Diri Terjebak Selubung Kata

Ketidaktahuan diri menjadikan  terlena dalam kondisi... Kehidupan hanya diisi dengan ritualitas yang semu... Yang tak memiliki nilai di depanMU... Menjadikan hidup laksana menanggung beban perjalanan yang melelahkan
Ketidakpahaman diri menjadikan terbuai dalam kebodohan... Kehidupan hanya diisi dengan aktivitas berlari mencari beban.. Yang tak membawa pemahaman tentang Pengetahuan MU... Menjadikan hidup laksana mengumpulkan beban kehidupan yang semakin menumpuk
Kemalasan diri menjadikan terbuai dalam kesombongan... Kehidupan hanya dilakukan dengan problematika yang ada dalam tempurung... Yang tak memiliki peta untuk menemukan Jalan MU.. Menjadikan hidup laksana menunggu azabMU
Hai diri ini... Inilah hidup yang telah kita lalui... Tanpa mengetahui makna yang sejati... Laksana  buih yang tak memiliki tujuan yang pasti.
Kerugian pasti sudah menunggu... Kematian yang jelek pasti sudah menjadi tiket diri... Apakah ini yang kita nanti... Bukan kebahagiaan yang kita hadapi..
KAS, 20/9/2023, Puisi Pilihan Hidup


Sebuah kata yang tertulis atau terucap umumnya langsung dapat ditangkap menjadi sebuah makna yang dijadikan nilai terhadap sesuatu hal yang dimaksud.  Terlebih manakala diri kita sering menggunakannya dan merupakan bahasa familiar untuk menerangkan tentang sesuatu hal yang sama.  Maka tanpa berpikir lebih dalam menjadikan diri latah dan menganggap bahwa makna "kata" tersebut adalah hal yang sesuai yang dipahami dan mungkin malas untuk mencari lebih dalam akan arti dan hakekat dari "kata" itu.

Memaknai topik tulisan ini yang membahas tentang diri yang terjebak selubung kata maka sebagai contoh apabila mendengar kata yang biasa terucap yaitu "manusia".  Maka otomatis diri memilki pemahaman bahwa maksud dari kata "manusia" adalah makhluk yang seperti digambarkan oleh indrawi (umum: mata, telinga, dst).  Pengetahuan dasar inilah yang biasanya memenjara pemahaman diri dalam memahaminya.  Jika diri tidak memiliki pemahaman yang lebih maka otomatis ketika diri dipertemukan dengan kata "manusia" tersebut secara universal memiliki pandangan yang sama dengan artinya.

Arti kata manusia tersebut benar karena hasil dari proses kerja pikir yang mendefinikan secara realitas jasad atau fisik saja. Maka dapat dikatakan hakekat diri sebenarnya adalah hanya sekedar eksistensi hidup dalam "kubangan fisik" yang di selalu mengagungkan pengetahuan logika realitas saja.  Dan ketika hal ini (pemahaman realitas) menjadi pegangan dalam kehidupan sehari-hari maka tidak heran muncul pendekatan materialitas dalam segala aspek kehidupan yang dijalani.  Aspek realitas dan materialitas menjadi ukuran baik kerja maupun keberhasilan hidup diri di dunia ini.

Realita kehidupan diri sekarang ini sudah bangga ketika selalu memakai ukuran-ukuran tersebut dan bahkan ukuran peribadatan pun diukur dengan hal yang sama.  Bukankah hal ini sebuah "ketidaktahuan/kelalaian" diri dalam menjalankan tugas belajar akibat imajinasi yang selalu terbangun dalam benak diri dalam kehidupan sehari hari.  Maka tidak salah dikatakan sebetulnya hidup diri hanya dibangun dengan imajinasi manusia sekedar mencari sebuah arti kata. Ketika diri tidak memiliki kesadaran agar dapat belajar dengan benar maka apakah mungkin akan menemukan kenikmatan dan kepuasan dalam kehidupan di dunia ini.

Kondisi seperti ini akibat diri tidak memahami arti kata secara komplit (Jasmani dan ruhani) yang dikarenakan ketidaktahuan ataupun kelalaian tentang ilmu hidup menurut Buku Panduan.  Tugas baca hanya dilakukan sebagai ritual tanpa ada niat apapun untuk menambah pengetahuan dan mungkin hanya sekedar mengumpulkan reward (pahala).  Sebuah kerugian yang besar manakala diri bertindak dan berperilaku dengan paham seperti ini. Maka tidak heran ketika dalam kehidupan yang dilalui bagaikan "orang bingung" yang tidak pernah menemukan jalan untuk pulang.   


Terjadinya Selubung Kata

Selubung kata adalah sebuah batas atau penjara diri dalam segala aspek kehidupan sehari-hari yang berpengaruh terhadap tindakan yang akan dilakukan.  Diri diciptakan sebagai manusia yang pada hakekatnya adalah memiliki "kebebasan" dan "kecerdasan" seharusnya mampu memahami hal yang kecil terumatam masalah yang berhubungan dengan aktivitas di dunia ini. Beloknya langkah perjalanan diri juga dipengaruhi oleh selubung kata tersebut.  Maka tugas baca dan belajar harus selalu dilakukan agar diri tidak selalu hidup dalam kondisi tersebut.

Selubung kata dapat terjadi pada diri kita yang diakibatkan faktor internal dan eksternal yang terdapat atau mempengaruhi kerja dalam diri manusia.  Dua faktor ini selalu bersinggungan dalam kehidupan sehari-hari sehingga memahami selubung kata adalah hal dasar agar diri dapat beraktivitas secara benar.  Manakala diri yang tidak dapat lepas atau memahami bagaimana posisi manusia dalam mengantisipasi atau mengelola makna dari sebuah kata pasti akan hidup dalam kecenderungan dalam penjara selubung kata tersebut. 

Faktor ekternal adalah kondisi pertama dirasakan terjadi dimulai pada saat diri dilahirkan.  Lingkungan diri pada saat dilahirkan akan membekas dalam dalam benak pikiran dan perasaan manusia.  Bahkan mungkin nilai yang ada dilingkungan tersebut selalu menjadi daya atau motivasi dalam setiap tindakan. Tindakan membandingkan antara lingkungan yang dijalani dengan lingkungan bawaan selalu mendominasi sehingga sering kali muncul rasa kuatir dan was was dalam menghadapi kondisi kehidupan.

Kondisi yang tidak sehat ini akan menjadi penjara hidup diri manakala diri selalu yakin bahwa apa yang dibawa nenek moyang ataupun keluarga menjadi sebuah keyakinan langkah dalam aktivitas.  Padahal banyak sindirian yang menyebutkan "diri yang selalu memegang teguh pada pemahaman nenek moyang walaupun dihadapkan dengan ajaran yang mengajak kebenaran, padahal nenek moyang tidak pernah menyentuh atau menyandarkan kehidupannya pada kebenaran tentang ajaran yang tertulis dalam Buku Panduan".  Bukankah hal ini termasuk sebuah kondisi kebodohan (jahilyah) manakala diri tidak pernah mau menerima perbedaan dengan sebuah perintah yang ada dalam ayat-ayat kehidupan yang membawa ajaran kebenaran?. Maka selubung jahiliyah atau kebodohan tidak langsung seperti kondisi pada zaman Nabi pada saat itu namun juga terjadi manakala posisi diri saat ini yang selalu berpegang teguh pada ajaran nenek moyang tanpa menelisik kesesuaian dengan ajaran yang tertulis dalam Buku Panduan.

Faktor Internal merupakan faktor kedua  dalam memahami tentang selubung kata dan berasal pada diri kita sebagai manusia secara pribadi.  Perilaku diri yang tertutup dengan pemahaman baru merupakan hasil kerja dari indra manusia yang tidak sempurna.  Ketidaksempurnaan kerja diri melalui kerja indra (pikir-perasaan-keingingan) tidak dapat bekerja secara optimal.  Hal ini diakibatkan oleh tidak "kerja"nya hati sebagai poros kerja dari ketiga unsur indra manusia yang dimiliki. 

Kerja diri sebagai manusia yang demikian dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:


Kerja diri yang tidak mampu menemukan atau hadirnya hati (qolb) dalam setiap aktivitas adalah kelalaian diri. Ketika hati harus menjadi poros kerja dari ketiga indra tersebut tidak hadir atau ada (hakekat hati dalam bentuk kerja bukan fisik) sehingga akan menyebabkan dominasi nafs dan berakhir pada muncul ego sebagai tujuan utama dalam setiap tindakan diri.Dan ego yang paling berat adalah manakala muncul dengan dominasi dari perut (keinginan) dan otak (pikiran). Karena aktivitasnya dalam memperjuangkan didasarkan atas desakan dari pikiran dan kebutuhan sekitar perut.  Sungguh rendah derajatnya manakala diri terjebak dalam kondisi ini  

Agar diri mampu membuka selubung kata sehingga mampu menangkap sebuah hakekat kata dengan secara sempurna maka diri harus menghadirkan hati agar diri mampu mencapai koneksi dengan Sang Pencipta.  Ketika koneksi dengan Sang Pencipta maka diri mampu membuka selubung kata karena kerja diri adalah bentuk wahidatul wujud atau kesempurnaan manusia dengan keseimbangan antara jasad dan ruhani yang ditiupkanNYA. Diri yang mampu mencapai kondisi ideal sebagai manusia sempurna bukanlah hal yang mudah namun merupakan sebuah perjuangan yang lama dan kontinyu karena melalui banyak tangga yang harus dilaluinya.

Sikap diri yang selalu meluangkan waktu untuk membaca Buku Panduan secara benar adalah proses awal belajar tentang ilmu kehidupan yang seharusnya dilakukan oleh setiap diri manusia.  Banyaknya tangga yang dilalui maka di butuhkan kesiapan fisik dan hadirnya kesadaran (menemukan ruh) yang dapat membangun energi baru yang mampu memunculkan motivasi diri untuk selalu tegak lurus sesuai dengan tugas diri sebagai manusia.  Namun ingatlah bahwa diri memiliki penyakit bawaan yaitu kemalasan dan kenyamanan manakala diri sudah merasa dalam kondisi nyaman.  Maka tidak heran banyak diri tidak mampu membuka selubung kata yang biasa dijumpai dan dianggap hal yang sepele karena dianggap bukan merupakan bagian dari Ayat-ayat Sang Pencipta.

Banyaknya ayat-ayat dari Sang Pencipta yang tidak tertulis dalam Buku namun merupakan sebuah keterangan yang menerangkan tentang urusan hidup manusia.  Kesadaran tentang ayat-ayat ini harus digali dengan intuisi yang dalam dan diri manusia sudah dilengkapi dengan alat ini. Namun bagaikan diri mabuk karena terlalu banyak minum arak (kesenangan dan kesibukan duniawi) menjadikan lalai dengan hal sederhana ini.  Malah mungkin diri selalu meremehkan dan menertawakan hal hal yang mengingatkan tentang hal tersebut.

Maka tidak heran bahwa banyak diantara diri kita tidak menyadari bahwa sebuah kata memiliki pelajaran bagi setiap diri manusia dan memiliki hobi yang senang mempermainkan kata-kata agar diri mampu mencapai tujuannya.  Ingatlah bahwa Sang Pencipta tidak tidur dan selalu memperhitungkan perbuatan yang dilakukan oleh setiap diri sebagai manusia.  Menjadi pribadi diri yang cermat dan selalu memiliki motivasi belajar akan mampu membuka selubung kata akan menemukan diri yang sesungguhnya dan mampu menerjemahkan atau mengaplikasikan ayat-ayat Tuhan yang tersembunyi dalam sebuah kata.

Terima kasih
Salam
KAS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah