Selubung diri dalam Kata Manusia

Engkau ciptakan diri manusia ini dalam kesempurnaan... Ditugaskan dengan kemulian di dunia... Diberikan Panduan yang sangat lengkap... Sungguh sebuah skenario pertunjukan yang hebat.
Engkau tiupkan ruhMU sebagai teman dalam perjalanan... Engkau tahu bahwa diri ini lemah dan tak tahu arah.. Dan diciptakan dari bahan yang rendah hingga mudah rapuh terkena badai kehidupan.. Karena kisah hidup tak seindah yang dibayangkan...
Ooii benarlah yang Engkau firmankan... Sifat lalai dan selalu khawatir adalah bibit dari semua tindakan... Menjadikan diri ini tersesat dan salah dalam memilih jalan... Lupa akan hakekat dan tugas yang diembannya.
Bagaimana mungkin diri akan bahagia?.. Hidup selalu senang dan nyaman tanpa terjebak masalah kehidupan... Bermimpi diri hidup seperti di taman surga... Tapi diri ini selalu ingkar dan selalu bertindak dalam ketidakseimbangan.
Aduh sayang perjalanan hidup sudah terjadi... Tatapan mata kosong penuh harap dan garis lengkungan di kening menghiasi diri berteman kondisi... Jiwa penopang tak pernah hadir... Ratapan kesedihan dan keputus asaan menjadi teman sejati.
(KAS, 23/9/2023, Keliru).  

  

Di dalam perjalan hidup ini sering kali diri  merasakan sebuah beban yang sangat berat untuk dipikul dan diterima dalam kehidupan di dunia ini.  Bahkan mungkin manakala diri berkeluh kesah akan bukan ditolong dan malah ditertawakan.  Dan manakala diri kita memperbanyak ibadah dan doa seakan tidak menjadikan beban semakin berkurang. Maka timbul dalam diri kita sebuah pertanyaan "Apakah Sang Pencipta memang menakdirkan diri seperti ini untuk hidup selalu dalam irama kehidupan yang selalu dirundung kesedihan?  

Namun manakala diri selalu dalam posisi di atas tidak pernah mengeluh dan mempertebal ibadah termasuk doa karena lalai akibat jerat kondisi yang menyenangkan.  Bahkan mungkin ibadah dan doa hanya sebuah ritual yang tak pernah menyentuh sanubari.  Maka tak heran jiwa diri kita semakin menjauh dan tak pernah menopang atau sebagai benteng yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi ini yang menyebabkan diri mudah jatuh dan goyah atas kepemilikan prinsip pegangan hidup di dunia, 

Ketika hal ini terjadi diri perlu membangun kesadaran kembali dengan cara kembali baca dan belajar tentang diri diciptakan sebagai manusia yang sempurna.  Tugas baca dan belajar tentang prosedur hidup sebagai manusia sudah diberikan sebagai peta perjalanan dalam kehidupan di dunia.  Namun banyak diri yang hanya dan malah belajar pada pemahaman lain yang dipandang sejalan dengan kehendak agar mampu bertahan dalam kehidupan di dunia ini.  Maka tidak heran hal ini menjadikan diri tidak pernah menemukan makna dan hakekat tentang kehidupan karena diri terselubung oleh pengetahuan yang sudah dipelajarinya.

Pengetahuan yang bagaikan selubung makna ini menjadikan bias atau bahkan menemukan kekeliruan dalam memandang sebuah fenomena yang ada.  Hal ini mengakibatkan beban yang bertambah bahkan menjadikan diri semakin jauh dari harapan agar menjadi sempurna.  Karena kesempurnaan manusia bukan sebagai sebuah otomatisasi diri ketika dilahirkan di dunia ini namun dibutuhkan perjuangan yang "menanjak" agar tidak terjebak dengan kehidupan ini.

  

Selubung dalam kata Manusia

Sekedar mengingatkan bahwa "Tuhan menciptakan diri sebagai manusia sebagai manusia yang sempurna". Kesempurnaan ini dapat dilihat dari dua unsur yang ada dalam diri kita yaitu unsur fisik (jasmani) dan non fisik (ruhani) serta dilengkapi dengan akal sebagai konektivias diri dengan Sang Pencipta.  Koneksi akan terbangun manakala diri sudah dalam bentuk sempurna yang berarti mampu memaksimalkan kerja fisik dan non fisik namun tetap dalam koridor keseimbangan.

Namun pengetahuan yang ada sekarang ini sedikit yang mengkaitkan tentang unsur yang berhubungan dengan batin.  Malah pemahaman tentang masalah batin "agak" atau dibuat dengan pengkuantatifkan atau memfisikkan pengetahuan tentang masalah ruhani. Misalkan masalah hati atau qolbu manusia yang dikatakan bahwa adalah "segumpal darah" yang mempengaruhi kerja manusia.  Maka pemahaman diri otomatis akan berpikir pada fisik hati yang merupakan bagian dari organ manusia.  Padahal makna dari segumpal darah adalah sebagai sebuah tempat yang disediakan untuk berdiamnya ruh yang merupakan bawaan dari Tuhan.  Ketika hati kotor maka ruh tidak akan memiliki tempat karena dipenuhi dengan "sampah-sampah" kehidupan yang diendamnya.  

Contoh seperti inilah yang menyebabkan diri tidak mampu menalarkan pemahaman yang lebih lanjut manakala diri masih terjebak dengan pengetahuan yang ada sekarang ini.  Bahkan mungkin diri tidak berani melakukan dekonstruksi atas pengetahuan yang dimiliki karena takut dikatakan "asing" atau "orang gila" akibat berani menyampaikan hakekat dari sebuah kata yang benar.  Ketakutan diri atas kondisi yang demikian menyebabkan ketidakpedulian dengan pencarian "kebenaran" karena eksistensi selubung pengetahuan yang kuat bagaikan penjara bagi umat manusia.

Pengetahuan seperti ini tidak dapat dicapai dengan intelektual atau logika dengan sarana proses pemikiran rasional yang berkembang sekarang ini.  Pembukaan selubung manusia dilakukan dengan cara melakukan penyingkapan "selimut" hati dimulai dengan niat "baca dan belajar" pada Buku Panduan secara kontinyu agar Tuhan membantu atau ikut berperan dalam pelepasan selimut (kasyf) tersebut.  

Proses penyingkapan Illahi ini menjadikan terwujudnya kecenderungan hati atau batin manusia untuk menerima trasnmisi atau pancaran emanasi (rahasia diri) yang selalu bertambah setiap masa.  Diri manusia hanya bersifat pasih karena menerima yang berasal dari limpahan rahman dan rahim NYA serta mampu memberikan energi baru untuk bertindak atas segala realitas kehidupan di dunia ini. Energi untuk bertindak ini menjadikan diri sebagai manusia yang baru dengan kapasitas makhluk yang sempurna karena semua inisiatif dan kekuatan dalam beraktivitas berasal dari NYA.  

Sebuah hasil kerja keras diri nampak dalam usaha untuk melakukan penyingkapan selubung kata manusia yang sempurna dan menjadikan diri hidup selalu dalam pengawasan dan perlindungan NYA.  Ketika kondisi seperti ini terjadi maka terjadi kehidupan diri sebagai manusia yang tanpa beban dan tidak pernah takut dengan kondisi apapun.  Hal inilah sebetulnya yang dikehendaki oleh Tuhan kepada setiap diri manusia yang dilahirkan namun tidak semua akan mampu melakukan dan hanya diri yang memiliki kesadaranlah dan mau berusaha dengan kuat akan diberi kemudahan.


Hasil Penyingkapan Manusia

Keberhasilan diri dalam melakukan penyingkapan manusia ini merupakan proses pembersihan hati agar diri mampu memposisikan sebagai makhluk yang sempurna.  Namun manakala hati sudah bersih sesuai dengan Buku Prosedur Hidup manusia yang diberikan oleh Tuhan akan mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari hari. Ibarat diri hanyalah sebagai wujudnya sedangkan yang kerja adalah tangan kanan Sang Pencipta.

Gambaran dari hasil penyingkapan ini yang diharapkan mampu memberikan bisikan jiwa agar diri mampu "naik kelas".  Penyingkapan akan berhasil manakala diri mampu memahami "kerja manusia" seperti yang diharapkan oleh Sang Pencipta.  Seperti diketahui bahwa DIA menciptakan manusia agar dapat "enjoy" dalam kehidupan bukan "tersesat" dalam kepedihan dan penderitaan.  Namun ketahuilah bahwa banyak diri kita yang terjebak dan lebih suka hidup dalam "kepedihan dan penderitaan" tetapi semua itu tidak disadarinya.  

Kelirunya diri dalam menikmati kehidupan ini dengan memilih "kerja manusia" dalam posisi on/off  yang lebih menitik beratkan pada segi fisik atau jasadiyah akibat dari kurangnya jam terbang dalam memahami ayat-ayat yang ada.  Hal ini diakibatkan diri terlalu terpedaya pada kondisi yang terlihat dan dapat dirasakan oleh indra secara jasadiyah dan melupakan "hakekat tugas" yang diembannya.

Gambaran proses kerja manusia dapat di gambarkan dalam gambar on/off atau off/on kerja manusia yang dapat dilihat dalam gambar dibawa ini. 



Proses kerja diri manusia dapat digambarkan dalam gambar tersebut menunjukkan ada dua golongan yaitu kondisi manusia on/off dan kondisi manusia off/on. Mengapa diri katakan sebagai sesuatu yang on dan off?  karena dilihat dari perspektif bahwa unsur manusia adalah terdiri dari dua elemen yaitu fisik/jasmani dan non fisik/rohani.  

Perspekstif kerja on/off.  Dalam perspektif ini diri masih dikatakan sebagai manusia yang setara dengan makhluk lain yang diciptakan Sang Pencipta.   Mungkin dalam kondisi sekarang ini diri memang kerja dalam kondisi on-off karena diri masih menitik beratkan segala aktivitas kehidupan hanya pada segi materi/fisik.  Bahkan semuanya baru dapat diterima manakala diri dapat membuktikan dengan ujud yang dapat diterima dengan indra manusia.  Termasuk bagaimana kebahagian dan gambaran tentang reward yang diterima baik dari manusia sendiri ataupun dari Sang Pencipta selalu diukur dengan kuantitas.  Suatu misal pahala yang diterima selalu diukur dengan berapa jumlahnya bahkan ukuran timbangan kebaikan adalah keseimbangan antara kebaikan dan keburukan.

Memang ini adalah benar manakala diri masih terjebak dalam pemahaman yang ada sekarang ini.  Tetapi ini bukan hal yang diharapkan oleh Sang Pencipta atas diciptakan diri sebagai makhluk yang sempurna.  Karena kesempurnaan diri adalah bagaimana diri dapat kerja off-on dimana tidak semua dikerjakan oleh jasad atau ukuran materi. Maka diri harus ingat bagaimana Sang Pencipta memberikan wahyu pertama kepada Muhammad SAW yang mengingatkan pentingnya "baca" ilmu Tuhan yang telah memberikan panduan hidup kepada manusia.  

Ketika diri hanya memahami perintah "baca" sekedar dengan pemahaman sekarang ini mungkin tidak akan menemukan panduan kehidupan yang benar.  Maka tidak heran ketika kondisi sekarang banyaknya diri kita yang melakukan baca bahkan hafal tetapi memiliki perilaku yang "keliru" akibat "kerja diri" dalam kondisi on off.  Diri harus memahami masalah tugas "baca" ini sebagai sesuatu yang lebih dari yang sekarang dilakukan agar mampu merubah "kerja diri dari on/off menjadi off/on". 

Perspektif kerja off/on.  Dalam perspektif ini adalah kondisi kerja manusia  ideal yang diharapkan oleh Sang Pencipta.  Karena diri manusia diciptakan sebagai makhluk yang sempurna dan diharapkan mampu memegang atau menjalankan amanahnya sebagai khalifatul fil ardh.  Dua tugas yang diemban sebagai khalifatul fil ardh adalah melakukan hubungan atau perjalanan vertikal dengan Sang Pencipta dan melakukan hubungan atau perjalanan horizontal dalam kehidupan di dunia ini bersama makhluk lain secara seimbang.

Agar diri mampu pola "kerja manusia" maka harus melihat alur perjalanan Muhammad SAW.  Langkah "baca" adalah permulaan diri dalam melakukan perubahan kerja diri sebagai manusia.  Hal sederhana yang sekedar baca namun tidak mengejar kuantitas ataupun pahala yang akan diterima melainkan sebuah tugas wajib agar diri menemukan pemahaman tentang prosedur kehidupan sebagai manusia.  

Motivasi baca adalah sekedar mengasah atau menemukan "akal" sebagai koneksi diri dengan Sang Pencipta.  Mungkin sama-sama pikir namun manakala pikir masih dalam kondisi on/off maka pikiran yang ada tidak akan menemukan koneksi karena memiliki frekuensi yang berbeda.  Teori peran (role Theory) seperti dalam gambar tersebut diatas adalah sebagai bentuk pikir dirubah menjadi akal agar pikir mampu berperan sebagai transmisi diri manusia dengan Sang Pencipta.  Memang bukan hal yang mudah dilakukan namun Sang Pencipta sebetulnya sudah menciptakan otak atau pikir kita berperan sebagai transmisi.  Maka peran yang dilakukan adalah bukan peran diri sebagai manusia sebagai makhluk biasa melainkan tugas "wakil" yang di dalamnya apa yang dilakukan adalah merupakan kepanjangan tangan dari apa yang akan dilakukan oleh Sang Pengatur. Dan teori ini mengakibatkan diri memposisikan sebagai khalifatul fil ardh.

Hal yang sama dengan "indra rasa" yang diberikan kepada semua makhluk termasuk manusia.  Rasa bukan untuk dilatih kepekaaan perasaannya melainkan dirubah sebagai cermin.  Dalam teori cermin (mirror theory) ini  ibarat bagaimanan kondisi diri bercermin maka akan melihat bayangan yang memperlihatkan jati diri sebagai manusia.  Maka rasa yang muncul adalah memunculkan segala perbuatan agar diri mampu berbuat baik untuk diri dan alam semesta.  Agar cermin ini dapat berguna maka harus setiap hari digosok dan dibersihkan dari debu-debu yang menempel.  Cerminan diri (Sang Pencipta) akan membangun sebuah iman dan tekat hidup yang kuat bahwa diri adalah pengemban amanat.  Maka diri akan selalu berusaha sebaik mungkin dalam beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari agar tidak mendapatkan noda dan mampu tampil dengan bersih dan rapi.  Indra rasa yang ada dalam diri berubah menjadi releksi Sang Pengatur yang mengatur perilaku diri dalam kehidupan alam semesta ini.

Sedangkan untuk "indra perut/nafsu" jika tidak dibiasakan dengan pola baca yang diharapkan maka akan mengajak diri menjadi liar.  Maka keliaran diri hidup di bumi ini akibat diri tidak mampu memerankan tugas sebagi agen dari Sang Pencipta.  Inilah yang disebut diri sebagai agen dari Sang Pencipta.  Teori agency (Agency theory) yang seharusnya menjadi pegangan dalam kehidupan diri adalah bagaimana mengubah keinginan perut dan sekitarnya (nafsu) agar menjadi sebuah nafsu yang mutmainah (baik) agar mampu menjalankan tugas sebagai hakekat manusia yang sesungguhnya.

Pola baca yang baik yang diterapkan diri dalam kehidupan ini akan mengakibatkan diri mampu membersihkan hati dari selimut yang selama ini menyelimutinya.  Ketika hati berselimut maka diri bukanlah kategori manusia yang diharapkan karena hati yang kotor akan menimbulkan jiwa yang menentang dan ragu-ragu terhadap perjalanan yang akan dijalani.  Namun manakala diri mampu menjalankan tugas baca dengan baik dan membaca pemahaman yang diberikan oleh Sang Pencipta maka hati akan menjadi wadah yang mampu menampung "ruh Illahi" yang merupakan modal diri yang membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya.

Kesempurnaan manusia adalah sebuah hal yang harus diusahakan diri sendiri tidak otomatis posiis diciptakan sebagai manusia langsung memiliki derajat yang sempurna .  Perjalanan yang sederhana melalui tugas baca banyak diri lupakan akibat penjara kondisi kehidupan sekarang ini.  Kesadaranlah yang membangun diri untuk berubah agar mampu menjadi manusia yang sempurna agar diri mampu pulang ke rumah Tuhan dengan khusnul khotimah.

Terimakasih
Salam KAS
Pakde AMIN
25/9/2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah