Diri dalam Uncertainty

Jangan Mengutarakan apa yang harus disembunyikan... Namun jangan menyembunyikan apa yang seharusnya diutarakan... walaupun itu bukan sebuah ajaran... Tapi diri wajib mematuhinya..

Jangan menahan apa yang harus dilepas... Namun jangan melepas apa yang seharusnya kamu tahan... Walaupun itu bukan sebuah perintah... Tapi diri wajib melaksanakannya..

Jangan membenci orang yang harus kamu sayangi... Namun jangan menyayangi orang yang seharusnya kamu benci... Walaupun itu bukan sebuah ajaran... Tapi diri wajib memilihnya..

Jangan menjauhi orang yang harus kamu dekati... Namun jangan mendekati orang yang seharusnya kamu jauhi... Walaupun itu bukan sebuah perintah... Tapi diri wajib mematuhinya..

Jangan mengutarakan apa yang seharusnya disembunyikan, baik harta dan pendapatnya... Janganlah mencaci seseorang di depan orang banyak mungkin diantara yang hadir dekat dengan yang kita caci... Janganlah diri kita terburu-buru percaya pada seseorang yang kelihatan cinta depan setia, siapa tahu dibalik itu ada racun yang berbahaya... Tapi kita harus yakin dengan jalan yang kita tempuh lalui.. 

KAS, 1/1/2020

Kehidupan kita yang kita lalui memang sulit dan berliku, kewaspadaan perjalanan adalah hal yang utama dimiliki oleh manusia.  Waspada bukan berarti diri harus selalu berpikir negatif dengan apa yang kita temui, namun berpikir positif dan yakin bahwa semua adalah bagian dari irama kehidupan. Karena setiap lakon kehidupan yang kita alami akan mengalami pasang surut bagaikan roda kehidupan yang berputar naik dan turun karena laju ke depan.

Uncertainty (ketidakpastian) merupakan sebuah slogan lama yang selalu dihembuskan oleh bisikan-bisikan, terlebih jika kita hanya fokus pada kondisi jasmaniah saja.  Kuatnya bisikan dan kondisi diri kita yang tidak seimbang (berat pada sisi jasmani/materi) maka ketidakpastian ibaratnya sebuah batu besar yang mengganjal roda perjalanan kehidupan.  Karena ketidakpastian ini akan menghentikan/mengurangi laju kehidupan kita dalam mengemban amanah dari sang Pencipta.

Ketidakpastian merupakan informasi eksternal yang masuk melalui indra (indra pemahaman manusia umum) yang kemudian diolah oleh diri manusia dan ketika diri tidak mampu memprediksi atau memperkirakan.  Jadi dengan demikian semua yang ada di masa akan datang adalah sebuah ketidakpastian, dan akan menjadi kepastian jika sudah dijalani oleh diri kita.  Apabila diri memaknai ketidakpastian seperti ini maka seharusnya    tidak takut dalam menghadapinya, namun kenyataannya banyak orang yang sudah takut terlebih dahulu dengan masa depan (ketidakpastian) sebelum mereka menghadapinya.  Sehingga diri dalam menghadapi ketidakpastian dibedakan menjadi beberapa golongan,  pembagian golongan ini sesuai dengan Buku Panduan yang diberikan oleh Sang Pencipta. 

Tipe atau golongan  manusia dalam menghadapi ketidakpastian dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Golongan orang yang menghindar

Golongan ini adalah golongan orang yang bukan tidak punya nyali dalam kehidupannya, diri manusia seperti ini adalah orang-orang yang malah paling tinggi nyalinya.  Diri manusia yang menghindar dari ketidakpastian adalah orang yang pintar dan memiliki keyakinan yang tinggi dalam hidupnya, namun karena ada yang keliru dalam pemahaman tentang pengetahuan ketidakpastian mereka berupaya menghindar agar selamat dalam hidupnya. 

Diri manusia yang menghindar dari ketidakpastian  ini diakibatkan proses pengolahan informasi yang kurang sempurna.  Kurang sempurna dalam mengolah informasi ini diakibatkan karena pengolahan tidak secara komprehensip antara kepala-Perasaan-Perut (yang merupakan Indra manusia).  Hal ini disebabkan karena indra berdiri secara independen yang tidak memiliki hubungan korelasi antara satu sama lain, dan mengakibatkan output hanya untuk kepentingan tertentu (terutama pribadinya).

Diri manusia yang seperti ini muncul akibat mindset berpikirnya adalah hidup adalah dari dan untuk dirinya.  Pemahaman tentang ajaran pun bahkan tidak ada (mungkin ada namun gersang), maka menyebabkan mereka berpikir bahwa kehidupan adalah di dunia ini dan mereka harus menikmati kehidupan ini untuk dirinya sendiri dengan perasaan bahagia atau kenyamanan.  Sehingga diri manusia yang menghindar ini merasakan kehidupan adalah tanpa ada tugas dari pihak lain dan tidak ada istilah pertanggungjawaban atas kehidupan di dunia.  Maka apapun yang dilakukan adalah demi kebahagian dan kepuasan kehidupannya bahkan apapun diri lakukan meskipun mengorbankan teman dan sahabat ataupun melanggar moral dan estetika.

Namaku bento... rumah real estate... mobilku banyak harta berlimpah..  orang memanggilku bos eksekutif... tokoh papa atas dan atas segalanya ... (laksana Tuhan Manusia)
Wajahku Ganteng .... banyak simpanan ... sekali lirik oke sajalah (kepuasan perut yang utama)
Bisnisku menjagal... jagal apa saja... yang penting aku senang dan menang... persetan oang lain susah yang  penting aku hapy
Ngomong soal moral dan keadilan adalah busllshit... aksi tipu-tipu, loby dan upeti adalah jagonya..
Maling kelas teri, bandit kelas coro adalah kantong sampah (orang yang pasrah)... yang harus mengabdi kepadaku

Dalam Buku Panduan disebutkan bahwa orang yang hidup dengan cara menghindar ini adalah bagaikan orang yang tidak memiliki hati, sehingga dapat digambarkan diri manusia seperti ini adalah manusia yang memiliki self interest yang tinggi karena mereka memperjuangkan dirinya untuk keyakinan yang keliru akibat dari pemahaman pengetahuan yang salah.  Jumlah diri manusia yang seperti ini seperlima dari jumlah manusia yang hidup di dunia.  

2. Golongan orang yang Pasrah

Golongan yang kedua ini adalah manusia yang tidak memiliki keyakinan dalam kehidupannya.  Sehingga dalam kehidupan sehari hari mereka hanya terombang ambing laksana buih di lautan.  Namun dalam pemahaman umum pasrah ibaratnya hanya menjalani kehidupan dengan menikmati kehidupan apapun akan diterima, Namun dalam pembahasan ini golongan orang pasrah adalah laksana buih lautan.  

Diri manusia yang pasrah ini dianalogikan seperti buih dikarenakan diri hidup yang terombang ambing, hal ini dikarenakan pemahaman tentang kehidupan bagaikan buah yang setengah matang.  Sebetulnya tujuan hidup golongan ini adalah mencari titik selamat atau keseimbangan dalam kehidupannya, namun pemahaman tentang pengetahuan kehidupan tidaklah kokoh ketika ditimpa badai dalam perjalanan. Ketidak kokohan ini karena kurang kuatnya pondasi pemahaman ajaran, hal ini berakibat kehidupannya selalu diliputi dengan rasa keraguan dan kewas-wasan. 

Rasa ragu dan was-was ini merupakan penyakit kronis yang merasuki hati mereka, yang berakibat hilangnya keyakinan diri yang berakibat pada tidak jalannya indra pada diri manusia. Akibatnya mereka dalam perjalanannya hanya pasrah dan hanya sekedar menjalani kehidupan agar selamat, maka apapun dilakukan agar diri mendapatkan tumpangan untuk hidup selamat.  

Pemaknaan pasrah ini merupakan bentuk yang beda seperti yang diri kita miliki.  Makna pasrah dalam kehidupan selama ini ibarat bahwa kita pasrah kepada Sang Pencipta atas segala sesuatu ujian atau cobaan hidup yang diberikan kepada kita, namun makna pasrah dalam hubungan dengan ketidakpastian adalah kepasrahan diri dalam menghadapi ketidakpastian.  Kepasrahan diri atas ketidakpastian adalah bentuk ketidakberdayaan diri terhadap kondisi, biasanya ketidakberdayaan ini diakibatkan kondisi diri yang kurang memiliki pemahaman dan pengetahuan atas ketidakpastian.  Ketika ketidakpastian itu dianggap sebagai hal yang tidak pasti karena keterbatasan ilmu maka diri kita akan pasrah dan akan mengurangi keyakinan dan kepercayaan pada diri, hal ini berakibat diri menjadi lemah.  Lemahnya diri ini menjadikan diri seperti buih yang butuh tumpangan agar selamat dan bisa menghindar dari bahaya ketidapastian.

Dalam Buku Panduan disebutkan bahwa hidup seperti buih ini adalah golongan manusia yang paling banyak di dalam kehidupan manusia (hampir tiga perlima dari jumlah manusia), namun golongan manusia ini adalah orang yang paling berbahaya karena bagaikan musuh dalam selimut.  Sifat manusia yang pasrah dalam ketidakpastian ini sama dalam buku panduan, mereka hidup dalam topeng keselamatan, dan kehidupannya hanyalah untuk bisa melewati ketidakpastian ini maka apapun akan dilakukannya untuk eksistensi kehidupannya.

3. Golongan orang yang Berani 

Golongan ketiga dalam menghadapi ketidakpastian adalah mereka yang selalu optimis dalam setiap langkah kehidupannya. Bagi mereka ketidakpastian ibaratnya hanya badai besar yang selalu menjadi bagian dalam langkah perjalanan sebagai seorang musafir. Ketidakpastian dapat dilampaui karena dalam dirinya memiliki kesempurnaan indra yang ada.  Kesempurnaan ini membentuk diri manusia ini memiliki rasa optimis yang tinggi karena di dalam dirinya memiliki prinsip prinsip sebagai manusia yang berani.

Prinsip hidup orang yang berani ini terbentuk karena ilmu pengetahuan yang dimiliki.  Ilmu pengetahuan ini berasal dari ilmu yang ada dalam Buku Panduan yang membentuk diri manusia menjadi manusia yang yakin, teguh, kuat dan selalu memegang kebenaran.  Golongan ini menganggap bahwa ketidakpastian adalah pakaian yang selalu dipakai dalam diri manusia, sehingga ketidakpastian akan menjadi pakaian yang selalu dipakai yang bisa menjadi penghias badan dan juga menjadi penghalang perjalanan manusia.

Ketidakpastian sebagai penghalang manusia karena ketidakpastian bagaikan kompas yang memberikan arah yang salah kepada diri.  Kesalahan dalam menghadapi ketidakpastian ini dikarenakan diri kurang memahami dan tidak mau memahami pengetahuan yang sesungguhnya yang berasal dari buku Panduan yang seharusnya menjadi pedoman dalam kehidupan.  Namun empat perlima dari jumlah manusia yang hidup adalah mereka yang memegang buku panduan yang salah.  Kesalahan ini memang sudah diperkirakan oleh sang Pencipta, karena tidak semua manusia akan menjadi tamu di rumahNYA.

Ketidakpastian menjadi penghias badan, karena dengan ketidakpastian yang dihadapi oleh diri manusia golongan ini adalah sebagai baju penghangat dalam perjalanannya sebagai musafir dalam mengemban tugas dari sang Pencipta.  Dengan baju ketidakpastian ini manusia menjadi lebih memahami hakekat dirinya, sehingga kedewasaan diri terasah dengannya.  Kedewasaan inilah yang menjadikan diri manusia akan selalu berpegang teguh pada jalan yang lurus, yaitu jalan yang harus dilalui oleh seorang musafir.  Dengan Baju ketidakpastian yang dipakai diri dalam perjalanan ini mengakibatkan manusia dapat mencapai diri yang sampurna dan pantas untuk menjadi tamu di rumah sang Pencipta.

Semoga kita semua menjadi golongan manusia yang ketiga dalam menghadapi ketidakpastian yang sekarang sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari hari.

Manusia yang pintar adalah diri yang selalu mau belajar..
Manusia yang mau belajar adalah diri yang bisa menghilangkan rasa malas
Manusia yang bisa menghilangkan rasa malas adalah diri yang berhasil dalam membuka tabir hati
Manusia yang memiliki hati adalah diri yang selalu ingat dengan tugasNYA

Semua Manusia diberi bekal sama dalam menempuh perjalanan
Bukan masalah jumlah atau kepemilikan, Namun semua sudah  dicukupi
Hanya rasa was was dan ragu yang menyesatkan diri
Dan diri yang lurus adalah manusia yang sejati

Jadilah manusia yang pintar dalam memilih jalan
Jadilah manusia yang mau belajar pada buku Panduan yang benar..
Jadilah manusia yang selalu terbuka hatinya, bukalah selimut hatimu dan bangunlah dalam perjalanan
Karena banyak manusia yang tertidur dalam perjalanan

Perjalanan  sebagai seorang musafir bukanlah hal yang mudah
Banyak godaan dan badai menjadi penghalang langkahmu
Ketidakpastian adalah baju penghangatmu dan bukan baju yang menyesatkan perjalananmu
Dan hanya orang yang percaya dan yakin akan selamat 
(KAS, 7/01/2021)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah