Identitas Manusia Langitan

Setiap manusia diciptakan untuk menjadi manusia langitan.  Bukti diri diciptakan untuk menjadi manusia langitan adalah disempurnakan penciptaan sebagai makhluk yang paling sempurna di atas makhluk lainnya.  Kesempurnaan diri sebagai manusia ini adalah sebagai bentuk cinta kasih dari Sang Pencipta kepada setiap insan yang sempurna dengan dibekali akal untuk bekal menjadi dan memiliki idententas sebagai manusia langitan.

Maka tidak heran manakala diri manusia diciptakan pertama kali dengan perwakilan Adam AS seluruh makhluk penghuni langit untuk bersujud kepadanya.  Namun tidak semua makhluk yang ada mau bersujud kepadanya dikarenakan mengetahui derajat (bahan baku penciptaan) adalah dari unsur yang hina dan dianggap memiliki dan tidak pantas untuk menjadi "kekasih" Sang Pencipta. Penolakan sujud ini menjadi peristiwa yang besar dan akan menjadi penyebab banyaknya diri manusia yang gagal untuk mendapatkan "identitas" menjadi manusia langitan.

Banyaknya diri yang gagal menjadi manusia langit akibat dari "godaan" pihak ketiga yang selalu menyertai diri dalam kehidupan ini. Tarikan atau godaan dan dorongan yang datang memang mungkin tidak terlihat dengan kasat mata akibat hidupnya dalam diri kita "unsur pihak ketiga" yang sudah menjadi penghuni tetap dalam tubuh. Bahkan mungkin dapat dikatakan diri kita adalah manifestasi dari pihak ketiga manakala diri hidup tidak dalam kesadaran dalam menjalani kehidupan ini.

Penjara ketidak sadaran diri manusia dalam kehidupan seperti hal yang umum atau wajar dialami bahkan mungkin ketika melihat seseorang dapat lepas dari penjara kondisi tersebut terlihat sebagai hal yang tidak wajar dan bahkan mungkin dikatakan sebagai manusia yang tidak sehat.  Karena ukuran kehidupan yang baik (menurut Buku Panduan) sudah menjadi barang asing dan seperti tontonan yang tidak asyik karena dianggap sebagai penyiksa yang merintangi pencarian mencari kepuasaan hidup.  Sebuah fenomena umum yang sering kita jumpai sekarang ini bahkan mungkin banyak yang diri kita yang menggunakan "Buku" sebagai kedok semata untuk mengejar popularitas dan kepuasaan hidup yang palsu.

Melepaskan diri dari penjara ketidak sadaran sebetulnya bukanlah hal yang sulit jika keinginan dan tekat yang kuat sudah dimiliki. Pemahaman tentang pembentukan tekat yang kuat dan seharusnya menjadi pegangan dalam mengarungi samudra kehidupan yang fana ini sebetulnya sudah dikenalkan sejak diri masih dalam usia anak-anak. Namun akibat dari kepemilikan dan dominasi unsur ketiga yang ada dalam diri kita yang lebih dominan menguasai kehidupan maka pemahaman yang ada tentang kesadaran untuk memiliki "identitas" selalu dilupakan.

Diri lalai dan lupa mencari indentitas ini di akibatkan banyaknya kesibukan yang sia-sia dalam menjalani kehidupan.  Dikatakan kesibukan yang sia-sia karena aktivitas hidup hanya digunakan untuk mencari bekal agar mendapatkan "nilai diri" dalam kehidupan di dunia dan bukan untuk mencari identitas diri yang sesungguhnya.  Memang perbedaan antara nilai dan identitas hanya dibatasi oleh tabir yang tipis dan hanya diri yang memiliki kesadaran hidup akan mempu melihatnya.  Walaupun hanya sebuah tabir yang tipis namun manakala ini terjadi pada diri kita akan menjadikan cahaya sulit menembus dan memancar dari tubuh manusia sehingga diri hidup dalam aura kegelapan.

Sebuah kerugian yang besar manakala ini betul-betul terjadi pada diri kita sekarang ini yang hidup tidak dengan cahaya namun selalu dinaungi oleh kegelapan dalam aktivitas kehidupan di dunia. Tidak heran dalam Buku dinyatakan bahwa setiap diri manusia akan selalu dalam kerugian dan dimatikan dalam keadaan rugi walaupun diri selalu menyandang "nilai" yang lebih dimata manusia atau makhluk lain.  Maka tugas diri harus melakukan evaluasi diri dengan menggantikan pencarian nilai untuk menemukan identitas diri selama masih memiliki nafas kehidupan untuk hidup di dunia ini.

 

Mencari Identitas Diri

Ketidaksadaran yang memenjara kehidupan ini dalam menjalani kehidupan di alam dunia (menurut hidup yang sesungguhnya) menjadikan diri tidak mampu "mengelola" cahaya.  Kegagalan dalam mengelola cahaya bukan diakibatkan oleh diri kita bodoh atau tidak memiliki kemampuan melainkan akibat diri hidup dalam kerangkeng sifat-sifat dasar kemanusiaan yang mengakibatkan diri kembali pada unsur tanah. Penyakit yang menyebabkan diri memiliki sifat-sifat "tanah" ini menjadikan derajat kemulian yang seharusnya disandang (terlepas dari diri) malah menjadi penghuni tetap dalam tubuh kita.

Sifat-sifat tanah yang ada pada manusia ini yang sering disebut dengan "nafsu" bukan dihilangkan dari bagian kepemilikan kamanusian yang ada dalam diri kita. Karena dengan minghilangkan sifat tanah tersebut maka akan hilang keseimbangan micro kosmos yang ada dalam diri manusia.  Keseimbangan micro kosmos yang ada adalam diri kita adalah bagaimana diri mampu mengelola partikel-partikel yang ada baik yang kotor ataupun yang bersih menjadi sebuah kekuatan sempurna untuk mengelola macro kosmos yang ada dalam dan diluar diri kita sebagai makhluk sempurna. Kemampuan mengelola inilah yang menjadikan diri memiliki power atau kekuatan yang dahsyat sehingga mampu menjalankan tugas sebagai wakil dari Sang Pencipta.

Kemampuan diri agar mampu mengelola (bukan mengendalikan) sifat sifat tanah tergantung pada kadar dan kebenaran atau kesesuaian pemahaman yang dimiliki.  Maka tugas diri harus selalu baca agar mengetahui kebenaran dan kesesuaian pemahaman yang di miliki.  Karena banyak diri kita terbuai dengan pegangan yang "keliru" akibat diri terlalu percaya pada pengetahuan yang sudah berlaku di masyarakat namun hakekatnya adalah sebuah "jalan yang bengkok".  Maka ketika ini terjadi jatuhlah martabat diri karena rujukan yang salah dalam menyimpulkan sebuah pengetahuan yang ada.

Seringkali diri kita melakukan generalisasi (menganggap hal yang umum) adalah sebuah "kebenaran yang mutlak" dan bahkan seringkali menganggap hal yang benar adalah sebuah kekeliruan karena tidak bersifat umum.  Suatu misal menganggap hal yang berhubungan dengan aurat adalah apa yang ada dalam hubungan dengan diri kita dan ini sudah tergeneralisasi.  Maka mungkin kita melihat upaya diri melakukan tugas menutup aurat adalah dengan memakai jubah kebesaran atau syar'i. Dan ketika ada yang menyampaikan bahwa aurat adalah sebuah hal yang tidak berhubungan dengan badan kita maka dikatakansebagai sebuah kekeliruan yang fatal karena tidak bersifat umum dan mungkin dikatakan orang tersebut adalah sesat. Contoh ini hanyalah seperti terapi kejut untuk diri kita jika ingin membahas tugas diri adalah belajar mengendalikan sifat-sifat tanah.

Mengenali dan mengelola kepemilikan sifat-sifat tanah yang ada pada diri kita harus mampu dimiliki agar derajat diri sebagai manusia sempurna dapat diembannya.  Kemampuan ini akan dapat diperolehnya manakala diri selalu melalukan tugas "baca" baik yang tersirat maupuan yang tersurat.  Manakala diri mampu untuk melakukan secara rutin tugas baca  maka diri akan teriasa dengan melihat generalisai pemahaman sebagai sebuah fenomena yang perlu dikaji kebenarannya untuk menemukan realitas yang benar sesungguhnya.  Karena kebenaran yang benar adalah tidak berdasarkan realitas namun didasarkan atas Realitas Sang Maha Benar.

"Realitas" (bukan realitas menurut manusia) menugaskan diri manusia untuk menjaga derajat kesempurnaan sebagai makhluk yang sempurna.  Tugas ini akan mampu dijalankan manakala diri mampu mengelola sifat-sifat tanah yang ada pada penciptaan diri sebagai manusia.  Sifat tanah ini terdiri dari empat unsur sifat dan satu unsur tambahan yang merupakan hasil dari kerja empat unsur tersebut.  Ketika keempat unsur itu tidak dapat dikendalikan maka satu unsur (ego atau merasa tuhan) akan menjadi bahan bakar aktivitas sehari-hari.  Maka kebutuhan empat unsur tersebut dapat dicukupi dengan menuhankan diri memiliki kuasa agar tercapai segala hasrat impian yang diinginkan.

Bukankah kondisi seperti ini sudah merupakan sebuah kesalahan yang besar akibat kekeliruan diri dalam pemahaman yang dimiliki.  Merasa diri sebagai tuhan bahkan mungkin menganggap Tuhan hanyak sebagai pelengkap dalam diri kita karena merasa keberadaannya jauh dan sudah ada tuhan dalam diri kita.  Maka rusaklah keseimbangan yang ada bahkan diri selalu merusak alam (micro dan macro kosmos) melalui ketidak sadaran diri akibat penuhanan diri kita sendiri.Dan ketika hal ini terjadi maka dianggap diri gagal dalam mengelola sifat-sifat tanah dan berakibat pada jatuhnya derajat sebagai makhluk yang sempurna.

Dan ketika pemahaman dari Realitas mampu di miliki sehingga menjadikan mampu mengelola sifat-sifat tanah yang ada menjadikan diri menjadi penghuni langit akibat dari kepemilikan identitas sebagai manusia langitan.  Bukan hal yang mudah untuk mendapatkan identitas ini karena diri akan mengalami "ujian" yang berat mulai dari kehinaan sampai dengan kekurangan bahkan mungkin kelebihan maupun kemulian.  Karena setiap langkah yang dilalui akan selalu digoda oleh pihak ke tiga yang sudah menjadi bagian dari diri kita dalam kehidupan di dunia ini.  "Bukankah pihak ketiga sudah menjadi satu bahkan melekat dalam urat nadi kita"

 

Penutup

Hanyalah sebuah humor sufi yang sekedar mengajak diri sendiri untuk selalu membaca apa yang tersurat dan tersirat dalam diri kita.  Tidak ada yang pantas ditertawakan dalam humor ini karena yang pantas ditertawakan adalah melihat pemahaman yang berbeda tentang pengetahuan yang ada dan dianggap benar oleh umum.

"Pengetahuan bagaikan penjara diri... Yang sudah membatasi alur pikir setiap hari... Terbangun prinsip diri yang merasa bebas dan bukan napi... Tapi realitas sesungguhnya tidak pernah terjadi.
"Pengetahuan sudah menjadi kain yang menyelimuti... Hati menjadi keras karena ilmu yang dimiliki.  Aktivitas hanya untuk pentingan diri... Bahkan Tuhan hanyalah sekedar pelarian diri.
"Ambil kapak dan jebolah penjara... Pengetahuan yang ada hanyalah bangunan pihak ketiga... Terasa nyaman dalam lingkungan yang ada... Karena diri tak pernah akan merasa bahagia.
"Ambil Kapak dan Jebolah penjara... Karena diri adalah diciptakan sebagai manusia... Yang memiliki tugas sangat mulia... Menjaga keseimbangan kehidupan di alam semesta.
(KAS, 25/2/2024, Pencarian Indentitas).


Terimakasih,
Salam
KAS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah