Diri dan Gigi Persneling

Puisi diri dan Gigi Persneling

Pernahkah diri terasa bingung... berlari dan berjalan namun tidak pernah maju... hanya kemunduran dan kehancuran diri menyertai diri... walaupun materi dan kebutuhan fisik terpenuhi dengan kapasitas yang melebihi..

Pernahkah diri terasa berat...., berlari dengan sekuat tenaga namun tidak pernah beranjak dari tempat..., hanya kebosanan dan kelelahan yang diraih..., Dan kesadaran diri hanya untuk menyelaraskan pelarian yang hampa dan semu...

Pernahkah diri merasa gelisah....,berlari dengan sekuat tenaga namun  tak pernah bisa pergi dari kondisi... hanya rutinitas membuang energi untuk mencari bahan bakar...., Dan kesadaran diri hanya untuk menjaga keseimbangan yang jauh dari harapan....

Pernahkah diri merasa jenuh... berlari dengan sekuat tenaga namun hanya sekedar menjaga posisi... hanya upaya dan usaha untuk mencapai ambisi dan popularitas..., Dan kesadaran diri hanya untuk menjaga ayunan langkah materi, keseimbangan sebatas diri memuaskan mencari "kenyamanan diri"...

Pernahkah diri merasa nyaman... berlari - berjalan dengan kenikmatan yang bisa dinikmati dengan kenyamanan... namun kesadaran diri bagaikan hilang karena ada  sesuatu yang kurang... dan keseimbangan belum mencapai titik puncak hakekat manusia...

Pernahkah diri merasa bahagia... berlari dan berjalan dengan gontai seenak diri kita... Namun kenikmatan menyelebungi kehidupan kita... dan Kesadaran telah membawa kita pada puncak keseimbangan diri dan bagaikan menemukan cahaya yang selalu menyinari diri kita...

Oooiii.....,    Pernahkah kita lihat patung dipahat terlepas dari pemahatnya... pernahkah kita lihat para kekasih yang tidak merindukan kekasihnya... Dan diri kita adalah hakekat pecinta yang mencoba mengobati rindu pada kekasihnya 

Ooo... Pernahkah kita liat Matahari tidak menyinari  dikehidupan diri ini... Kondisi gelap dan tanpa pelita diri Mu sebetulnya hadir, hanya kita yang menyelimuti diri dengan ego dan kesombongan ...,  Kondisi terang adalah karena kehadiranmu jika selubung diri sudah pergi dari diriku...

Jadikan diri ini sebagai pecinta.... Pecinta diriMU yang sesungguhnya... Jangan gelapkan indra ini agar bisa selalu membuka selubung hati... Karena kehadiranMU disisiku adalah kebahagian yang ingin kurengkuh dalam menikmati perjalanan ini

(KAS, 13/12/2020)



Tulisan ini berawal dari aktivitas yang biasa diri yang dilakukan dalam kehidupan sehari. hari.  Ketika dalam keseharian kita  tidak lepas dari kendaraan/mobil, mobil yang kita kendalikan akan melaju dengan enak dan tidak akan mengalami gangguan ketika bisa tepat menggunakan persneling.  Tepatnya kita mengoper gigi persneling pun juga akan mengalami ekselerasi yang nyaman, dan strategi penggunaannya pun juga akan berpengaruh pada hemat atau borosnya bahan bakar yang dipakai.  Gigi persnelling sebagai bahan perenungan diri untuk kehidupan kita sehari hari, ini bukan sekedar menggandeng cenengkan sesuatu dengan sesuatu yang ada, namun menurut penulis apapun yang ada dihadapan kita bisa digunakan sebagai bahan untuk belajar dengan benar tentang kehidupan diri sebagai manusia yang sesungguhnya. Dan mungkin nanti setelah membaca tulisan ini diri kita kan semakin banyak pertanyaan tentang diri dengan gigi persneling serta bagaimana kalo mobilnya matic.

Ada orang yang selalu memakai gigi mundur untuk menjalankan mobilnya, ada juga yang selalu memakai gigi satu selama perjalanan, ada yang selalu gigi dua atau tiga dan malah ada orang yang tidak pernah memakai gigi 4 dan lima dalam menjalankan mobilnya.  mengapa demikian? karena orang menjalankan mobil tergantung pada ilmu yang akan menjadikan kemahiran dirinya sebagai seorang sopir.  Sopir yang mahir adalah diri kita yang memiliki pemahaman tentang kondisi mobil dan dirinya. Namun orang akan merasa kalo sudah bisa menjalankan mobil entah pakai gigi persneling apapun asal bisa menggerakkan mobil itu sudah bisa dikatakan sopir, demikian juga manusia dalam posisi apapun jika dia bisa bergerak maka dikatakan bahwa manusia itu hidup.

 Berpijak pada hal tersebut maka tulisan ini akan dimulai dengan penjabaran masalah gigi persneling dengan a kondisi diri manusia dalam kehidupan.  Seperti diketahui semua manusia bahwa gigi persneling untuk kendaraan sekarang ini umumnya terdiri dari tujuh posisi, yaitu: 1) gigi mundur; 2) gigi nol/normal; 3) gigi satu; 4) gigi dua; 5) gigi tiga; 6) gigi empat dan 7) gigi lima.  Dan diri kita ketahui masing masing gigi memiliki fungsi yang berbeda beda tergantung pada tujuan atau dasar pemahaman pemakaian gigi itu, dalam posisi apapun gigi persneling itu berada manusia akan mencapai tujuannya.  Demikian juga dalam kondisi kehidupan manusia.  Berikut dibahas pemahaman gigi persnelling seperti kehidupan diri kita yang hidup di dunia ini yang berhubungan dengan pemahaman ilmu yang sesungguhnya yang berdasarkan pada buku Panduan.


Gigi persneling Mundur

Jika diriku adalah manusia, maka aku adalah orang yang pintar....  Jika diriku orang pintar, maka aku adalah orang yang berilmu.... Jika ilmu  tak membuatku telanjang dari nafsu, maka aku adalah seorang yang dungu...   Sungguh dungu lebih baik jika aku sandang sebagai gelar, Maka diriku akan sejajar dengan para hewan  (KAS, 27/12/2020)

Seperti kita ketahui fungsi gigi persneling mundur adalah digunakan untuk menggerakkan mobil kebelakang, yang gunanya untuk berjalan ke sisi yang berlawan dengan jalan yang sesungguhnya.  Sehingga hakekat persneling mundur adalah untuk memundurkan mobil jika mobil ini parkir atau arah yang kita tuju terlewati, namun bisa juga digunakan jika gigi yang lain tidak berfungsi namun kita ingin memindahkan mobil maka langkah yang dilakukan adalah menggerakkan mobil ke arah belakang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki,

Perumpamaan gigi persneling mundur ini pada diri kita adalah: pertama manusia yang dalam kehidupannya adalah hidup namun tidak pernah mengalami rasa kebahagian atau kepuasan. Kehidupan yang demikian bisa terjadi ketika diri kita terlalu banyak mencintai kehidupan dunia.  Kecintaan terhadap dunia yang mengakibatkan lupa pada hakekat dirinya sebagai manusia yang sempurna yang mengemban amanah dari sang Pencipta.

Kehidupan sehari hari diri yang merasa tidak pernah merasakan kebahagian dan kepuasan diakibatkan kesibukan dalam mengejar ambisi dan popularitas tanpa didasarkan pada ilmu yang sesungguhnya.  Karena ilmu yang dipelajari dan dipahami selama ini hanyalah ilmu yang berfokus pada pemenuhan materi kehidupan di dunia.  Pengenalan ilmu yang sesungguhnya hanyalah sekedar formalitas belaka, tanpa ada keinginan yang lebih untuk memperdalam secara khusus, atau pendalaman ilmu hanyalah bentuk ritualitas semu yang bersifat ceremony dan "setor muka".  Hal ini berarti keseimbangan ilmu hanyalah lebih berat pada ilmu dunia dibandingkan dengan ilmu yang seharusnya dia pelajari.

Akibatnya adalah ilmu hanyalah sekedar untuk hidup di dunia, yang mengakibatkan ilmu yang sesungguhnya terlupakan.   Ketika ilmu hanya sekedar untuk hidup di dunia maka ilmu itu fokus pada jasmaniah manusia yang bersifat materi.  Hal ini tidak salah ketika kita hidup di dunia memang butuh materi untuk kehidupan, namun karena ketidak seimbangan inilah yang menyebabkan hanya fokus satu sisi.  

Ketidakadaan sisi ilmu yang menyirami ruhani diri kita mengakibatkan rasa kebahagiaan dan kepuasan akan hilang.  Hal ini diibaratkan seperti perjalanan kita hanya mundur untuk mencari bahan bakar materi tanpa pernah maju.  semakin mundur perjalanan kita akan semakin banyak materi yang kita dapatkan dan semakin tertutup hati kita untuk mengenal diri yang sesungguhnya.  Ketidakdapatan diri kita mengenali diri sendiri akibat dari hati yang terselimuti ini menjadikan diri kita sebagai budak atas pemuasan ego dengan mengumbar ambisi untuk mendapatkan popularitas materi saja.

Kedua, jika kita menafsirkan gigi mundur ibaratnya bahwa diri kita belum memahami hakekat indra yang dimiliki oleh manusia.  Pemahaman hakekat indra ini bisa dibaca dalam hakekat indra manusia sesungguhnya yang mengakibatkan diri kita tidak bisa mencapai akal sebagai konektivitas diri dengan sang Pencipta.  Ketidakdapatan diri kita mencapai konektivitas ini karena perjalanan diri kita hanya mengacu pada pemuasan nafsu diri untuk mencapai pemuasan ego yang tidak pernah terpuaskan.

Kesalahan atau arah yang keliru dalam perjalanan inilah diibaratkan diri kita dalam kehidupan kita bagaikan sebuah mobil yang memakai gigi persneling mundur yang mengakibatkan diri kita selalu dalam kerugian. Karena langkah kita bukan maju dalam menghabiskan umur yang ada sebagai pembatas kehidupan di dunia malah semakin mundur bagaikan menjerumuskan ke derajat manusia dari derajat mahkluk yang tertinggi menuju derajat makhluk yang terendah.

Kesadaran diri dalam mengalami gigi mundur ini harus kita sadari, jika tidak maka jalan kita dalam kehidupan adalah selalu jauh dari harapan dari harapan sang Pencipta dari penciptaan manusia.  Memang buka hal yang mudah untuk menumbuhkan kesadaran ini dikarenakan keasyikan kita dengan dunia. Maka kesadaran diri harus dimunculkan dengan melakukan perenungan dan belajar ilmu yang sesungguhnya yang berasal dari Buku Panduan dari Sang Pencipta.  Kembalinya atau munculnya kesadaran ini mengakibatkan diri kita akan menuju ke gigi normal.

Gigi mundur bisa diri kita artikan diri dalam era kebodohan (jahiliyah)


Gigi Normal

Sebuah pertanyaan lahir dari pengetahuan... sebuah kesadaran lahir dari pemahaman... Sebuah penyesalan lahir dari kesalahan... Sebuah kesempurnaan lahir dari ketidak sempurnaan..  Dan diri yang baik akan lahir dan diciptakan untuk semua alur perjalanan kehidupan  (KAS, 27/12/2020)

Dalam pemahaman sebuah otomotif, jika dalam kondisi gigi persneling normal artinya bahwa di gas sampai seberapa kencangnya sebuah kendaraan maka tidak akan bergerak sama sekali.  ini berarti kendaraan itu tidak dapat bergerak dan hanya menghabiskan bahan bakar dalam kondisi nyala mesinnya.  

Gigi normal dalam kehidupan manusia adalah awalnya sebuah kehidupan hal ini dikondisikan dengan lampu indikator warna hijau yang biasa disamakan dengan awalnya sebuah kehidupan baru setelah kita mengalami atau  masuk dalam gigi mundur.  Awalnya sebuah kehidupan dimulai dengan munculnya kesadaran dalam diri akan langkah perjalanan kehidupan yang salah.  Perjalanan kehidupan yang salah ini sudah sekian lama kita lalui namun jika kita tidak mengalami kesadaran maka kekeliruan  jalan sudah merupakan hal yang wajar dan biasa dalam diri kita. 

Kesadaran akan diri yang keliru karena merasa tidak pernah puas/bahagia atau dalam kondisi yang selalu dalam posisi dibawah dan serba salah itulah yang menimbulkan semangat untuk merenung dan intropeksi atas perjalanan kehidupan kita.  Perenungan dan instropeksi akan menemukan jawaban jika kita mempertanyakan permasalahan yang selalu menimpa pada  diri sendiri.  Memang bukan pekerjaan yang mudah karena ketika kita dalam kondisi itu biasanya bukan lari pada instropeksi diri malah biasa menyalahkan orang lain sebagai penyebab mundurnya perjalanan kehidupan kita ini.

Kesadaran dan bukan menyalahkan orang lain merupakan sebuah langkah kedua setelah munculnya kesadaran diri. Langkah kedua ini akan benar jika kita kembali membuka dan belajar dengan buku Panduan yang diberikan oleh Sang Pencipta.  Namun akan salah jika kita hanya diikuti dengan alternatif dan jalan yang biasa dipakai pada umumnya, karena hanya melakukan instropeksi dan membangun langkah baru namun dengan buku panduan yang sama tanpa menggunakan buku Panduan dari Sang Pencipta.

Gigi normal ini ibaratnya mulai lagi kehidupan kita seperti kita dilahirkan di dunia ini.  Maka sebuah tantangan baru ibarat manusia yang baru dilahirkan, karena membutuhkan banyak ilmu kehidupan yang baru.  Ilmu kehidupan baru ini berasal dari pemaknaan dari ilmu yang ada dalam Buku Panduan.  Ilmu inilah yang seharusnya digunakan oleh diri kita dalam bermusyafir di kehidupan di dunia ini.

Ilmu ini banyak sekali berbeda dengan ilmu yang sudah kita pelajari selama ini, jika diri kita kuat dan teguh dalam menerima/menjalankan/mempelajari nya maka bukan hal yang mustahil kita akan melangkah ke gigi satu.  Namun jika kita tidak kuat akan dikatakan sakit jiwa atau orang gila, maka tidak sembarang manusia mampu menghadapi ujian untuk melangkah ke gigi satu.

Gigi normal bisa kita artikan diri pada era kesadaran/kelahiran

Gigi Satu

Orang yang berilmu akan tampak dari perkataannya... Orang yang memiliki seni akan tampak dari pekerjaannya... Orang yang Sempurna akan nampak dari perbuatan dan prinsip kehidupannya... Dan Prinsip hidup/aqidah  yang dijadikan bekal dalam laju kehidupannya... (KAS, 27/12/2020)

Gigi satu merupakan langkah awal diri kita dalam melakukan perjalanan dalam kehidupan yang sesungguhnya yang sesuai dengan buku Panduan.  Gigi satu merupakan langkah awal dalam melangkah menjadi sesuatu yang berat dan goncangan diri dalam menjalaninya.  Mengapa demikian?  karena setelah kita mengalami kondisi kontra dari mundur jalannya kemudian dilanjutkan dengan kondisi dilahirkan kembali dan diri kita menemukan prosedur hidup yang benar, maka langkah ini merupakan sebuah langkah yang berat.

Langkah berat ini dikarenakan adanya sesuatu antiklimaks dari prosedur hidup diri yang selama ini kita jalani.  Prosedur yang selama ini kita jalani hanyalah sebuah pemaknaan yang kurang lengkap yang mengakibatkan keliru dalam memahami sebuah ilmu. Kekeliruan ini tidak hanya diri kita yang menjalani namun sudah menjadi hal yang salah kaprah di dalam kehidupan di dunia ini, hal inilah yang menyebabkan diri kita berjalan mundur dalam perjalanan sebagai seorang musyafir.

Gigi satu ibarat dalam diri manusia menginjak usia anak anak (dalam pemahaman agama), disini kita mulai mengenal tentang diri sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban dalam berkehidupan di dunia ini.  Pengenalan diri ini sebagai langkah awal kita dalam mengarungi samudra kehidupan sebagai seorang musafir.  Kita mulai mengenal langkah maju sebagai bentuk menunaikan hak dan kewajiban kita sebagai manusia untuk menuju manusia yang sempurna.

Gigi satu adalah bentuk pengenalan Syariat-syariat kehidupan, bentuk pengenalan ini adalah proses belajar diri pada buku Panduan yang diberikan oleh Sang Pencipta. Buku Panduan ini merupakan peta perjalanan kehidupan yang nyata yang menjauhkan diri manusia dari jalan kesesatan.  Proses belajar pertama ini adalah bentuk pemahaman umum tentang hak dan kewajiban manusia yang berdasarkan pada buku Panduan.  Pemahaman umum yang diatur dalam syariat-syariat yang dikenalkan oleh para ulama yang bersifat umum.

Untuk mengenal lebih lanjut maka manusia perlu lebih dalam untuk mempelajari buku panduan dengan masuk ke gigi persneling dua.  Namun realita dalam kehidupan kita bahwa diri banyak yang merasa cukup dalam gigi satu, karena mereka merasa sudah cukup untuk maju ke depan.  Namun apakah maju dalam kondisi ini manusia merasa nyaman dalam perjalanan kehidupannya.  

Banyak kendala jika kita sudah merasa puas dengan maju menggunakan gigi satu, bisa bisa badan kita secara fisik akan mengalami overload dan rusak sebelum kita mencapai tujuan.  maka tidak heran banyak kita yang sering keluar masuk rumah sakit karena overload beban kehidupan akibat tidak belajar dan merasa puas dengan pemahaman ilmu yang hanya sekedar kulit dari ilmu yang sesungguhnya.

Untuk itu sebagai manusia yang diciptakan sebagai mahkluk yang sempurna maka sudah menjadi kewajiban untuk belajar terus mengenai isi yang ada dalam buku panduan.  Hal ini agar kita tidak memaksakan diri menjalani kehidupan sebagai manusia hanya menggunakan gigi satu.  Semangat belajar inilah yang menyebabkan diri kita harus mengubah transmisi perjalanan dengan menggunakan gigi dua.

Gigi satu bisa kita artikan diri pada saat mengenal syariat kehidupan.

Gigi Persneling dua

Kemenangan adalah harapan setiap diri... Bertemanlah dengan kemenangan.... Walaupun mungkin bagaikan mencari jarum di tengah tumpukan jerami... Yang mungkin dianggap sebagai sebuah keniscayaan
Bertemanlah dengan kemenangan... Diri kita pasti akan jadi pemenenang... Karena Sang Pencipta ada dekat dengan diri kita... Yang membuat sebuah keniscayaan menjadi niscaya...
Bertemanlah dengan kemenangan... Sadarlah diri kita, bahwa kita diciptakan untuk jadi pemenang... Bukan diciptakan untuk menjadi pengkhianat... Dan Bukan untuk selalu berkeluh kesah
(KAS, 31/12/2020) 

Jika dalam dunia otomotif gigi dua merupakan langkah maju ketika kita mengendarai motor agar lebih memiliki kenyamanan dalam laju perjalanan.  gigi dua ini merupakan sebuah kenikmatan dan keselaran mesin dengan laju yang pelan namun memiliki hentakan yang masih tinggi.  Dalam gigi dua ini pengendara mulai menikmati laju dan merasa sedikit kebahagian atas majunya kendaraan yang mereka kendarai.

Gigi dua adalah langkah maju yang harus dilalui oleh seorang manusia ketika diri mulai membuka dan belajar buku Panduan.  Motivasi untuk belajar dan mulainya diri kita membuka buka buku mengakibatkan kenikmatan dan rasa tersendiri akibat dari proses itu.  Kenikmatan inilah yang mengakibatkan diri kita asyik dalam mendekatkan diri kepada Sang Pencipta yang mengakibatkan diri memiliki alur tersendiri dalam belajar.

Alur dan kenikmatan yang dipilih dan dijalani dengan penuh kenikmatan inilah yang sering dinamakan dengan Tarekat.  Alur dan jalan yang dipilih inilah yang menyebabkan kebahagian diri dalam perjalanan manusia dalam menempuh kehidupan.  Namun tidak berarti bahwa dengan alur dan jalan ini manusia sudah bebas dari godaan dalam perjalanan.  Ibarat mesin dalam gigi dua akselerasi kehidupan masih belum menemukan keseimbangan yang baik, yang mengakibatkan antara jarak/laju dan bahan bakar yang dicapai tidaklah maksimal.  

Demikian juga dalam diri kita, ketika alur belajar dan pemahaman sudah kita ambil akan mengakibatkan kenikmatan yang tersendiri dalam kehidupan.  Namun kenikmatan ini bukanlah akhir dalam perjalanan diri, karena masih banyak tingkatan yang harus dilalui.  Dalam kenyataan banyak kita yang terjebak dalam gigi/tingkatan ini, dikarenakan diri sudah merasakan kenikmatan yang lebih bila dibandingkan pada saat kita di dalam gigi satu (syariat).  Banyak dari kita yang sudah puas di kondisi seperti ini, bahkan sampai kita mengatakan "inilah aku yang sudah memiliki pakaian yang sesuai dengan buku Panduan".  Kesombongan ini ibaratnya sebuah kemunduran diri akibat jasmani dan ruhani yang tidak seimbang.  Malah bisa ego dan riak ini mengakibatkan diri menganggap paling benar dan paling suci dibandingkan dengan yang lain. 

Apabila kita sadar dengan kondisi ini maka akan merasakan bentuk ketidakseimbangan hidup antara jasmani dan ruhani,  banyak energi jasmani yang terkuras namun laju untuk meningkatkan perjalanan ruhani tidak seimbangan dengan pengorbanan jasmani yang dikeluarkan.  Ketidakseimbangan ini mengakibatkan banyak dari kita yang bangga dengan kondisi di alur ini, ibarat laju kendaraan yang pelan namun deru mesin yang keras bagaikan rasa pamer dan riak yang mengiringi perjalanan kehidupan kita ini.  Hal ini berdampak jika kita tidak kuat maka bisa kita menjadi sakit (fisik atau ruhani)

Kesadaran akan muncul jika kita dalam laju (gigi dua) ini merasakan ada yang kurang dalam menikmati perjalanan.  Kekurangan ini muncul dari rasa yang tidak puas atas laju atau kenikmatan dalam mendekatkan diri kepada sang Pencipta, dengan merasakan adanya yang kurang dalam kenikmatan dan adanya ketidakseimbangan dalam kehidupan.  Kekurangan ini akibat terbukanya selimut hati manusia yang sudah bisa menjadi poros dalam gerak tiga indra lain yang dimiliki oleh diri kita.  Namun Jika hati tidak terbuka maka tidak bisa kita muncul kesadaran akan ketidakseimbangan ini, malah yang muncul adalah ego diri yang semakin menguasi diri manusia.

Kesadaran akan ketidakseimbangan ini harus diikuti dengan motivasi lebih untuk belajar dan membuka buku Panduan agar kita bisa naik tingkat lagi untuk menggunakan gigi tiga atau gigi empat. Karena gigi tiga dan gigi empat merupakan dua langkah yang menjadi satu dalam perjalanan diri manusia.

Gigi dua bisa kita artikan diri mengenal TAREKAT.

Gigi tiga dan empat

Diriku hidup di kondisi dan budaya yang tidak bersahabat... Berhala materi telah menguasai pikiran kita... Membunuh rasa dan cahaya yang ada pada diri... untuk memuaskan ego diri yang tak pernah terpuasakan...

Langkah hidup sudah ku jalani... bermusafir untuk menempuh perjalanan kehidupan di alam ini... Namun tetap saja penjara kondisi dan budaya memenjara diri... Hanya tinggal semangat dan sisa sisa tenaga untuk menembus batas yang tidak terbatas...

Gigi satu dan gigi dua biasanya dipakai oleh mereka yang baru belajar mengendarai kendaraan baik dalam kondisi jalan lurus maupun jalan yang berliku. Sedangkan, gigi tiga dan empat dipakai jika kita dalam kondisi off the track, yang berarti kita telah menemukan jalan yang lurus dan lapang dengan kondisi perjalanan yang nyaman.  Gigi ini dipakai oleh orang yang terbiasa mengendarai kendaraan, karena jika dipakai oleh orang yang baru belajar akan butuh kesiagaan yang ekstra untuk menyeimbangkan laju kendaraan.  

Penggunaan gigi ini adalah merupakan kelanjutan dari gigi satu dan gigi dua, bukanlah melompat dari gigi normal/satu/mundur.  Memang adakalanya orang melompat ke gigi tiga/ empat namun itu  bukanlah kondisi yang normal jika itu dilakukan. Karena jika melakukan lompatan gigi dibutuhkan kesiapan dan konsentrasi untuk menguasai laju kendaraan.

Demikian juga di dalam diri kita, gigi ini ibaratnya setelah kita melewati gigi satu (S) dan Gigi dua (T) baru kita bisa menggunakan gigi tiga atau empat.  Gigi ini merupakan M jika diibaratkan dalam tingkatan diri mempelajari ilmu.  Karena setelah kita mengenal basic ilmu kemudian kita memilih jalan ilmu yang kita inginkan untuk mencapai kesempurnaan ilmu harus mendapatkan konektivitas dengan Sang Pencipta.

Jadi Gigi tiga dan empat adalah diri kita diberi kelebihan dari manusia lain oleh Sang Pencipta.  Kelebihan ini adalah hadiah sementara bagi manusia yang sudah lulus dari gigi satu(S) dan dua (T). Kelebihan ini berupa ilmu ilmu dan hal hal lain yang membedakan dengan manusia biasa.  Namun Sang Pencipta mengibaratkan ini sebagai sebuah jebakan yang sangat berbahaya. 

Mengapa dikatakan sebagai sebuah jebakan yang berbahaya? Karena dalam kondisi ini diri kita merasakan kenyamanan yang tinggi bahkan merasakan sudah dalam keseimbangan yang sejati.  Hal ini bisa dilihat dari kenyamanan jasmani dan ruhani yang melebihi dari manusia lain bahkan bisa dikatakan sudah bisa "menghasilkan" bahkan seperti sebuah "sabda pandita ratu".  Namun jika diri merasa nyaman dan merasa cukup ilmu dan materi yang dibutuhkan sudah tersedia menjadikan diri malas untuk melanjutkan perjalanan sebagai seorang musafir maka tidak beda jika kondisi gigi tiga dan empat akan kembali ke gigi mundur.  

Keterjebakan ini banyak di alami oleh diri yang tidak fokus dalam perjalanan.  Alangkah sayangnya jika diri sudah mencapai gigi (M) ini menjadi gigi mundur karena gagal fokus perjalanan, sebab sang penggoda semakin canggih di gigi ini. Ketika gagal fokus diakibatkan dorongan eksternal (kondisi dan culture)  yang sangat menggoda mengakibatkan hilangnya keseimbangan  dengan kalahnya diri kita dalam peperangan  yang ada dalam manusia.  Dan peperangan ini memang sudah dikatakan sebagai perang yang terbesar dalam peperangan manusia yang lebih besar dibandingkan dengan perang yang sudah ada di dunia ini.

Gigi tiga dan gigi empat diibaratkan sebagai level Makrifat.

Gigi lima

Jarang orang memakai gigi lima, kebanyakan mereka tidak paham atau tidak tahu kapan menggunakan.  Demikian juga diri ini untuk menuliskan dengan "sanepo (pengibaratan)", hanya sebuah puisi yang mungkin bisa menggambarkan. 

Ku tahu asal diriku... hanya dari setetes air hina...  Ujudku dibuat dari tanah yang merupakan barang yang rendah derajatnya... Lingkungan dan kondisi membuat diriku tak layak untuk lebih dari itu..

Namun sang Pencipta sayang kepada ku... Diangkatlah aku ke derajat yang tinggi... dibekali dengan "akal" agar aku berbeda... Dan diberi pangkat jabatan karena diri sudah menjadi pecinta

Kenyataannya jauh dari harapan... lepas semua apa yang telah jadi kesepakatan... antara diri dengan Sang Pencipta... Diriku tak ada usaha hanya setumpuk asa yang telah menjadi ego diri.

Butuh kesadaran yang mapan... Butuh semangat yang kuat... Butuh energi yang tinggi... Dan butuh asupan baru dari buku Panduan...

Ku baca kembali buku yang ada... munajad kepada Mu kembali kulakukan... dan Perjalanan untuk kembali ke peta harus segera diri lakukan.. Agar tidak masuk diriku ke lembah kehinaan..

Hai sang Pencipta tunjukkan jalan yang lurus... Ku dengungkan dan selalu ku ucapkan itu sampai membasahi bibir ini... Pengetahuan akan perjalanan harus ku raih kembali... Agar diriku kembali ke hakekatnya bukan seperti orang yang tersesat...

Hai sang Pencipta tunjukkan jalan yang lurus.. Untuk menuju RumahMU bukan hal yang mudah... Jadikan diriku kekasihMU yang akan KAU tampung di RumahMU .... Bukan menjadi bahan bakar untuk menghangatkan RumahMU

Hai sang Pencipta tunjukkan jalan yang lurus.. Diri sadar jalan itu adalah jalan yang terjal dan sulit... Kesadaran ini mengembalikan diri untuk belajar ilmuMU.... dan bukan pengetahuan yang sekarang banyak manusia pelajari...

Hai sang Pencipta tunjukkan jalan yang lurus... Hanya dengan Rahman dan RahimMu akan bisa kulalui jalan ini... Hanya dengan pertolongan MU rintangan dan hambatan akan kulalui... Dan Hanya dengan ijinMu aku bisa meraih semuanya...

Amiin

 KAS, 31/12/2020



Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah