DIRI DALAM CENGKERAMAN KETIDAKSADARAN (2)

Siang dan malam memiliki waktu yang sama... tiada yang berbeda keduanya... hanya orang yang tidak memiliki keseimbangan yang mengatakan berbeda... dengan alasan capek dan istirahat
Panjangkanlah malam harimu.. karena itu adalah malam buat kamu bekerja... Bekerja mengejar dan menempuh perjalanan sebagai seorang musafir... untuk mencapai kebahagiaan hidup yang sejati
Siang dan malam memiliki perbedaan... antara terang dan gelap... itu bagi mereka yang buta hatinya.. Karena perbedaan hanya terlihat oleh mereka yang hanya menggunakan fisiknya..
Bukalah selimut hatimu... Karena akan membuka gelapnya malam... Yang akan membawamu ke sejatian hidup... Untuk menemukan petunjuk dari Sang Pencipta..
KAS, Puisi Siang Malam, 12/3/21

Tulisan ini adalah lanjutan dari artikel yang telah diri uploaud kemarin yang bercerita tentang cengkeraman kesombongan diri dalam hal kesadaran posisi diri kita ditengah masyarakat ini. Untuk mengingat permasalahan hidup kita terdapat lima  kondisi yang diangkat sebagai pengingat diri agar menjadi bahan introspeksi agar hidup kita menjadi hidup yang baik.   Kelima kondisi ini adalah:  1) Kesombongan  dan kesadaran posisi diri; 2). Memandang Rendah orang lain dan Kesombongan budaya; 3). Kerusakan alam dan perlombaan pembangunan; 4). Lupa akan kodrat manusia; dan 5).  Fitnah dan Ancaman

Memandang Rendah Orang lain (Kesombongan berbudaya)

Ketika diri berbicara tentang kondisi yang kedua ini yaitu masalah diri yang memandang rendah orang lain yang disebabkan oleh kesombongan budaya yang sudah mengikat kita.  Budaya ternyata dapat menjadi sebuah penjara diri manusia yang bisa menjadikan kita salah di dalam menjalankan kehidupan di dunia ini.  Namun banyak yang tidak sadar diantara kita bahwa ternyata kesombongan diri bisa terbentuk dari bentukan budaya yang dianut oleh seseorang.  Mengapa bisa demikian?  untuk membahas ini terlebih dahulu akan  kita bahas masalah pemahaman masalah budaya.

Budaya merupakan suatu cara/tatanan hidup  tumbuh dan berkembang serta diakui kebenaran/ kepantasan nilai kebaikan yang dimiliki bersama oleh sebuah kelompok manusia.  Budaya juga merupakan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi dan terbentuk dari banyak aspek kehidupan yang mempengaruhinya.  Faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya budaya adalah aspek pemikiran, aspek adat istiadat, aspek peradaban dan aspek keinginan.

Keempat aspek ini akan mempengaruhi perilaku seseorang dan menyebabkan orang akan melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan nilai nilai yang terkandung dalam budaya tersebut.  Perilaku orang yang dipengaruhi oleh budaya itu secara umum adalah merupakan hal yang benar menurut pemahaman masyarakat tersebut namun juga bisa salah jika dihubungkan dengan hakekat tugas manusia yang diatur dalam buku Panduan manusia.  Apabila diri manusia atau masyarakat itu kuat  maka mereka berkeinginan untuk mengembangkan budaya yang mereka anut menjadi budaya yang global.  Akan tetapi jika bisa terjadi sebaliknya diri akan terjajah dalam budaya apabila lemah dalam prinsip hidup yang dimilikinya.

Budaya yang baik sebetulnya selaras dengan buku Panduan yang menjadi acuan diri manusia untuk berkehidupan di dunia ini.  Karena berbudaya adalah merupakan nilai kebenaran yang seharusnya di pertahankan dalam diri manusia agar mampu menjalankan tugas diri sebagai manusia.  Aturan budaya untuk menjalankan hakekat manusia ini diatur oleh sang Pencipta karena DIA menciptakan manusia dengan pertimbangan tidak hanya/asal diciptakan akan tetapi memiliki misi khusus yang harus dijalankan di dunia ini.  

Aturan hidup yang membentuk budaya manusia ini  dalam berkehidupan di dunia ini ada dua tahap yang diatur dalam kehidupan yaitu hidup yang baik atau berkehidupan yang baik.  Tahap satu diberikan kepada manusia yang hidup sebelum buku Panduan hidup untuk manusia diturunkan.  Aturan aturan yang ada diberikan oleh sang Pencipta hanyalah sebatas dan lewat kajian diri manusia agar dirinya mampu hidup yang baik di dunia ini.  Namun ketika budaya hidup yang baik ini diberikan sebagai tugas diri manusia banyak yang mengartikan berbeda.  

Penafsiran hidup yang baik menjadi keliru karena manusia yang memiliki indra yang sempurna tidak dapat menjalankan fungsinya untuk mencari konektivitas diri dengan sang Pencipta.  Akibatnya diri hanya terpenjara pada idiologi hidup yang sama dengan makhluk lain.  Idiologi ini dipengaruhi oleh kebutuhan dari naluri makhluk hidup untuk dapat menunjukan eksistensinya (baca: Naluri dan nurani). 

Banyak salah kaprah yang terjadi dalam kehidupan manusia sekarang ini.  Suatu misal banyak tindakan umum yang sebetulnya salah bahkan sangat jauh dari nilai kemanusiaan namun menjadi suatu hal yang biasa dilakukan. Sebagai mana kita bisa melihat banyaknya orang yang melakukan pungli atau korupsi namun karena hal itu sudah menjadi budaya maka ketika orang melakukan bukan dianggap sebagai suatu kesalahan namun diartikan sebagai suatu budaya agar proses sebuah antrian atau hal lain dipermudah.  Contoh ini bukan sebuah hal yang baru jika kita cermati namun sebuah "kekeliruan" yang menjadi turun temurun dan sudah menjadi budaya sebuah masyarakat.  

Masih banyak contoh lain yang tidak bisa diri uraikan namun ini merupakan tindakan yang bertujuan untuk mempermudah sebuah proses kegiatan tertentu dan menjadi budaya.  Hal ini jika kita renungkan adalah sebuah kegiatan yang bertentangan dengan naluri dan nurani manusia.  Kegiatan ini dilakukan agar diri manusia dapat menunjukkan eksistensi diri dalam mengikuti ego yang ada dalam diri kita.

Ketika diri manusia salah dalam mengaplikasikan indra ini mengakibatkan perilaku diri yang terjajah oleh ego dan mengakibatkan budaya semakin jauh dari eksistensi nilai kemanusiaan.  Jauhnya nilai eksistensi ini mengakibatkan diri tercengkeram dalam budaya yang salah namun diakui kebenarannya oleh manusia yang ada.  

Budaya yang baik akan memberikan beberapa dampak dalam kehidupan sehari-hari diri kita.  Karen budaya yang baik akn membentuk aturan aturan yang umum dan mudah diterima oleh manusia yang lain.  Buday yang baik akan memberikan dampak pada diri manusia dalam hal 1) rasa malu; 2) mengakui hak dan kewajiban diri  (kepemilikan); 3) Memberikan strategi hidup yang baik (politi); dan 4) diterima oleh orang banyak ( wilayah).  Salahnya aplikasi budaya akan nampak dalam empat hal, yaitu:

1. Malu

Nilai atau budaya malu adalah bentuk nilai hidup yang dasar yang harus dimiliki oleh setiap manusia.  Ketika diri memiliki rasa malu maka apapun harus diupayakan agar bisa menutup rasa dan ke"malu"annya. Upaya menutup "malu" adalah usaha manusia menempatkan diri untuk mencari hakekat diri yang sesungguhnya.  Karena "malu" adalah bentuk kesadaran diri yang harus dimiliki setiap individu agar dapat menjadi diri yang bermanfaat dan bermartabat di mata Sang Pencipta atau di mata manusia dan makhluk lain di muka bumi ini.

Ketika "malu" ini bisa menjadi sebuah budaya yang baik maka akan terjadi keseimbangan dalam kehidupan di bumi ini.  Jika orang melanggar "malu" maka dapat segera diingatkan oleh orang lain atau bahkan diri sendiri bahwa apa yang dilakukannya akan merugikan diri atau yang lain bahkan alam ini.  Keseimbangan inilah yang diharapkan dari hadirnya manusia di muka bumi dengan memiliki rasa "malu" tersebut.  Nilai "malu" akan membentuk sikap dan perilaku kesopanan-rendah hati-kedermawanan- tidak berlebihan dan lain sebagainya.  Alangkah indahnya dunia ini jika rasa "malu" dimiliki oleh setiap insan manusia di dunia ini.

Ketiadaan rasa malu inilah sebetulnya bentuk kesombongan diri terhadap diri/manusia lain/dan Sang Pencipta.  Ketika rasa "malu" ini hilang dan mencengkeram maka diri sudah berperan dan turun derajatnya bukan sebagai hakekat manusia yang sesungguhnya.  Dan juga akan mengakibatkan manusia lupa akan dirinya sendiri dan lupa akan kodratnya sebagai manusia.  

Dan fenomena ini terjadi di era sebelum buku Panduan diberikan oleh sang Pencipta lewat para Nabi-nabi.  Ketika rasa "malu" ini hilang dan manusia sudah beperan tidak sesuai dengan kodrat dan iradatNYA maka sang Pencipta memberikan bencana bahkan menggantikan generasi yang hilang rasa "malu" dengan generasi yang baru lewat bencana ataupun sering disebut dengan azab. 

2. Kepemilikan,

Nilai atau budaya kepemilikan adalah point kedua yang merupakan hak yang diperjuangkan oleh diri manusia setelah "malu".  Nilai atau budaya kepemilikan adalah kecenderungan manusia mencari-memperoleh-menggunakan-dan menyimpan akibat dari aktivitas sehari-hari dalam mencari bekal kehidupan di dunia ini.

Hakekat kepemilikan adalah semu namun jelas jika kita mau membaca buku Panduan.  Ke"semu"an ini terjadi dan mengakibatkan diri mengartikan lain.  Ketika diri hanya mendasarkan makna kepemilikan dengan pemahaman yang umum maka dapat diartikan merupakan ujud dari keberhasilan diri dari usaha dan jerih payah yang dikumpulkan dalam kehidupannya.  Jika pemaknaan ini terjadi maka akan mengakibatkan diri bekerja sekeras mungkin agar dapat mengumpulkan sebanyak mungkin harta dan ilmu untuk kehidupan di dunia.

Ketika hal ini terjadi maka muncul pada diri kita adalah rasa ego untuk memiliki sebanyak mungkin agar mencapai kebahagian kehidupannya.  Pemahaman ini diakibatkan oleh keinginan untuk memenuhi self interest.  Dan ketika self interest ini terpenuhi maka rasa kesombongan diri seseorang akan muncul. Terlebih ketika kepemilikan yang dimiliki melebihi dari kebutuhan dan milik orang lain.  Malah kadang kala memunculkan rasa kikir dan pelit atas barang yang dimiliki karena merasa semua yang didapat adalah jerih payah diri kita selama bekerja.

Namun buku Panduan berkata lain ketika berbicara masalah kepemilikan karena yang dinamakan harta yang dikumpulkan diri kita adalah merupakan titipan dari sang Pencipta dan sebagian adalah milik orang lain.  Maka tidak ada rasa kesombongan diri ketika memiliki harta berlebih jika memiliki harta yang banyak.

3. Politik,

Budaya yang baik akan membawa pada kebaikan kehidupan manusia.  Karena hakekat budaya budaya adalah kumpulan adat istiadat dan aturan aturan yang berlaku pada kehidupan kelompok masyarakat.  Apabila aturan atau norma ini didasarkan atas interest dari sang Pencipta maka akan membuat aturan yang baik.Namun kebalikannya jika aturan ini dibuat karena self interest dari seseorang yang diangkat untuk menjadi pemimpin atau di"tua"kan dalam suatu masyarakat maka akan menjadi sesuatu yang berbeda.  

Memang pada awalnya aturan itu sebuah kebijakan atau norma yang baik sesuai dengan buku panduan akan tetapi godaan dan rayuan akan menjadi penghalang atas diri para pemimpin atau yang di"tua"kan tersebut.  Ketika kondisi ini terjadi terjadi maka terjadilah dan muncullah selimut hati yang mulai menutupi diri sang Pemimpin.  Hal ini berakibat pemimpin ingin memenuhi self interest nya untuk kepentingan tertentu.

Untuk memenuhi kepentingan tertentu atas budaya yang menjadi genggamannya inilah yang menjadikan sebuah strategi agar angan yang diharapkan dapat tercapai.  Inilah yang disebut dengan politik.  Jadi politik merupakan strategi dari diri yang tertuang dari pola sikap yang dimiliki yang mempengaruhi keyakinan dan perasaan tertentu sebagai basic untuk mengarahkan dan memberi makna atas laku dan proses kehidupan manusia dalam berkehidupan.

Ketika politik didasarkan atas kepentingan self interest maka tidak ada yang namanya kebaikan.  Karena selalu didasarkan atas ego diri dan untuk tujuan pemuasan nafsu pribadi. Dan ketika itu terjadi akan menjadi kesombongan diri dan membuat budaya sebagai sebuah kerangkeng besar yang mengatasnamakan prinsip berkehidupan.  Mereka yang berbuat demikian karena mereka buta akan buku Panduan karena terselimuti dirinya dengan selimut ego diri yang bertujuan untuk meraih angan angan mereka.  Diri kita yang masuk dalam penjara ini akan banyak mengalami tekanan dari mereka yang mengatasnamakan budaya (politik) mereka padahal aturan atau adat istiadat nya bertentangan dengan aturan aturan yang ada dalam buku Panduan.

Ketika diri dalam kondisi seperti ini masuk dalam kerangkeng penjara budaya nafsu sering terpeleset dalam ke"musyrik"an.  Masuknya diri dalam lembah ke"musyrik"an ini dikarenakan kita lebih takut pada aturan-aturan yang ada dalam tatanan kehidupan berpolitik dibandingkan takut dengan aturan-aturan yang ada dalam buku Panduan.  Bahkan aturan yang diperbolehkan dalam buku Panduan digantikan menjadi dilarang ataupun sebaliknya.

Sedangkan diri yang berperan sebagai tokoh politik yang berperan ibarat "tuhan" pada dunia dan masyarakat.  Mereka akan berupaya agar diri  mereka selalu menjadi penguasa agar tujuan diri mereka tercapai.  Suara dirinya berubah menjadi suara tuhan dan mimpi yang menjadi angan harus dapat diwujudkan dengan cara apapun.  Hal ini dilakukan karena diri sudah tidak membutuhkan Sang Pencipta karena dirinya sudah merasa menjadi tuhan (the man be a god).

Fenomena ini bisa kita rasakan diri kita sekarang ini.  Cengkeraman budaya politik ini sudah menjadi penghalang atau cengkeraman kehidupan kita.  Ketika diri lemah maka pasti akan selalu dalam cengkeraman dan akan selalu menjadi budak-budak politik manusia yang salah.  Dan pasti akan mengalami kerugian yang besar.  Namun jika kuat maka kita akan menjadi musuh para penguasa. Diasingkan dan disingkirkan dengan cara apapun karena mereka sudah tidak mengenal salah/benar atau halal/haram.  Aturan yang ada bagi mereka adalah yang penting hepi dan dapat uang.  Maka jika diri kita kuat tembuslah pagar pembatas agar diri dapat mencapai ruang yang tidak terbatas karena dengan ruang yang tak terbatas disitulah menemukan diri sebagai hakekat manusia yang sesungguhnya

4. Wilayah,

Kesombongan diri yang sudah terdapat dalam diri manusia akibat merasa tingginya budaya yang dimiliki mengakibatkan memandang rendah orang lain.  Ketika diri sudah merasa seperti itu maka akan menimbulkan motivasi diri untuk selalu memanjakan ego dan melebarkan luas cakupan kekuasaan.  Memperlebar luas cakupan inilah yang dimaksud dengan wilayah diri.

Wilayah diri merupakan hak dasar yang dimiliki oleh manusia dalam berkehidupan. Wilayah diri mencakup kecenderungan manusia mendapat ruang hidup yang layak baik yang bersifat fisik maupun non fisik (Psikologis).  Dapat juga wilayah diri meliputi dalam bermasyarakat maupun berorganisasi dalam menjalankan fungsinya sebagai manusia.

Ketika kesombongan diri ini muncul pada diri manusia khususnya dalama hubungannya dengan wilayah maka akan muncul penderitaan pada orang lain.  Karena manusia yang berkuasa akan selalu ingin dipuja bagaikan tuhan dan ingin semakin banyak pengikutnya.  

Orang-orang yang lemah pasti akan selalu ingin berada dalam perlindungan sang kuat. Orang lemah ini tidak memperdulikan kembali tentang hakekat dan prinsip diri yang dimiliki.  Mereka menjadi benalu karena ingin eksis dan merasa kalah jika dirinya bersaing serta tak ingin hidupnya merasa susah atau menderita.  Orang-orang lemah ini sebetulnya hanya sebagai antek yang hanya merugikan para penguasa namun karena sang penguasa ingin dipuja dan ingin di "tuhan"kan oleh orang jenis ini maka mereka menerimanya dengan senang hati.

Sedangkan orang-orang yang kuat dalam prinsip akan selalu bertentangan pandangan dan tujuannya dalam kehidupannya.  Orang yang kuat dalam prinsip tidak akan silau dengan bujukan materi dan jabatan sehingga kuatnya prinsip yang dimiliki membuat diri selalu bertolak belakang dan menjadi musuh dari penguasa yang hanya memanjakan ego untuk popularitas dan ambisi diri.  Kehidupan orang yang kuat ini biasa terdesak dan tertekan dalam keseharian oleh penguasa ini.  Tapi keyakinan hiduplah yang membuatnya kuat dan bertahan dalam kondisi tertekan dan malah membuatnya lebih cepat dalam proses mencari jati dirinya.

Tipe orang yang ketiga adalah mereka yang memiliki prinsip yang kuat namun keliru.  Mereka itulah yang menjadi sekutu dalam mencapai tujuannya.  Yaitu kesombongan dan menjadi tuhan di dunia ini.

Sebagai penutup kesombongan diri adalah wujud diri kita yang selalu ingin lebih dari manusia lain dengan popularitas dan keinginan yang lebih dibandingkan dengan makhluk lain sehingga dapat dikenal.  Bahkan kesombongan ini juga mengalahkan kesombongan yang dimiliki oleh Sang Pencipta.  Maka tidak ayal lagi kondisi sekarang ini manusia berlaku dan berperan melebihi dari sang Pencipta.  


Tidak tahu atau tidak takut yang mungkin diri miliki... Menjadi sombong adalah pencapaian diri... dan merasa menjadi tuhan adalah agendanya... untuk hidup nyaman dalam kehidupan yang tidak nyaman

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah