadi.  Kepemilikan ilmu hanya untuk mencari nilai di mata manusia lain (*mencari popularitas") dan mengumpulkan "materi yang palsu".  

Dikatakan sebagai materi palsu karena hakekat ilmu sebetulnya mencari materi yang digunakan untuk melepas penjara diri dari belenggu kehidupan dan memperbesar kapasitas diri (melapangkan dada).  Tetapi materi palsu adalah sebuah materi yang bersifat kebendaan yang malah seperti menyempitkan penjara diri dan memperkecil kapasitas dada.  Maka materi palsu ini berdampak bukan pada pembukaan selimut hati malah mempertebalnya.

Sebuah kekeliruan jalan dan memperbodoh diri kita sendiri jika ini betul-betul terjadi pada diri kita sekarang ini.  Ingatlah berapa banyak disebut bahwa diri harus selalu berpikir dan selalu mengetahui apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari.  Karena diri tidak pernah tergerak hati akibat tebalnya selimut dan banyak kepemilikan "pemahaman yang keliru" maka sindiran tersebut tidak pernah sampai dalam dada kita.

Menemukan tangga langit sebagai bentuk jalan lurus perjalanan kehidupan diri kita seharusnya menjadi prioritas dalam "baca" yang seharusnya dilakukan. Baca buku yang sama namun karena diri keliru dalam melakukan proses baca tidak akan menemukan keseimbangan.  Namun dengan memperbaiki cara baca maka akan menapaki jalan menuju kebahagian. Semakin banyak tangga yang dilewati maka diri akan semakin dekat dengan Sang Pencipta dan mengakibatkan DIA hadir dalam setiap aspek kehidupan yang kita jalani.

Hadirnya DIA melalui IA (yang berperan sebagai awak) akan membawa diri menemukan jalan lurus sehingga mampu menunjukkan kebenaran yang sejati.  Memang tidak mudah untuk dapat menghadirkannya dalam diri kita namun Sang Pencipta menjamin manakala diri berusaha secara optimal dengan proses awal melakukan kegiatan "baca" pada pemahaman yang benar.  Maka tugas diri dalam baca dengan kehadirannya akan membawa kepada empat tingkatan.

Tingkat pertama, Baca untuk mengetahui (S). Diri  yang  memiliki pengetahuan pasti akan berbeda dengan pribadi yang tidak pernah baca.  Karena menemukan sumber sebagai pegangan untuk bertindak dalam kehidupan sehari hari.  Maka di level ini sudah terlihat diri yang baca atau tidak sehingga memiliki nilai tersendiri di mata orang lain dan Sang Pencipta. Ibarat diri anak TK atau SD mungkin diri akan melakukan baca terus namun belum mampu memaknai apa yang dibacanya.

Tingkat kedua, Baca untuk membedakan (T).  Diri yang sudah pandai dan lancar membaca pasti akan memiliki dambaan agar mampu memahami apa yang dibacanya.  Karena setiap yang dibaca pasti ada yang baik atau buruk untuk dimasukkan sebagai bekal dalam perjalanan hidup kita.  Maka dilevel ini diri  sudah memiliki kapasitas lebih dibandingkan level satu karena memiliki kelebihan yang mampu membedakan dan mengartikan apapun yang dibacanya.  Karena memiliki kelebihan maka banyak diri yang berhenti di level ini karena sudah diatas kepemilikan orang umum.  Ibarat anak SMP atau SMA mampu membedakan yang benar atau salah tapi jika diri tidak kuat godaan masa puber akan membawa diri pada pemilihan jalan yang salah. 

Tingkat ketiga, Baca untuk mendapat petunjuk (M).  Pada level ini adalah sudah merupakan saringan dari level satu dan dua karena diri ibarat memiliki pegangan tentang kehidupan.  Konektivitas diri sudah "mulai" terjalin akibat hobi baca sehingga mampu mengoptimalkan kerja diri sebagai manusia yang sempurna.  Karena diri sudah mendapatkan petunjuk maka dimintai petunjuk oleh orang lain adalah sebuah godaan yang hebat.  Bukan dilarang untuk membantu orang lain dalam menunjukkan jalan tetapi ketika diri asyik dengan perbuatan itu mengakibatkan diri terjerumus dalam kekeliruan aplikasi pemahaman yang dimilikinya.

Tingkat keempat, Baca untuk menjalankan Misi (H). level ini adalah yang tertinggi di dalam tangga langit akibat dari proses diri yang selalu membaca sehingga mampu menemukan hidup dalam koneksiNYA.   

 Keempat tingkatan tersebut adalah sebagai satu kesatuan yang komprehensip yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.  Dan ingatlah dalam setiap tingkatan untuk dapat naik ke tingkat selanjutnya selalu "digoda" dengan kemudahan dalam mendapatkan kemudahan "materi palsu" sehingga dibutuhkan keyakinan (sifat konaah) agar diri dapat purna sampai tingkat terakhir sehingga menemukan "hakekat materi" yang seharusnya dicapai oleh diri sebagai manusia yang sempurna.

Hanya sekedar tulisan tentang tangga langit yang mengajak dan mengingatkan diri untuk selalu melakukan mawas diri tentang perjalanan hidup yang sedang dijalani.  Betapa beratnya tugas dalam baca yang dilakukan oleh diri kita agar mampu menerapkan atau menerjemahkan Buku dalam diri dan kehidupan yang dijalani.  Renungkanlah.


Terima kasih.
23/11/2023
Salam KAS     

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah