Diri Menghadapi dan Mengenal Masa Kekeringan

Diri Dalam Kekeringan
Tak semuanya paham... Mengenal dan memahami masa kekeringan.. Yang menjadikan diri hanya bisa menyimpulkan... Bahwa diri ini menghadapi ujian
Ketika ini terjadi... Maka bukan sebuah kesalahan.... Tapi ini sebuah kekeliruan... Karena hakekat masa kering adalah untuk lebih mengenal diri yang sesungguhnya
Tak semuanya mengerti... Mengenal dan memahami masa kekeringan... Yang menjadikan diri hanya bisa berupaya... Tanpa mencari hakekat dari masa kering ini
Ketika ini terjadi... Maka bukan kemenangan yang di capai... Namun hanya sekedar rasa bahagia dan puas yang ditemui... Karena merasa air hujan sudah turun dari langit
Oooiii betapa bodoh diri ini jika itu semua yang kita lakukan... Karena diri hanya sekedar mengenal dan tanpa usaha untuk memahami... Karena terjebak oleh ajaran nenek moyang
Tak mampu mengenal... Tak mampu mengerti... Tak mampu memahami... Hakekat dari masa kekeringan
Terlalu sibuk dengan ritual hidup... Yang melupakan tugas pokok diri... Mencari dan menemukan sumber air... Yang sudah disediakan untuk diri ini.
Tak paham yang sudah diucapkan... Bahkan dijadikan pengharapan yang seperti doa.... Yang dibaca lebih dari tujuhbelas kali... Namun bagaikan diri tidak menyadarinya
Layak seperti seekor burung yang hanya bisa bernyanyi... namun tak paham arti... Hanya sekedar untuk menarik pasangan sejati... agar bisa menyalurkan hasrat dan nafsu diri
Naifnya diri ini... Yang hanya bergelimang dengan hasrat dan nafsu... laksana kerangkeng kehidupan... Seolah telah membutakan mata dan hati
KAS, 22/8/2021

Ketika membaca judul dalam tulisan ini maka otomatis diri kita akan tergambar di benak adalah bagaimana musim kemarau yang kering kerontang.  Tanah mulai pecah pecah bahkan tumbuhan pun banyak yang layu mendekati kematian karena tidak ada asupan air. Bahkan siklus cuaca yang sangat ekstrim terasa dengan hembusan angin yang sangat berbeda antara siang hari dan malam hari.  Yang mengakibatkan banyak orang yang bermalas-malasan untuk aktivitas dalam kehidupan.  Hal yang banyak dilakukan adalah dengan menunggu datangnya air dan hanya sebagian kecil dari manusia yang mampu memaknai kondisi musim kemarau ini.

Namun ketika diri memaknai hakekat kekeringan yang dihubungkan dengan kondisi dalam kehidupan maka pemahaman akan diarahkah pada diri pada saat sulit dari rejeki dan jarang sekali dihubungkan dengan kepemilikan ilmu.  Ketika ini terjadi maka yang diri akan dihadapkan dengan istilah penderitaan ataupun kekurangan rejeki yang dialaminya.  Pemahaman seperti ini akan menjauhkan diri dari penerimaan akan kondisi yang dialami sehingga jauh dari rasa syukur ataupun rasa sabar.  Jika diri merasa sabar atau syukur mungkin secara hakiki ini hanyalah sebuah unsur jasmaniah saja dan hanya diikuti dengan doa minta jalan keluar bukan yang lain.

Padahal ketika diri hanya memahami kekeringan adalah hubungannya rejeki maka dikatakan dalam Buku Panduan itu terjadi jika diri kita tidak bersih hatinya.  Ketidak bersihan hati ini diakibatkan diri "kikir" sehingga mengakibatkan diri merasa kurang atas rejeki yang sudah diberikan.  Dan Fenomena ini terjadi pada banyak manusia jika tidak mau "baca" buku panduan yang menimbulkan kesadaran diri kurang dan akibatnya selalu khawatir akan bekal untuk perjalanan kehidupan di dunia ini.

Dan ketika diri mau membaca Buku Panduan akan menimbulkan sebuah kesadaran baru dan pengertian tentang sifat kasih sayang Sang Pencipta kepada manusia dalam menugaskan diri untuk hidup di dunia.  Karena disebutkan bahwa Sang Pencipta sudah memberikan kecukupan yang berlebih atas semua bekal perjalanan sehingga tidak perlu dirisaukan tentang masalah materi dalam kehidupan.  Namun karena malasnya atau sifat pembangkangan diri manusia akibat dari sifat kikir yang menjelma dalam segala aspek hidup ini.  

Perlu disadari bahwa hal ini mungkin karena diri tidak sadar bahwa pihak ketiga sangat berperan dalam mempengaruhi diri untuk bersifat kikir. Peran pihak ketiga sangat lihai dalam mempengaruhi diri manusia agar diri berperilaku sangat "kikir". Pihak ketiga berperan seperti ini agar diri tidak mampu dan mau memahami apa yang tertulis dalam Buku Panduan.  Sehingga diri merasa bahwa Sang Pencipta tidak pernah memberikan bekal dalam perjalanan di kehidupan di dunia ini.

Penyakit kikir ini adalah merupakan penyakit yang sangat ditakutkan oleh para malaikat yang menjangkiti diri manusia karena akan berakibat akan membuat kerusakan dimuka bumi.  Penyakit kikir ini menjadikan diri manusia akan berlaku melebihi kekejaman para hewan buas dan bisa melempar diri manusia menjadi mahkluk yang hina.  Padahal manusia diciptakan sebagai makhluk yang sempurna akan tetapi dengan terjangkitinya penyakit ini berdampak seperti yang di katakan para malaikat di depan Sang Pencipta.

Penyakit kikir ini akibat diri malas dalam membaca dan mempelajari Buku Panduan yang diberikan kepada manusia mengakibatkan selama ini pemahaman yang di dapat hanya didasarkan atas segala bentuk pengalaman dan pengetahuan yang terjadi secara fisik tanpa ada konektivitas diri denganNYA.  Sehingga ilmu atau pemahaman yang diperolehpun hanyalah dari pendapat manusia dan untuk manusia yang berakibat diri jauh dari hakekat manusia yang sesungguhnya.  Karena ilmu yang ada sekarang inipun jika diri sadar bahwa jauh dari hakekat ilmu yang sesungguhnya maka berdampak bukan mendekatkan diri pada Sang Pencipta malah semakin menjauh dari rute perjalanan untuk kembali dengan baik.

Ilmu yang sekarang kita pelajari adalah ilmu yang tujuannya untuk memuaskan tujuan pribadi manusia, menguasai manusia dan menguasai alam semesta.  Padahal diri manusia ditugaskan untuk menggantikan "peran" sang Pencipta di dunia ini.  Jika ilmu yang dipakai seperti itu maka bukan kedamaian dan ketenangan dunia seisinya tidaklah terjadi.   Oleh sebab itu perlu pemahaman pengetahuan yang benar untuk mengelola alam seperti yang di amanatkan atas penciptaan manusia.

Ilmu yang benar adalah ilmu yang merupakan penafsiran buku Panduan yang secara komprehensip (bukan dipotong-potong seperti sekarang ini yang terjadi).  Ketika buku dipotong potong akan memberikan makna yang berbeda atas kebenaran dari maksud ayat-ayat yang ada dalam Buku Panduan.  Maka dibutuhkan ketekatan diri untuk belajar secara komprehensip dan menyeluruh atas Buku Panduan tersebut.  Karena ketika diri "baca" maka bukan tugas kita untuk menjelaskan karena Sang Pencipta akan turun tangan dalam menjelaskan makna yang terkandung melalui perenungan atas segala sesuatu yang dijalani diri selama menjalani perjalanan untuk mendapatkan bekal.

Ketika diri mampu baca Buku Panduan secara kontinyu dan komprehensip maka diri akan menemukan obat atas penyakit "kikir" yang banyak menjangkiti diri manusia.  Penyakit kikir ini muaranya adalah di dalam hati diri manusia.  Ketika hati belajar ilmu yang benar maka akan membuka lembaran selimut yang menyelibungi hati yang selama ini laksana beban yang menjadi tanggungan yang harus dipikul selama perjalanan di kehidupan di dunia ini.  Ketika hati sudah bisa terbebas dari selimut maka otomatis diri akan menjadi manusia yang patuh (bukan ingkar) dan syukur (bukan kufur) dan menjalankan (bukan iklhas) atas semua kehendak dari sang Pencipta.

Ketika ini terjadi maka bentuk kekeringan materi ataupun yang lain tidak akan menjadi alasan diri untuk berputus asa dan berkeluh kesah atas segala sesuatu yang terjadi di kehidupan di dunia.  Karena kekeringan yang dijalani akan mengakibatkan diri semakin terbebas dari belenggu materi dan menyebabkan diri akan lebih mudah melompati dimensi yang harus dilampauinya.  Untuk itu perlu sekiranya diri untuk selalu mawas diri atas pemahaman pengetahuan yang selama ini kita miliki apakah sudah membawa diri semakin mengobati penyakit "kikir" atau malah semakin menyebabkan diri semakin "kikir".

Semoga perenungan ini bisa bermanfaat.  Amiin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DIRI DAN ASTROLAH SANG PENCIPTA

Terjebak Jalan Pulang

Pasukan Bergajah